Sabtu, 24 Desember 2011

WA'ILAH ISTERI NABI LUTH MATI DALAM KESESATAN

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth menjadi perumpamaan bagi orang-orang yang ingkar. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang soleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu berkhidmat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya)." Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)." (At-Tahrim: 10)

Dalam perjalanan hidup seorang nabi, apabila ia mendapati kebenaran yang datang dari Allah, keluarga terdekatnyalah yang terutama mesti ia seru terlebih dahulu. Orang yang paling dekat dengannya tentu saja memperoleh kesempatan paling besar untuk menerima seruannya. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan isteri Nuh dan anaknya. Meskipun keduanya adalah orang-orang yang paling dekat dengan beliau, mereka termasuk golongan yang ingkar akan kebenaran Allah dengan enggan beriman.

Begitu pula wanita yang satu ini, isteri salah seorang dari nabi Allah, yakni isteri Luth as. Luth adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah kepada kaumnya di Sadom, sebuah negeri besar yang mempunyai banyak kota, sedangkan penduduknya tenggelam dalam arus kemaksiatan. Rakyat Negeri Sadom ketika itu berserikat dan bahu-membahu dalam perbuatan dosa yang mengaibkan.
Nabi Luth diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaumnya itu, termasuk kepada isterinya sendiri. Berkata Nabi Luth kepada mereka seraya mengingatkan: "Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas." (Al-A'raf: 80-81)

Memang, kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang paling rendah, kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada manusia seburuk mereka sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan seorang nabi Allah yang juga pernah didengar oleh kaum-kaum lain sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa terusik kesenangannya. Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya kembali. Ketika, mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang seorang perempuan tua menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama perempuan tua itu mendengar rencana kaum Luth itu, dan ia tersenyum bangga mendengar rencana itu.

"Akan kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan Luth," ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan. "Lubang yang mana itu?" tanya mereka dengan keinginan yang penuh harap.
"Tidak akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai upahnya," sahut si perempuan tua.
Tak seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran mendengar ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat lobanya itu. Salah seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam sakunya; kemudian mengambil sekeping perak dan diberikannya kepada perempuan tua itu. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu cepat mengambil dan menyembunyikan kepingan perak itu di dadanya. "Kalian dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!" Kata perempuan itu kemudian.

Terbelalaklah mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin mendekatkan telinga masing-masing ke mulut perempuan penipu itu dengan penuh harapan.
"Bagaimana caranya?" Tanya mereka serentak.
"Kalian harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya kepada kalian."
Dengan kesal, salah seorang dari mereka berteriak. "Kami tidak ada urusan dengan isteri Luth!"
Dengan wajah marah, perempuan tua itu kembali berkata: "Aku lebih mengerti hal itu daripada kalian!"

"Kalau begitu," sela salah seorang yang lain. "Apa peranan isteri Luth dalam hal ini?"
"Dengar baik-baik. Peranan isteri Luth sama seperti perananku bagi kalian sekarang ini," jawabnya.
"Jadi, apakah kamu berharap agar isteri Luth dapat menunjuki kami, siapa orang-orang yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang engkau lakukan kini?" tanya salah seorang dari mereka. Dengan kedua mata yang bersinar, disertai kegembiraan haiwani, perempuan tua berlalu sambil bergumam, "Ya... ya..."

Isteri Nabi Luth sedang menyelesaikan sebahagian pekerjaannya ketika terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Segera ia berlari, membukakan pintu. Dan seorang perempuan tua tiba-tiba berada di hadapannya. Dengan tergopoh-gopoh perempuan tua itu lalu berkata: "Hai, anakku, adakah seteguk air yang dapat menghilangkan dahaga yang kurasakan ini?"
"Silakan masuk dahulu," jawab Wa'ilah, isteri Nabi Luth, dengan lembut." Akan kuambilkan air untukmu."
Perempuan tua itu kemudian duduk menunggu, sementara Wa'ilah masuk ke dapurnya. Tak lama kemudian, Wa'ilah kembali dengan membawa bekas yang penuh berisi air untuk tamunya itu. Dengan lahap, si perempuan tua segera meneguk habis air di bekas tersebut, dan kemudian melepas nafas dengan lega.

