Senin, 20 Agustus 2012

Masalah Tarowih Kita Masa Kini





Apakah Bedanya Sholat Tarowih Nabi
Dengan Sholat Tarowih Kita ?



Oleh : mutawalli



Pendahuluan:
Setiap tahun, pada malam-malam bulan Romadhon kita selalu menegakkan sholat tarowih, baik di masjid-masjid, di langgar- langgar, di musholla-musholla secara berjamaah atau di rumah-rumah secara sendiri-sendiri atau secara berjamaah.
Semuanya ingin agar dosanya diampuni, sholatnya diterima dan mendapat pahala untuk bekal masuk ke sorga kelak di hari akhirot.

Hadits 1 : Sahabat Abdullah ibn Salam berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Wahai manusia, sebar luaskanlah ucapan salam, berilah santunan makanan (kepada orang-orang yang lapar, pen.), hubungkanlah tali silaturrahim, dan kerjakanlah shalat malam pada saat orang-orang lain sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan tenteram." (HR Al Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Hadits ini adalah hadits pertama yang diucapkan Nabi Muhammad Saw. sesampainya beliau hijrah di Madinah

Hadis 2: Dari Abu Hurairoh, bahwasanya Rosululloh Saw. Bersabda : “ Bulan Romadon, adalah bulan yang Alloh fardhukan atas kamu puasanya, dan aku telah mensunahkan bagimu qiyamnya (sholat malamnya). Maka barangsiapa berpuasa di siang harinya dan berqiyam di malam harinya karena imannya kepada Alloh dan mengharapkan pahala dan keridhoan-Nya, niscaya keluarlah dia dari dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Abu Khuzaimah).

Sebagian orang berpendapat bahwa kita harus meniru sholat Nabi sesuai dengan sabdanya :
Hadits 3: Sabda Rosululloh saw. : "Sholluu kamaa roaytumuunii ushollii", sholatlah kamu, sebagaimana kamu lihat aku bersholat." (Riwayat Bukhory).

Maka tujuan makalah ini adalah bagaimana menjadikan sholat tarowih kita diterima, dan sebisa-bisanya menyamai sholat yang dilakukan oleh Nabi saw.

Sholat tarowih Nabi Muhammad saw.


Anjuran sholat malam dan sholat tarowih pada hadits 1 dan 2 di atas diucapkan Nabi di kota Madinah (Madinatun Nabi, kota Nabi), kota yang ditempati Nabi sejak beliau hijroh dari Mekah sampai beliau wafat. Tetapi Nabi Muhammad Saw. sendiri telah diperintahkan untuk melakukan sholat malam sejak masa awal-awal turunnya wahyu di Mekah yaitu pada Surat Muzammil (surat ke 73).


[1] Hai orang yang berselimut (Muhammad),
[2] bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
[3] (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,
[4] atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.
Bila kita menganggap malam dimulai sejak maghrib sampai imsak / subuh (antara jam 18 sampai jam 4 = 10 jam), maka lama bangun setengah malam adalah kira-kira 5 jam.
[5] Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.
[6] Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
[7] Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).
[8] Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.
Di dalam buku Mukjizat Sholat Malam halaman 73-74 tersebut sebuah hadits panjang tentang Sholat Tahajjud Nabi yang potongannya adalah sebagai berikut :

Hadits 4 : Sa’ad lalu menanyakan bagaimana sholat tahajud Rosululloh Saw. ‘Aisyah menjawab, “Apakah kamu membaca surat Ya Ayyuhal Muzzammil?. Sa’ad menjawab, “Tentu”. Aisyah berkata, “Alloh Swt. Mewajibkan sholat tahajjud pada awal-awal suroh itu sehingga Rosululloh Saw. Dan para sohabatnya menunaikan sholat tahajjud selama setahun sehingga kaki mereka bengkak. Kemudian pada akhir suroh ini, Alloh memberikan keringanan sehingga sholat tahajjud menjadi sholat sunnah setelah sholat-sholat fardu ditunaikan.” (HR. Muslim)

Adapun akhir suroh Al-Muzzammil adalah sebagai berikut.

20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; 
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pada awal suroh di atas mula-mula Sholat Tahajjud diwajibkan selama ½ malam (5 jam), dalam ayat 20 ini diringankan menjadi 1/3 malam (3 jam) saja dengan membaca surat-surat yang mudah, atau bila ingin lebih panjang boleh sampai ½ malam (5 jam) atau 2/3 malam (6 jam), dan hukumnya sunnah saja, kecuali bagi yang sakit, berjalan di muka bumi mencari karunia Allah (bekerja di luar kota) dan berperang.
Bagi kita sholat tarowih/qiyam Romadhon sama halnya dengan qiyamul-lail (sholat malam) di bulan-bulan selain Romadhon hukumnya sunnat, tetapi khusus untuk Nabi saw. hukumnya wajib.

Hadits 5 : Dari Aisyah menurut riwayat Ath-Thobrony dalam Al-Ausath dengan lafazh: " 3 hal yang semuanya merupakan kewajiban atas diriku dan semuanya merupakan sunat bagi kamu sekalian, yaitu sholat witir, siwak dan qiyamul-lail." (Nailul Authar jilid III).

Untuk bisa mengerti hadits-hadits yang bersangkutan dengan tarowih maka kita harus mengetahui posisi rumah kediaman Nabi di Madinah, serta siapa-siapa yang sering masuk keluar rumah beliau sehingga dapat mengetahui cara-cara Nabi melakukan sholat tarowih.
Nabi Muhammad Saw. hijrah dari kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M. Setibanya di Madinah, beliau melepas untanya sampai berhenti sendiri. Disitulah didirikan Masjid Nabi yang "amat sederhana" beserta rumah kediaman beliau. Pada masa sekarang masjid dan rumah beliau itu ada di bawah "kubah hijau" masjid Madinah yang amat besar dan "mewah". Kalau kita masuk ke dalamnya, di sebelah kiri terdapat mihrob Nabi dan "Roudhoh" dan di sebelah kirinya lagi adalah komplex kuburan Nabi Saw. beserta 3 Kholifatur Rosyidin. Komplex inilah bekas rumah beliau yang posisinya menempel masjid. Pintunya membuka ke arah masjid, sehingga orang yang akan masuk ke rumah beliau harus melewati masjid. Rumah ini ditempati isteri beliau Siti Aisyah ra. Selain itu Nabi Saw. juga memiliki rumah-rumah untuk ke-8 isteri beliau yang lain di luar masjid Madinah. Para shohabat yang sering masuk ke rumah beliau adalah pembantunya, Anas bin Malik ra., puterinya Siti Fathimah ra., menantunya / sepupunya Ali bin Abi Tholib ra., sepupunya yang lain: Abdulloh bin Abbas ra. Mereka inilah yang dimaksud dengan para ahlul bait.

Kemudian kita harus mengetahui suasana bulan Romadhon diwaktu Nabi Muhammad Saw. masih hidup. Masalah ini penulis tanyakan kepada KH. Yusuf Muhammad LML. sewaktu beliau memberi pengajian di RSUD Dr. Subandi, berhubung penulis merasa berat melaksanakan sholat tarowih bila penulis sedang tugas dinas jaga di UGD.
Gus Yus menjawab bahwa - masyarakat Madinah pada zaman Nabi, dalam setahun hanya bekerja mencari nafkah selama 11 bulan. Sewaktu bulan Romadhon sebagian besar mereka tidak bekerja, melainkan beribadah saja di Masjid di waktu malam dan di waktu siang harinya tidur.
Ini bisa menerangkan apa bedanya sholat Nabi saw. dan sholat tarowih kita dan mengapa berbeda.
Sekarang, mari kita bahas apa yang dimaksud dengan sholat tarowih Nabi itu.


Definisi Sholat Tarowih ?

Definisi 1: Menurut H. Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam: Sembahyang tarowih yaitu, sembahyang malam pada bulan Romadhon, hukumnya sunnat mu'akkad (penting bagi laki-laki dan perempuan), boleh dikerjakan sendiri- sendiri dan boleh berjamaah. Waktunya sesudah sembahyang 'Isya sampai terbit fajar (waktu subuh).
Karena pada definisi 1 ini ada kriteria waktu (setelah Isya' dst.) maka kita harus mengetahui kapankah Nabi saw. melaksanakan sholat Isya'. Kita sering mengira bahwa Nabi melaksanakan sholat Isya pada awal waktu (sehabis Maghrib), ternyata tidak. Tidak ada hadits yang memerintahkan sholat pada awal waktu, melainkan sholatlah pada waktunya (tidak boleh sampai waktunya habis).

Hadits 6: Nabi saw ditanya tentang amal perbuatan yang paling disukai Allah, maka beliau menjawab, "Sholat pada waktunya." (HR. Bukhori dan Muslim)
.
Hadits 7 : Dari Aisyah ra., katanya : "Para sahabat melakukan sholat Isya' di antara terbenamnya mega merah sampai 1/3 malam yang pertama (antara jam 7 s/d jam 9 malam, pen.). Telah bersabda Rosululloh saw.: "Kalau tidaklah akan memberatkan ummatku, tentu kusuruh mereka mengundurkan Isya' sampai 1/3 malam (jam 9 malam, pen.) atau 1/2 malam (jam 12 malam, pen.)." (Fikih Sunnah jilid 2 karangan Sayyid Sabiq).
Jadi Nabi saw. melaksanakan sholat Isya' antara jam 21 sampai jam 12 malam. Sehingga sholat tarowih beliau dilakukan sekitar tengah malam, berakhir menjelang sahur.
Agar lebih jelas mari kita bahas teori Abdul Aziz Salim Basyarahil tentang sholat tarowih. Di dalam bukunya Melaksanakan Qiyamullail beliau menyamakan sholat tarowih dengan tahajjud.
Beliau menulis: Qiyamullail (sholatullail), witir, tahajjud, dan tarowih adalah 4 nama untuk sholat yang sama. Penyebutan nama- nama ini tergantung pada kondisi waktunya.
1). Dinamakan witir karena sholat tersebut dilakukan sesudah shalat isya' atau pada tengah malam dengan jumlah rokaat 1, (2), 3, 5, atau 7 dan satu salam.
2). Dinamakan sholatullail atau qiyamullail karena dikerjakan pada malam hari.
3). Dinamakan sholat tahajjud karena dikerjakan tengah malam (jam 12) sesudah bangun tidur: Arti (hajada) ialah bangun tidur tengah malam dengan maksud mengerjakan sholat.
4). Dinamakan sholat tarowih karena awam kaum muslimin beristirahat setelah selesai 4 rokaat. Dan mereka mengerjakan langsung sesudah sholat isya.
Kemudian penulis kutip pendapat Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy tentang masalah Sholat tahajjud dan sholat tarowih sebagai berikut:
Pada hakikatnya sholat qiyam (sholat tarowih), adalah sholat lail atau qiyamullail yang dikerjakan di masjid dengan ber-jamaah di awal malam, berdasarkan kepada sholat Nabi Saw, yang mengerjakan dengan jamaah selama tiga malam, yaitu di malam 23, 25 dan 27 bulan Romadon. Maka bagi orang yang mengerjakan sholat qiyam sendiri, atau di rumah sendiri di tengah-tengah malam di waktu manusia telah tidur, maka sholat qiyam baginya dinamakan juga sholat tahajjud dan sholat lail dan hendaklah dituruti adat-adat mengerjakan sholat lail.