"Kami hidup bersama suamiku, Luth namanya, dan dua anak perempuanku," jawab Wa'ilah.
Perempuan itu kemudian memalingkan wajahnya ke sekeliling rumah yang kecil itu, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan prihatin akan apa yang dilihatnya. Dengan wajah yang memperlihatkan kesedihan, perempuan tua itu berkata: "Aduhai, apakah kesengsaraan menimpamu, Anakku?"
"Aku tidak sengsara, bahkan rumah ini cukup bagi kami, dan aku mempunyai suami yang memberiku makan dan minum bersama kedua puteriku," jawab Wa'ilah.

Perempuan tua penipu itu lebih mendekat kepada isteri Nabi Luth sambil berkata: "Dapatkah ruangan seperti ini disebut rumah? Dapatkah yang engkau teguk dan engkau rasakan ini disebut makanan atau minuman?"
Wa'ilah terpegun mendengar ucapan perempuan tuan itu. Dengan penuh keheranan, ia kemudian bertanya. "Kalau begitu, apa yang selama ini kumakan dan kuminum?"
Cepat-cepat perempuan tua itu berkata: "Panggillah aku dengan sebutan ibu. Bukankah kedudukanku seperti ibu saudaramu?" Kemudian ia menyambung lagi. "Sesungguhnya semua ini adalah kemiskinan dan kesengsaraan hidup yang membawa kemalangan bagimu, hai anakku. Mengapa kamu tidak masuk ke rumah orang-orang kaya di antara kaummu. Tidakkah kamu melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan, kesenangan, dan kenikmatan...? Kamu berparas cantik, hai anakku. Tidak layak kamu membiarkan kecantikanmu itu dalam kemiskinan hina begini. Tidakkah kamu sedari bahwa kamu tidak mempunyai anak lelaki yang dapat bekerja untuk memberimu makan kelak apabila suamimu meninggal dunia?"

Wa'ilah, isteri Nabi Luth, mendengarkan dengan saksama semua ucapan perempuan tua itu. Ya, ucapan itu telah membuatnya terlena sambil merenung atap rumahnya. Sesekali ia perhatikan perempuan tua yang semakin mengeraskan suaranya yang penuh nada kesedihan dan kedukaan. Dalam lamunannya itu, tiba-tiba Wa'ilah merasakan pelukan perempuan tua itu di bahunya.
Ketika perempuan tua itu menghentikan pembicaraannya, isteri Nabi Luth memandang kepadanya sambil berusaha meneliti kalimat-kalimat yang baru didengarnya. Tetapi si perempuan tua tidak memberinya kesempatan untuk berfikir, bahkan ia mulai menyambung pembicaraannya dengan berkata: "Hai, anakku, apakah yang dikerjakan suamimu? Bagaimana hubungannya dengan penduduk Negeri Sadom dan kampung-kampung kecil di sekelilingnya?

Sesungguhnya orang-orang di sini menginginkan sesuatu yang dapat menyenangkan hati mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dan sesuatu yang dicarinya itu dapat menjadi sumber penghasilan dan kekayaan bagi orang yang mahu membantu mereka. Lihatlah! Lihatlah, hai anakku, kepingan-kepingan emas dan perak ini! Sesungguhnya emas dan perak bagiku adalah barang yang mudah kuperolehi. Aku menunjukkan kepada kaumku beberapa lelaki berwajah `cantik' yang datang dari kota. Sedangkan kamu... di rumahmu sering datang beberapa pemuda dan remaja lelaki kepada suamimu.