Dari 2 pendapat ini kita dapat membuat definisi sholat tarowih yang lain :
Definisi 2 : Sholat tarowih atau qiyamu Romadhon adalah sholat malam (qiyamul lail) atau sholat tahajjud yang dilakukan pada bulan Romadhon.
Selanjutnya dalam pembahasan sholat tarowih penulis menggunakan definisi ke 2 ini.
Dengan definisi ini maka setelah melaksanakan sholat tarowih beserta witirnya pada hakekatnya telah melaksanakan sholat malam (qiyamul lail). Bila merasa belum puas dan ingin melanjutkan dengan sholat tahajjud sebaiknya sewaktu sholat tarowih tidak menjalankan sholat witir (yang ganjil yaitu 1 rokaat). Sholat witir ini ditunda setelah sholat tahajjud. sekitar jam 3 malam.

Hadits 8 : "Apabila tersisa 1/3 dari malam hari (jam 3 malam, pen.) Allah Azza Wa Jalla turun ke langit bumi dan berfirman, "Adakah orang yang berdo'a kepada-Ku, akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa-dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?' Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (shubuh)." (HR. Ahmad)

Hadits 9 : Bersabda Rosulullah Saw.: "Barangsiapa suka mengerjakan sunnat witir 5 roka'at, hendaklah ia mengerjakannya; barangsiapa suka mengerjakannya 3 roka'at, hendaklah ia mengerjakannya, dan barangsiapa suka mengerjakannya 1 roka'at, maka dibolehkan juga." (HR. Ahmad, Al-Bukhory dan Muslim dari Ibn Ayub, Bulughul Marom : 74).
Kaifiat sunnat witir yang dikerjakan dengan tidak bercampur sunnat tahajjud ialah.
1. Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 9 roka'at. beliau bertasyahhud pertama di akhir roka'at yang ke-8, sesudah beliau bertasyahhud, beliau bangun mengerjakan roka'at yang ke-9. Sesudah bertasyahhud ke-2, beliau bersalam.
2. Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 7 roka'at. Beliau bertasyahhud pertama di akhir roka'at yang ke-6, dan sesudah beliau bertasyahhud, beliau bangun mengerjakan roka'at yang ke-7. Sesudah bertasyahhud yang ke-2, beliau bersalam.
3. Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 7 roka'at. Beliau bertasyahhud di akhir roka'at yang ke-7 sahaja, dan terus bersalam.
4. Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 5 roka'at. Beliau bertasyahhud di akhir roka'at yang ke-5 sahaja dan terus bersalam.
5. Ada diriwayatkan, bahwasanya Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 3 roka'at. Beliau bersalam di akhir roka'at yang ke-2. Sesudah itu beliau mengerjakan satu roka'at lagi.
Cara inilah yang dipilih oleh Imam Malik.
6. Juga ada diriwayatkan bahwasanya Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 3 roka'at dengan bertasyahud di akhir roka'at yang ke-3 saja dan bersalam.
7. Nabi Saw. mengerjakan sunnat witir 1 roka'at.
Cara inilah yang dipilih oleh imam Asy Syafi'iy dan Abu Sulaiman.
Walhasil, dapatlah kita simpulkan, bahwa sunnat witir itu 1 roka'at, 3 roka'at, 5 rokaat, 7 roka'at dan 9 roka'at.

Hadits 10 : Dari Aisyah r.a. : Apabila berwitir dengan 3 rokaat, pada rokaat pertama setelah membaca Al Fatihah, kita membaca: "Sabbihisma Robbikal A'la", dan pada rokaat ke 2 "Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun", pada rokaat ke-3 "Qul Huwalloohu Ahad", "Qul A'uudzu bi Robbil Falaq", serta "Qul A'uudzu bi Rabbin Naas". (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Menurut Ubay bin Ka'b ra. membaca "Qul Huwalooahu Ahad" pada rakaat ke-3. (HR. Nasa'y).

Mengapa disebut Sholat Tarowih ?

Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy menulis sebagai berikut : "Tarowih adalah jama' dari tarwihah diartikan pada asalnya adalah istirahat pada setiap 4 roka'at, kemudian setiap 4 roka'at itu dinamakan tarwikhah juga." (Dari kitab Pedoman Shalat).
Keterangan tentang istirahat pada setiap 4 rokaat ada pada 2 hadits di bawah :

Hadits 11 : Dari Abu Salamah bin Abdurrohman bahwa ia bertanya kepada 'Aisyah ra, bagaimana sholat Rosulullah saw. di bulan Romadhon? 'Aisyah menjawab: "Rosululloh Saw. tidaklah melebihi dari 11 roka'at, baik di bulan Romadlon maupun di bulan lainnya, beliau sholat 4 roka'at dan janganlah ditanyakan tentang kebaikannya dan panjangnya, kemudian beliau sholat 4 rokaat, jangan ditanyakan kebaikannya maupun panjangnya, selanjutnya beliau sholat 3 roka'at. Lalu 'Aisyah berkata, aku bertanya kepada Rosululloh saw.: "Wahai Rosululloh, apakah engkau tidur lebih dahulu sebelum mengerjakan witir ?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidaklah tidur." (Muttafaq alaih - kitab Al-Lu'lu wal-Marjan).

Hadits 12 : Dari 'Aisyah ra. "Adalah Rosululloh saw. sholat 4 roka'at di waktu malam, lalu beliau istirahat (tarwihah, pen) dan berlangsung lama sehingga aku kasihan kepadanya." (Dari kitab Subulus salam).
Yang dimaksud dengan sholat malam 4 rokaat ini adalah dua - dua dengan 2 salam :

Hadits 13 : Dari 'Aisyah ra, ia berkata: "Adalah Rosululloh saw. sholat malam antara sesudah Isya' hingga fajar 11 raka'at, mengucapkan salam setiap 2 roka'at dan mengerjakan witir 1 roka'at. Apabila mu'adzin menyerukan adzan sholat subuh dan menjadi jelaslah terbitnya bagi beliau, datanglah muadzin kepadanya, lalu beliau berdiri mengerjakan sholat 2 raka'at yang ringan kemudian beliau berbaring di atas sisi kanannya sampai mu'adzin mendatanginya untuk menyerukan iqomah." (HR. Al-Jama'ah selain Tirmidzi, Nailul Authar juz III halaman 77).

Hadits 14 : Dari 'Aisyah ra: "Bahwa Rosululloh saw. apabila bangun dari tidur bersiwak, lalu berwudlu, kemudian sholat 8 raka'at, beliau duduk pada setiap 2 roka'at serta memberi salam, setelah itu mengerjakan witir sebanyak 5 roka'at tidak duduk dan tidak mengucapkan salam kecuali pada roka'at yang ke-5." Diriwayatkan oleh Ahmad (Nailul Authar, Juz III bab keutamaan sholat sunnah dua-dua).

Hadits 15 : Dari Abdulloh bin Abbas ra. bahwa pada suatu malam ia menginap di rumah Maimunah isteri Nabi saw. yang juga bibinya, aku berbaring di pinggir bantal dan Rosululloh saw. bersama isterinya berbaring di bagian bantal yang panjang. Kemudian Rosululloh saw. tidur sampai larut malam (tengah malam), atau kurang sedikit, atau sesudahnya lebih sedikit, lalu Rosululloh bangun terus duduk seraya mengusap wajahnya dengan tangannya untuk menghilangkan bekas tidur, selanjutnya beliau membaca ayat terakhir dari surat Ali Imron, setelah itu beliau bangkit menuju tempat air yang tergantung dan berwudhu dari situ serta membaguskan wudhunya, sesudah itu beliau berdiri mengerjakan sholat.
Berkata Ibnu Abbas: Maka aku pun berdiri dan melakukan seperti apa yang lakukan, kemudian aku pergi dan dan berdiri di sampingnya. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku dan memegang telingaku yang kanan seraya menjewernya dan menarik saya dari kirinya ke kanannya; setelah itu beliau sholat dua rokaat, lalu dua roka'at (=4), kemudian dua roka'at dan dua roka'at lagi (=8), lalu dua roka'at, kemudian dua roka'at lagi (=12) selanjutnya beliau mengerjakan witir, setelah itu beliau berbaring hingga mu'adzin mendatanginya dan beliau berdiri mengerjakan sholat: dua roka'at yang ringan, kemudian beliau keluar untuk mengerjakan sholat subuh." (Muttafaq alaih, Al-Lu'lu wal marjan, jilid I).

Menurut Siti Aisyah ra. sholat malam nabi itu baik dan panjang. Berapa panjangkah sholat Nabi itu ?

Hadits 16 : Pada suatu malam Hudzaifah RA. mengerjakan sholat malam di belakang Rosulullah Saw. Maka beliau mendengar Rosulullah Saw. membawa surat Al-Baqoroh, Ali 'Imron dan An Nisa'.
Ketiga surat-surat ini panjangnya hampir 6 juz (= 1/5 Al Qur'an).
Kalau kita melihat sholat tarowih di Mekkah dimana setiap malam dibaca 1 juz dalam 2 ½ jam, maka seharusnya sholat malam Nabi ini lamanya adalah 15 jam. Tetapi dari perhitungan lama sholat tahajjud Nabi Saw. pada tafsir surat Al-Muzammil di atas lamanya sholat malam Nabi Saw. adalah 5 jam saja, sehingga bacaan Nabi 3 x lebih cepat dari bacaan imam masjid Mekkah.
Karena itu Nabi beristirahat setiap 4 rokaat adalah sangat wajar. Sedang sholat kita yang jauh lebih pendek itu apakah memerlukan istirahat ? Kalau tanpa istirahat apakah masih patut dinamakan sholat tarowih ? Sebaiknya tidak, maka namanya yang tepat adalah Qiyamur Romadhon.