Ya, suamimu yang seruannya diperolok-olok oleh kaum kita. Pekerjaan semacam ini sebenarnya tidak memberatkan kamu. Suruhlah salah seorang puterimu menemui sekelompok kaum kita dan memberitahu mereka akan adanya lelaki tampan di rumahmu. Dengan demikian, engkau akan memperoleh emas atau perak sebagai hadiahnya setiap kali engkau kerjakan itu. Bukankah pekerjaan itu amat mudah bagimu? Dengan itu, engkau bersama puteri-puterimu dapat merasakan kenikmatan sesuai dengan apa yang kalian kehendaki."

Sambil mengakhiri ucapannya, perempuan tua itu meletakkan dua keping perak di tangan Wa'ilah, dan kemudian segera keluar. Isteri Nabi Luth duduk sambil merenungkan peristiwa yang baru terjadi itu tentang keadaan pekerjaan yang dicadangkan oleh si perempuan tuan. Dan... ia kebingungan sambil berputar-putar di sekitar rumahnya. Suara perempuan tua itu masih terngiang-ngiang di telinganya, sementara di tangannya terselit dua keping perak. Wa'ilah dibayangi keraguan apakah sebaiknya ia terima saja saranan perempuan tua itu. Tetapi, apa yang akan dikatakan orang nanti tentang dirinya jika hal itu ia lakukan; bahwa isteri seorang yang mengaku sebagai Rasul Allah dan menyerukan kebajikan, ternyata, menolong kaumnya dalam melakukan kebatilan.

Tiba-tiba datang suara yang membisikkan ke telinganya: "Perempuan tua itu telah menasihatimu. Ia tidak mengharapkan sesuatu kecuali kebaikan dan kebahagiaan bagimu. Kamu tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh kaummu. Dan lagi pekerjaan yang dicadangkan perempuan tua itu sama sekali tidak memberatkanmu. Kamu hanya memberitahu mereka tentang kedatangan tamu-tamu suamimu, Luth. Lekaslah... lekaslah... nanti akan kukatakan... lekas, supaya engkau memperoleh kekayaan dan kenikmatan... Cepatlah...!" Dan tiba-tiba, tanpa ragu-ragu, Wa'ilah berkata: "Baiklah, kuterima..."

"Kalau begitu, selamat kuucapkan kepadamu," demikian Iblis membisikkan kepadanya." Sesudah ini engkau akan merasakan kenikmatan di dalam kehidupanmu..."
Nabi Luth kembali kepada penduduk desa yang berada di sekitar Sadom untuk menyerukan kebenaran Ilahi sesuai dengan perintah Allah kepadanya. "Mengapa kalian mengerjakan perbuatan tercela itu, yang belum pernah diperbuat oleh seorangpun di dunia ini sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui batas."

Perlawanan penduduk Sadom terhadap dakwah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth kepada mereka membuat kesedihan dan kedukaan di hati Nabi Luth sendiri. Betapa kaumnya tidak mahu menerima kebenaran dan tidak menghendaki diri mereka bersih dari perangai yang hina dan merusakkan itu.
Hari demi hari berlalu. Setiap isteri Nabi Luth melihat beberapa lelaki datang ke rumahnya, ia segera memberi tahu kaumnya tentang hal itu dan setiap kali berita yang dibawanya sampai kepada kaumnya si perempuan tua datang kepadanya dengan membawa sepotong perak seraya berkata: "Jika engkau selalu menolong kami, nescaya engkau akan dapatkan terus sekeping perak, sementara suamimu tidak dapat menyeru kepadanya." Wajah perempuan tua itu tertawa seperti tawa syaitan, kemudian pergi...

Sementara itu, seruan Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa kecuali perlawanan dan kesombongan. Mereka tetap selalu berpaling dari ajakan suci itu. Bahkan mereka terus-menerus melakukan perbuatan keji tatkala Nabi Luth memperingatkan akan datangnya seksa Allah atas mereka apabila mereka tidak mahu berhenti dari kesesatannya. Mereka malah menentang Nabi Luth dengan berkata: "Datangkanlah kepada kami azab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." Maka, Nabi Luth pun memohon kepada Allah, agar Allah menolongnya dari kaumnya.