Sholat Tarowih Nabi Secara Sendi-rian di Rumah dan Berjamaah di Masjid

Pada prinsipnya sholat-sholat sunnat seba-iknya dilakukan di rumah sedang sholat wajib (untuk laki-laki dewasa) sebaiknya berjamaah di masjid.

Hadits 17 : Sabda Rosulullah saw.: "Hai manusia sholatlah kamu di rumahmu masing-masing, sesungguhnya sebaik-baik sholat seseorang dikerjakan di rumahnya, kecuali sholat 5 waktu (maka di masjid lebih baik)”. Riwayat Bukhori dan Muslim.
Karena sholat malam bersifat sunnah maka Nabi hampir selalu melaksanakannya sendirian di rumah beliau, sehingga hanya ahlul baitlah yang mengetahui sholat malam Nabi.
Selama hidupnya Nabi saw. mengerjakan sholat tarowih berjamaah hanya 3 x.

Hadits 18 : Abu Dzar berkata dalam Al Muntaqa, yang diriwayatkan oleh 5 imam dan disohihkan oleh Imam Tirmidzi dan diriwayatkan pula oleh Baihaqi dan nashnya dalam sunan sebagai berikut: "Kami berpuasa bersama Rosulullah saw. dalam bulan Romadhon. Rosulullah tidak sholat bersama kami pada bulan itu kecuali pada malam ke-23, di malam itu beliau menghabiskan 1/3 malam (3 jam). Dan beliau tidak salat bersama kami pada malam ke-24, tetapi beliau sholat pada malam ke-25 sampai menghabiskan 1/2 malam (5 jam) Lalu kami bertanya kepada Rosululloh Saw., "Bolehkah kami melaksanakan sunat pada sisa malam itu?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya seseorang apabila solat bersama imam sampai selesai, maka ia diberi pahala untuk seluruh malam itu." Kemudian pada malam 27 beliau membangunkan keluarganya dan berkumpullah orang-orang hingga kami takut ketinggalan mendapatkan kebahagiaan."

Hadits 19 : "Bahwasanya Nabi Saw. mengerjakan sholat (tarowih), di dalam masjid bersholat pulalah di belakangnya beberapa orang. Kemudian di malam berikutnya bersholat pula Nabi, maka banyaklah orang-orang menurutinya. Di malam yang ke-3, mereka berkumpul pula. Akan tetapi Nabi tiada keluar ke masjid. Di pagi hari Nabi bersabda: "Saya telah melihat apa yang telah kamu perbuat semalam. Tak ada yang menghalangi saya keluar ke mesjid semalam itu, selain dari aku takut difardlukan sholat itu (sunnat tarowih itu) atas kamu." (An-Nail dari Abu Hurairah; 3: 61).
Hadits inilah yang dipegang oleh ulama-ulama dalam menetapkan kesunatan mengerjakan sunnat tarowih dengan berjama'ah di mesjid. Dan hadits ini menyatakan pula kepada kita: kebolehan kita mengikuti seseorang yang tidak sengaja untuk menjadi imam.

Sholat Tarowih Setelah Rosul Wafat

Sholat dengan jumlah rokaat seperti sholat Nabi ini dilaksanakan oleh para shohabat sampai dengan awal pemerintahan Umar ra. Selanjutnya para salaf (shohabat zaman awal) menambah jumlahnya menjadi 20 rokaat atau lebih.

Hadits 20 : Adapun bacaan tarowih pada masa Abu Bakar Siddiq r.a. panjang sekali, sebagaimana diberitakan oleh putranya, yaitu Abdulloh bin Abu Bakar. Ia berkata, "Aku mendengar bapakku berkata, "Kami pulang setelah sholat (qiyamu Romadhon), lalu kami bergegas untuk makan sahur karena takut segera terbit fajar."

Hadits 21 : "Kami sholat di zaman Umar bin Khoththob r.a. dalam bulan Romadhon 13 rokaat, tetapi demi Allah aku tidak keluar kecuali hampir terbit fajar." Dalam sholat itu imam membaca Quran pada tiap rokaatnya 50 ayat sampai 60 ayat. Dalam riwayat Saib dijelaskan bahwa mereka membaca Quran 200 ayat dan mereka sholat sambil bertekan pada tongkat karena lama dan berat berdiri. Hal ini terjadi pada zaman Umar bin Khoththob r.a.

Hadits 22 : Kata Az Zarqany: "Ibnul Hibban menerangkan, bahwa tarowih pada mula-mulanya adalah 11 rokatat. Para Salaf mengerjakan sholat itu dengan memanjangkan bacaan. Kemudian mereka merasa berat, lalu mereka meringankan bacaan dan menambah roka'at; mereka mengerjakan sebanyak 20 roka'at dengan bacaan yang sederhana. Yang 20 itu adalah yang selain dari syifa' dan witir (selain dari 2 dan 1 roka'at). Kemudian mereka meringankan lagi bacaan serta menambahkan roka'at, lalu menjadi 36 selain dari syafa' dan witir. Dan terus-meneruslah berlaku yang demikian."

Hadits 23 : Dari Abdurrohman bin Abdin (seorang qori). Ia mengatakan, "Aku pernah keluar rumah pada suatu malam di bulan Romadhon bersama Umar bin Khoththob r.a. menuju ke masjid, tiba-tiba kami mendapatkan orang-orang di masjid sholat berkelompok-kelompok, ada yang munfarid (sendiri), ada yang sholat diikuti oleh beberapa orang, dan ada pula yang berkerumun pada orang yang suaranya merdu dan bacaannya baik (fasih). Kemudian Umar bin Khoththob berkata, "Saya pikir kalau mereka dipersatukan pada satu imam, niscaya akan lebih baik dan bertaulad."
Kemudian beliau berteguh hati untuk mengumpulkan mereka di belakang satu imam, yaitu Ubay bin Kaab.
Kemudian aku keluar lagi bersama beliau pada malam lain sesudah itu, dan didapatkan orang-orang di masjid berjamaah dengan satu imam. Maka beliau berkata, "Alangkah baiknya bid'ah ini, dan orang-orang yang tidur terlebih dahulu untuk sholat di tengah malam lebih utama daripada orang-orang yang sholat di awal malam." Beliau menginginkan sholat di akhir malam, sedangkan orang-orang melaksanakannya di awal malam." (Riwayat Bukhori)

Masalah Melaksanakan Sholat Tahajjud di Tengah Malam Setelah Melaksanakan Sholat Tarowih di Awal Malam

Setelah Kholifah Umar R.a. menjadikan sholat tarowih dari sholat sendirian di rumah dan di masjid (=sholat tahajjud) menjadi sholat berjamaah di masjid, kemudian para salaf memindahkan waktunya dari setelah tidur malam menjadi sebelum tidur malam maka berubahlah sifat sholat tarowih itu dari sifatnya semula yang bersifat sholat sendirian di kesunyian malam menjadi sholat massal di keramaian masjid sehingga hilanglah sifat sholat tahajjudnya. Bahkan dirasakan bahwa sholat tarowih ini seperti sholat ba’diyah isya’ saja dan tidak puas. Timbul keinginan untuk menambahkan padanya sholat malam lain setelah tidur malam yang salah kaprah disebut sebagai sholat tahajjud. Padahal per definitif sholat tarowih adalah bentuk lain dari sholat tahajjud. (Definisi 2 : Sholat tarowih atau qiyamu Romadhon adalah sholat malam (qiyamul lail) atau sholat tahajjud yang dilakukan pada bulan Romadhon).
Untuk mengatasi hal ini di Masjid al-Harom Mekah pada bulan Romadhon, pada tanggal 1-20 sholat witir disertakan dalam sholat tarowih. Lantas mulai malam malam 21 Romadhon, mereka tidak menjalankan sholat witir setelah menjalankan sholat tarowih karena pada jam-jam tengah malam di Masjid al-Harom diselenggarakan sholat lail (sholat malam) yang memakan waktu hampir sama dengan sholat tarowih. (Tradisi Orang-orang NU halaman 80).
Maka bagi yang melaksanakan sholat tarowih dan sholat malam / tahajjud, kemudian sholat witir, sholat lail itu berlangsung 2 kali yaitu sholat lail sebelum tidur dalam bentuk sholat tarowih kemudian dilanjutkan dengan sholat lail setelah tidur malam dalam bentuk sholat tahajjud.
Pada zaman Nabi Muhammad Saw. keinginan shohabat untuk menambah sholat lain setelah sholat tarowih yang pendek juga terjadi sebagaimana telah kami tulis pada hadis 18 yang potongannya kami kutip di bawah :

Hadits 18 : …………. Lalu kami bertanya kepada Rosululloh Saw., "Bolehkah kami melaksanakan sunat pada sisa malam itu?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya seseorang apabila solat bersama imam sampai selesai, maka ia diberi pahala untuk seluruh malam itu." ………….

Lama berdiri sholat Nabi saw. bila sendirian

Lama berdiri sholat tarowih 8 rokaat dan selama 5 jam itu adalah : 5 jam dibagi 8 rokaat = 38 menit per rokaatnya. Sholat ini dilakukan pada tengah malam. Ini sangat berat. Maka para salaf pada zaman Kholifah Umar berusaha untuk meringankannya dengan jalan :
1. Menggeser waktunya dari setelah tidur malam ke sebelum tidur malam.
2. Mengurangi lamanya berdiri per rokaat (kurang dari 38 menit) yaitu:
3. Secara berangsur-angsur menambah jumlah rokaatnya sampai 20 rokaat.
Maka lama berdiri per rokaatnya menjadi < (kurang dari) 5 jam : 20 rokaat = < 1/4 jam = <>

Lama berdiri rokaat Nabi saw. sewaktu sholat qiyamu Romadhon berjamaah (hadits 16, dari Abu Dzar ra.)