Nabi Luth berdoa: "Ya, Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu." (Al-Ankabut: 30) Allah memperkenankan doa Nabi Luth as, dan mengutus Jibril as. untuk membinasakan mereka. Jibril datang ke Negeri Sadom dengan menyerupai dua orang lelaki yang tampan. "Dia (Luth) merasa susah dan sempit dadanya karena kedatangan mereka. Dan ia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit." (Hud: 77)

Nabi Luth as. cemas memikirkan apa yang bakal diperbuat kaumnya jika mereka mengetahui kedatangan tamu lelaki yang berwajah `cantik' di rumahnya. Bagaimana ia dapat mempertahankan dan memelihara mereka dari kemungkaran kaumnya? Ah, bukankah tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka, kecuali dia sendiri, dan kedua puterinya? Sebaliknya kedatangan kedua tamu Nabi Luth itu merupakan kesempatan bagi isterinya untuk menambah kepingan-kepingan perak yang biasa ia perolehi dari si wanita tua. Sekarang, ia harus mengutus seseorang kepada kaumnya untuk memberitahu mereka. Tetapi kedua puterinya sedang sibuk menyiapkan hidangan bagi kedua tamu ayahnya, atas perintah Nabi Luth. Karena keinginannya yang mendesak, isteri Luth akhirnya memberi isyarat kepada salah seorang puterinya untuk mendekat. Kemudian ia membiisikkan beberapa kalimat ke telinga anak perempuannya itu. Sesaat kemudian, sang puteri segera keluar rumah untuk memberitahu kaumnya, sebagaimana biasa.

Di tengah-tengah kerumunan orang ramai anak Nabi Luth melihat seorang perempuan tua melambaikan tangan sambil mengisyaratkan panggilan kepadanya. Segera ia mendekati perempuan itu dan memberitahu tentang dua lelaki tampan yang datang ke rumahnya.

Perempuan tua itu kemudian menyuruh ia cepat pulang, sementara kelompok lelaki menghampiri seraya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada berita baru?" Wajah si perempuan tua menampakkan senyum tipuan sambil berkata: "Kali ini tidak kurang dari empat potong emas harus kuterima."

Dengan bersemangat kaumnya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada yang istimewa?"
Perempuan itu berkata kepada mereka, sementara ia membuka matanya lebar-lebar disertai syaitan. "Kalian akan memperoleh apa yang kalian kehendaki, iaitu dua orang lelaki yang berwajah `tampan'. Dengan wajah buas dan bernafsu, mereka bertanya dengan tidak sabar. "Di mana mereka? Di mana lelaki berwajah `tampan' itu?

"Berikan harta kepadaku terlebih dahulu, barulah kuberi tahu kalian!" Katanya. Sebahagian dari mereka menyahut: "Wahai wanita tua, engkau yang tamak, tidak pernah kenyang!" Dan sebahagian yang lain berkata: "Inilah harta untukmu, tetapi cepat katakan, di mana lelaki yang berwajah `tampan' itu?" Setelah tangannya menggenggam emas, berkatalah perempuan tua itu kepada mereka. "Mereka ada di rumah Luth..." Hampir-hampir kaumnya tidak mendengar ucapan perempuan tua itu dengan jelas. Tetapi, sesaat kemudian, mereka berlumba-lumba untuk segera datang ke rumah Nabi Luth. Masing-masing ingin memperoleh kepuasan dari dua lelaki `tampan' yang ada di rumah Luth. Sesampainya mereka di sana, didapati pintu rumah Nabi Luth tertutup. Segeralah mereka mengetuk keras sambil berteriak. "Bukakan, Luth bukalah pintu-pintumu! Kalau tidak, kami terpaksa akan memecahkannya!" Isteri Nabi Luth mencuba menemui suaminya yang ternyata telah meninggalkan kedua tamunya di dalam kamar, sementara ia sendiri mendekati pintu rumahnya yang tertutup dan memisahkan dia dengan sekumpulan kaumnya. Isteri Nabi Luth mengintai dari balik tirai. Hatinya melonjak kegirangan. Sebentar lagi ia bakal memperoleh sepotong perak dari si perempuan tua, sesuai dengan kebiasaan yang telah berlangsung selama ini. Bahkan di samping itu, tanpa diketahuinya, ia mungkin bakal memperoleh pula sepotong emas sebagai bonus. Teriakan kaum Luth bertambah keras dan garang. Mereka tak sabar dan ingin memecah pintu agar dapat masuk dan menemui tamu-tamu Nabi Luth. Apakah yang akan dikatakan oleh Nabi Luth atas tindakan kebengisan yang diperbuat oleh naluri haiwan kaumnya yang rendah itu?