Jumlahlah 8 rokaat, dimulai pada tengah malam. Selama hidupnya beliau hanya pada suatu Romadhon menjelang wafatnya mengimami 3 kali sholat malam yang lamanya tidak sama. Bila malam dihitung sejak Maghrib sampai Shubuh (11 jam) maka sholat berjamaah Nabi Saw. tadi dapat dibagi menjadi :
1. Ringan, sepertiga malam (3 jam)
2. Sedang, setengah malam (5 jam)
3. Berat, sampai hampir fajar (bila dimulai sejak Isyak / jam 21), lamanya adalah 6 1/2 jam.
Sholat nomer 3 ini adalah sangat berat sehingga para salaf saja sukar menirunya (hadits 20), apalagi kita.
Sedang yang pertama dan kedua lebih ringan sehingga banyak ditiru oleh para ahli ibadat.

Mengapa Para Shohabat Besar dan para Imam Madzhab Melaksanakan Sholat Tarowih Lebih Banyak Rokaatnya Dari Sholat Nabi ?

Sebelum kita membahas alasan-alasan para ulama yang membenarkannya, baiklah kita bahas pembagian hadits yang terbagi atas 5 macam:
1. Hadits qouli : berisikan ucapan Nabi. Derajatnya adalah yang paling kuat, contoh :

Hadits 24 : Dari Ibnu Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki berdiri lalu bertanya kepada Rosulullah saw, "Wahai Rosululloh, bagaimana cara sholat malam itu?" Maka Rosululloh saw menjawab (qouli, pen.), "Shalat malam itu adalah dua-dua (rokaat); dan apabila kamu khawatir datangnya shubuh, maka witirlah satu raka'at." (diriwayatkan oleh imam-imam hadits-nailul Authar, juz ketiga)
Tentang sholat tarowih ini tidak ada hadits qouli (ucapan Nabi saw.) tentang berapa jumlah pasti/mutlaknya, yang ada adalah perkataan (qouli) beliau tentang jumlah relatifnya yaitu pada hadits 24 di atas. Sehingga jumlahnya boleh 2, 4, sampai tak terbatas asal dilakukan sebelum subuh. Jumlah maksimalnya tergantung jumlah ayat yang dibaca setiap rokaat. Bila ayat-ayat per rokaatnya banyak/panjang mungkin hanya tercapai 8 rokaat, bila ayat-ayat per rokaatnya sedikit/pendek bisa tercapai 20 rokaat atau lebih.
2. Hadits fi'li : menceriterakan yang dikerjakan Nabi. Derajatnya kurang kuat.
Semua hadits tentang jumlah rokaat sholat tarowih adalah dalam bentuk hadits fi'li, contoh di bawah adalah apa yang dikerjakan (fi'li) Nabi, yang dilihat (dan dikatakan) oleh Umar ra, bukan yang dikatakan Nabi Saw. (qouli).

Hadith 25 : Kesaksian 'Umar Ra., yaitu: "Nabi Saw. mengerjakan sunnat tahajjud 8 roka'at dengan 4 salam dan sesudah itu beliau mengerjakan sunnat witir 1 roka'at."
Selanjutnya :
3. Hadits taqriri, berisi ketetapan Nabi saw. terhadap perbuatan shohabat. Nabi membiarkan perbuatan yang dilakukan para shohabat apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Contoh :

Hadits 26 : "Ubay ibn Ka'ab" datang kepada Rosulullah dan berkata: "Ya Rosululloh, saya telah berbuat sesuatu semalam" ini terjadi dalam bulan Romadhan). Nabi bertanya "Apakah yang telah engkau lakukan itu?" Ubay menjawab "Ada beberapa orang wanita di rumahku berkata: "Kami tidak bisa membaca Al Qur’an (kami tidak banyak menghafal surat-surat Al Qur’an), maka kami tidak dapat mengerjakan sholat sebagaimana yang engkau kerjakan." Karena itu sayapun bersholatlah dengan mereka, sebanyak 8 roka'at dan kemudian saya berwitir." Mendengar itu Nabi Saw. tidak mengatakan apa-apa.
Maka perbuatan Ubay itu menjadi suatu "sunnattur ridlo" (taqrir) yaitu laki-laki boleh mengimami perempuan shalat tarowih berjamaah 8 rokaat..
4. Hadits hammi menyebutkan keinginan Nabi yang belum terpenuhi.
5. Hadits ahwali menyebutkan hal-ihwal Nabi yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya.

Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis dapat memerinci bedanya shalat tarowih Nabi Saw. dengan sholat kita sebagai berikut :
1. Bagi Nabi saw. sholat malam hukumnya wajib (QS. 73 dan hadits 4 dari Aisyah ra.), bagi kita hukumnya sunnat (hadits 2 dari Abu Huroiroh ra.).
2. Sholat malam Nabi yang dilakukan sendirian menurut Quraisy Shihab lamanya sekitar 5 ½ jam. Sedang yang dilakukan oleh beliau 3 kali secara berjamaah lebih singkat. Shalat Tarowih di Masjidil Harom Mekkah (23 rokaat beserta witirnya) lamanya 2 ½ jam. Sedang qiyam Romadhon kita jauh kurang dari itu.
3. Nabi saw. dan para shohabat pada bulan Romadhon tidak bekerja pada siang harinya (keterangan dari Gus Yus), sehingga lebih mudah mengumpulkan jamaah setelah tengah malam, sedangkan kita tetap bekerja sehingga sukar mengumpulkan jamaah setelah tengah malam.
4. Nabi saw. sholat tarowih setelah sholat Isya' yang waktunya diundur (jam 9-12 malam, hadits 6), sedangkan kita (yang sholat di masjid) melaksanakannya setelah sholat Isya' pada awal waktu (kira-kira jam 7).
5. Nabi saw., Abu Bakar ra. dkk. (hadits 18) dan awal kholifah Umar ra. (hadits 19), melaksanakannya pada tengah malam setelah tidur, sedangkan kita (yang melaksanakannya secara berjamaah di masjid), sholat tarowih dilakukan sebelum tidur malam (meniru shohabat salaf/awal), dalam 1 jamaah (meniru Umar ra., hadits 21)
6. Nabi saw. (bila sholat sendiri), Abu Bakar ra. dkk. dan awal kholifah Umar ra., serta sholat ke-3 Nabi Saw. secara berjamaah, mengakhiri sholatnya karena dibatasi sahur.
Pada 2 sholat tarowih lainnya yang dilakukan oleh Nabi Saw. secara berjamaah, diakhiri jauh sebelum sahur. Kita mengakhiri sholat karena mengikuti imam.
.
7. Sholat Nabi saw. dilakukan empat-empat (hadits 10 dari Aisyah ra.), mengucapkan salam setiap 2 roka'at (hadits 12 dan 13 dari Aisyah ra., hadits 14 dari ibnu Abbas ra., hadits 23 dari ibnu Umar dan hadits 24 dari Umar ra.) sedangkan kita ada yang melaksanakan setiap 4 rokaat 1 salam.
8. Nabi melaksanakan sholat witir dengan jumlah rokaat : 1, (2), 3, 5, 7 dan 9 setelah tidur (hadits 8 dari ibnu Ayyub dan kaifiat di bawahnya)., sedangkan kita melaksanakannya 3 rokaat sebelum tidur.
9. Nabi saw. (sewaktu melaksanakan sholat malam sendiri), melaksanakan istirahat (tarwihah) yang lama (hadits 11 dari Aisyah ra. ) karena terlalu payah sehabis sholat 4 rokaat (2 salam) yang sangat lama (hadits 10 dari Aisyah ) sedangkan kita ada yang beristirahat sebentar setelah 4 rokaat sekedar meniru Nabi saw., meskipun sholatnya cuma sebentar.
10. Di Masjid al-Harom mulai malam malam 21 Romadhon tidak dijalankan sholat witir setelah sholat tarowih karena pada jam-jam tengah malam itu diselenggarakan pula sholat lail (sholat malam) Maka bagi yang melaksanakan sholat tarowih dan sholat malam / tahajjud, kemudian sholat witir, sholat lail itu berlangsung 2 kali yaitu sholat lail sebelum tidur (= sholat tarowih) kemudian dilanjutkan dengan sholat lail setelah tidur malam (= sholat tahajjud). Sedang Nabi saw. hanya menjalankan sholat lail di bulan Romadhon satu kali saja yaitu setelah tidur malam.
Penutup
Demikianlah telah dibahas perbandingan pelaksanaan shalat tarowih kita dengan tarowih Nabi Muhammad saw.
Kami serahkan kepada para pembaca masing-masing untuk menilai dirinya sendiri.
Kami yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca yang menemukan kekurangannya dan kesalahannya sudilah memberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wal ‘lloohu ‘lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq.





Daftar Kepustakaan
1. Abdul Aziz Salim Basyarahil, Melaksanakan Qiyamullail, penyunting Solihat, Gema Insani Press, Jakarta 1994.
2. Al Imam Muhammad Asy Syaukani, Terjemah Nailul Authar Jilid III, Penerjemah Drs. Hadimulyo dkk. CV. Asy Syifa', Semarang, 1994.
3. 'Athiyyah Muhammad Salim, Tarawih Seribu Tahun Lebih Di Masjid Nabi Saw., Penerjemah: Drs. Agus Salam Rahmat, CV. Sinar Baru Bandung, 1992.
4. Departemen Agama RI., Al-Qur'an Dan Terjemahnya, CV. Asy-Syifa', Semarang, 1999.
5. Dirjen Binmas dan Urhaj Depag RI, Sejarah Tempat Ziarah di Tanah Suci, Jakarta 1980.
6. Drs. H. Mudatsir, Ilmu Hadits, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999.
7. H, Munawar Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006.
8. H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Penerbit Djajamurni, Djakarta, 1954.
9. Ibnu Hajar al 'Asqalani, Bulughul Maram, diterjemahkan oleh A. Hassan, Pustaka Tamaam, Bangil, 2001.
10. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu), Pustaka Hidayah, Jakarta, 1997.
11. Prof. Dr. HAMKA, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XIX, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1964.
12. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, Bulan Bintang, Jakarta, 1951.
13. Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal, Mukjizat Shalat Malam, penerjermah Irwan Kurniawan, Mizania, Bandung, 2006.
14. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 2, alih bahasa oleh Mahyudin Syaf, Penerbit Maarif, Bandung, Cetakan Pertama 1976, Cetakan ke 17 tanpa tahun.