Nabi Luth pun berdiri terpaku; hanya pintu yang memisahkannya dari kaum durjana itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi menenangkan keadaan: "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk. Ya, orang-orang yang berakal ketika itu telah dihinggapi fikiran-fikiran hewan yang rendah, sehingga nafsu mereka sulit dibendung.

Luth kemudian kembali menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu, sedangkan isterinya mengintip tidak jauh dari situ. Nabi Luth menawarkan kepada mereka untuk mengawini puteri-puterinya, tetapi dengan serentak mereka menjawab: "Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya terputus. Nabi Luth kemudian berfikir, apakah yang akan ia lakukan jika kaumnya memecah pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan nafsu syaitannya kepada dua orang tamunya. Ia berdiri kebingungan, sedangkan isterinya memandangnya dengan pandangan khianat. Tiba-tiba tamu Nabi Luth berkata kepadanya: "Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau." Kalau begitu, tamu-tamu Nabi Luth adalah utusan-utusan Allah yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Negeri Sadom yang berbuat kerusakan itu. Mendengar semua itu, isteri Nabi Luth merasa khuatir, karena ia akan gagal memperoleh harta yang selalu diingininya itu. Kebatilan dan pelakunya memang tidak akan pernah kekal, dan kini seksa sedang menghampiri mereka. Berkata utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth: "Bukakan pintu, dan tinggalkan kami bersama mereka!"

Maka, Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Isteri Nabi Luth merasa cemas tatkala melihat serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan, dan segera menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Jibril menunjukkan kelebihannya. Ia mengembangkan kedua sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. akhirnya, mata mereka, tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan. Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat Jibril: "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?" Malaikat Jibril memberitahu bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Nabi Luth pada waktu Subuh nanti. Mendengar itu, Nabi Luth segera berfikir, bukankah waktu Subuh sudah dekat. Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi dengan membawa keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth pada malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa'ilah. Isterinya itu bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah yang dibawanya. Sebaliknya, Isteri Nabi Luth justeru telah membantu orang-orang yang berbuat kerosakan, dan ia harus menerima akibatnya. Maka, turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang ingkar, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab Suci Al-Quran: "Maka, tatkala datang azab Kami, Kami balikkan (kota itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan seksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah lagi Maha Agung.

Perahu Nabi Nuh

by kyokorin
Di sebuah gunung yg sentiasa diselimuti salju yg terletak di Timur Turki, tersembunyi sebuah misteri "berharga" yang berusia lebih dari 5000 tahun. Peninggalan sejarah yg maha berharga itu bukan saja menarik minat para pengkaji Sejarah saja, namun pihak penyelidik US seperti CIA/KGB pun mencoba untuk melakukan penelitian disana. Sejauh ini CIA telah menggunakan satelite dan pesawat 'Stealth' untuk mengambil gambar objek yg terdampar di puncak gunung tersebut.


Gambar2 itu telah menjadi "rahasia besar" dan tersimpan rapi dengan kawalan yg ketat bersama dengan "rahasia2" penting yg lain di Pentagon. Sudah beratus2 orang mencoba untuk mendaki Gunung Aghi-Dahl yg kerap dijuluki juga sebagai "Gunung Kesengsaraan" atau dengan nama peta-nya yaitu Mount Ararat, namun hanya beberapa orang saja yang berhasil menaklukannya. Sebagian lagi selebihnya hanyalah menambah deretan panjang pendaki-pendaki yang menjadi korban keganasannya.
Hingga hari ini, hanya ada beberapa orang pendaki yg dapat sampai ke puncak Mt.Ararat sekaligus dapat menyaksikan dgn mata kepala sendiri sebuah artifak yg 'maha berharga' tersimpan abadi dipuncaknya.
Lalu apakah sebenarnya artifak "mahaberharga" yang terkubur selama ribuan tahun di puncak Ararat itu?
Yup, menurut para ahli kepurbakalaan, mereka menafsirkan bahwa artifak dengan dimensi yang sangat besar tersebut tak lain adalah The Great Noah Ark (Perahu/Bahtera Nabi Nuh)!
Seperti yang kita ketahui bahwa The Great Pyramid of Giza, Mesir telah terkubur didalam tanah selama kurang lebih 2000 tahun lamanya sebelum ditemukan dan dilakukan penggalian terhadapnya.
Begitu pula halnya dengan The Great Noah Ark, sebelum terjadinya sebuah gempa bumi hebat yang melanda daerah itu pada 2 Mei 1988 silam, artifak tersebut tertimbun di bawah salju hampir selama 5000 tahun lamanya tanpa ada yang mengetahui bahwa sebenarnya tersimpan sebuah rahasia besar didalamnya.


Sebenarnya, zaman Nabi Noah AS dulu tidaklah seprimitif yg kita semua bayangkan. Pada hakikatnya pengetahuan Sains dan teknologi mereka sudah maju pada masa itu.
Contohnya dari beberapa hasil temuan di kaki Mount Ararat, Para Pengkaji dan Scientist Russia telah menemui lebih kurang 500 kesan artifak batu baterai elektrik purba yg digunakan utk menyadurkan logam.Tentunya temuan tersebut bisa membuktikan bahwa masyarakat zaman Nabi Noah/Nuh telah mengenal listrik.
Mengikut perkiraan para ahli, Nabi Noah AS kira-kira memulai membangun bahteranya pada tahun 2465 B.C dan hujan lebat baru turun dan mengguyur bumi selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan munculnya air bah maha dasyat yang rata-rata dapat mengahiri sebagian populasi manusia dimuka bumi diperkirakan terjadi pada 2345 B.C
Rupa bentuk dari The Great Noah Ark itu sendiri sebenarnya tidak sama dengan bentuk kapal laut masa kini pada umumnya. Menurut para peneliti dan pendaki yg pernah melihat langsung "Noah Ark" di puncak Mt.Ararat serta beberapa image yang diambil dari pemotretan udara, The Great Noah Ark memang merupakan sebuah bahtera yang berdimensi sangat besar dan kokoh.
Kontruksi utamanya tersusun oleh susunan kayu dari species pohon purba yg memang sudah tidak bisa ditemui lagi didunia ini alias sudah punah. Pengukuran obyek yang ditandai mempunyai altitude 7.546 kaki dengan panjang dari bahtera kurang lebih 500 kaki, 83 kaki lebar, dan 50 kaki tinggi.


Ada juga Para Pengkaji berpendapat, "Noah Ark" berukuran lebih luas dari sebuah lapangan sepak bola.
Luas pada bagian dalamnnya cukup utk menampung ratusan ribu manusia. Jarak dari satu tingkat ke satu tingkat lainnya ialah 12 hingga ke 13 kaki. Sebanyak kurang lebih ribuan sampai pulahan ribu balak kayu digunakan untuk membangunnya. Totalnya, terdapat kurang lebih ratusan ribu manusia dan hewan dari berbagai species yang ikut menaiki bahtera ini, Mengikuti kajian dari Dr.Whitcomb, kira2 terdiri 3.700 binatang mamalia, 8.600 jenis itik/burung, 6300 jenis reptilia, 2500 jenis amfibia yg menaiki The Great Noah Ark tersebut, sisanya adalah para kaum Nabi Nuh yang percaya akan ajaran yang dibawanya. Total berat kargo/muatan bahtera itu keseluruhan mungkin mencapai kurang lebih 24,300 ton.
Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah "drogue-stones", di mana pada zaman dahulu biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Radar dan peralatan mereka menemukan sesuatu yang tidak lazim pada level "iron oxide" atau seperti molekul baja. Struktur baja tersebut setelah dilakukan penelitian bahwa jenis "vessel" ini telah berumur lebih dari 100.000 tahun, dan terbukti bahwa struktur dibuat oleh tangan manusia. Mereka percaya bahwa itu adalah jejak pendaratan perahu Nuh.
Beberapa sarjana berpendapat bahwa kemungkinan besar 'Noah Ark' ini dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yg terletak di selatan Iraq.
Jika ia dibangun di selatan Iraq dan akhirnya terdampar di Utara Turkey, kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh kurang lebih 520 Km. Mount Ararat Mt.Ararat itu sendiri bukanlah sembarang gunung, ia adalah sebuah gunung yg unik. Diantara salah satu keunikan yg terdapat pada gunung ini ialah, pada setiap hari akan muncul pelangi pada sebelah utara puncak gunung itu. Mt.Ararat ini ialah salah satu gunung yg mempunyai puncak yg terluas di muka bumi ini. Statusnya juga merupakan puncak tertinggi di Turki yaitu setinggi 16,984 kaki dari permukaan air laut. Sedangkan puncak kecilnya setinggi 12,806 kaki. Jika kita berhasil menaklukkan puncak besarnya, kita dapat melihat 3 wilayah negara dari atasnya, yaitu "Russia, Iran, dan Turkey".
Sebuah "batu nisan" yg didakwa kepunyaan nabi Nuh AS telah dijumpai di Mt.Lebanon di Syria. Batu nisan itu berukuran 120 kaki panjang
Pada tahun 1917, Maharaja Russia Tsar Nicholas II mengirim sejumlah 150 org pakar dari berbagai bidang yg terdiri dari saintis arkeolog dan tentara untuk melakukan penyelidikan terhadap The Great Noah Ark tersebut. Setelah sebulan, tim ekspedisi itu baru sampai ke puncak Ararat. Segala kesukaran telah berhasil mereka lewati, dan akhirnya menemukan perahu Nuh tersebut. Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Mereka mencoba mengukur panjang perahu Noah dan didapati berukuran panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki, sebagian lainnya tenggelam di dalam salju.
Hasil dari perjalanan itu dibawa pulang dan mau diserahkan kepada Tsar, malangnya sebelum sempat melaporkan temuan itu ke tangan kaisar, Revolusi Bolshevik Komunis (1917) meletus. Laporan itu akhirnya jatuh ke tangan Jenderal Leon Trotsky. Sehingga sampai sekarang masih belum diketahui, apakah laporan itu masih disimpan atau dimusnahkan.

Nuh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nuh
נוֹחַ
Nūḥ
Französischer Meister um 1675 001.jpg
Lukisan "Bahtera Nuh", oleh Französischer Meister, 1675. Dipajang di Museum Magyar Szépmüvészeti, Budapest, Hungaria.
Orang tua Lamekh[1] (ayah),
Anak Sem, Ham, Yafet[2]
Pekerjaan Pembuat bahtera, petani, pembuat kebun anggur pertama[3]
Umur 950 tahun[4]
Sumber

Nuh (Ibrani: נוֹחַ, Nūḥ; Tiberias: נֹחַ; Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru[5] dan 43 kali dalam Al-Quran.

Menurut Al-Qur'an, ia memiliki 4 anak laki-laki yaitu Kanʻān, Sem, Ham, dan Yafet. Namun Alkitab hanya mencatat, ia memiliki 3 anak laki-laki Sem, Ham, dan Yafet. Kitab Kejadian mencatat, pada jamannya terjadi air bah yang menutupi seluruh bumi; hanya ia sekeluarga (istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya) dan binatang-binatang yang ada di dalam bahtera Nuh yang selamat dari air bah tersebut. Setelah air bah reda, keluarga Nuh kembali me-repopulasi bumi.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Nuh menurut Islam

[sunting] Etimologi

Suyuti menceritakan bahwa nama Nuh bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Syria yang artinya “bersyukur” atau “selalu berterima kasih”. Hakim berkata dinamakan Nuh karena seringnya dia menangis, nama aslinya adalah Abdul Ghafar (Hamba dari Yang Maha Pengampun).

Sedangkan menurut kisah dari Taurat nama asli Nuh adalah Nahm yang kemudian menjadi nama sebuah kota, kuburan Nuh berada di desa al Waqsyah yang dibangun didaerah Nahm.[6]

Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.[7]

[sunting] Genealogi

Dalam agama Islam, Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih|Mutawasylah (Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang lebih 1642 tahun.

Nuh hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah,[8] sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil[9] dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.

[sunting] Biografi

Nuh adalah Rasul Allah yang pertama yang diutus ke atas bumi ini, sedangkan Adam, Syits dan Idris yang diutus sebelumnya hanyalah bertaraf Nabi saja, bukan sebagai Rasul karena mereka tidak memiliki umat atau kaum.

Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh diutus untuk kaum Bani Rasib. Dia lahir 126 tahun sepeninggal Nabi Adam AS, sedangkan menurut Ahli Kitab dia lahir 140 tahun sepeninggal Nabi Adam. Dia adalah utusan yang pertama yang diutus untuk umat manusia. Penduduk yang diserunya dikenal dengan Banu Rasib.

Dari Ibnu Abi Hatim : Abu Umamah mendengar seorang berkata kepada Nabi “Wahai Utusan Tuhan, apakah Adam seorang Nabi?” Nabi menjawab “Ya”. Orang tersebut bertanya lagi: “Berapa Lama antaranya dengan Nuh?” maka Nabi Menjawab “sepuluh generasi”

Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan kemudian setelah banjir ia hidup selama 350 tahun.

Ibnu Abi Hatim dari Urwah bin Al Zubayr bahwa Wadd, Suwa, Yaghuth, Ya’uq dan Nasr adalah anak nabi Adam. Wadd adalah yang tertua dari mereka dan yang paling saleh di antara mereka.

Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika Nabi Isa menghidupkan Ham bin Nuh, dia bertanya kepadanya kenapa rambutnya beruban, ia menjawab dia meninggal di saat usia muda karena ketakutannya ketika banjir. Ia berkata bahwa panjang kapal Nuh adalah 1200 Kubit dan lebarnya 600 Kubit dan mempunyai 3 lapisan.

[sunting] Migrasi dari Suq Thamanim ke Babylonia

Ibnu Thabari menceritakan setelah kapal berlabuh di pegunungan Ararat, ia kemudian membangun suatu kota di daerah Ararat (Qarda) di suatu areal yang termasuk Mesopotamia dan menamakan kota tersebut Themanon (Kota delapan Puluh) karena kota tersebut dibangun oleh orang yang beriman yang berjumlah 80 orang. Sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Suq Thamanin.

Ibnu Abbas kemudian menceritakan bahwa Nuh membangun kota Suq Thamanin dan semua keturunan Qayin dibinasakan. Menurut Al-Harith dari Ibnu Sad dari Hisham bin Muhammad dari ayahnya dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas berkata ”ketika Suq Thamanin menjadi penuh dengan keturunan Nuh mereka berpindah ke Babylon dan membangun kota tersebut”.

Abd al Ghafar menceritakan ketika kapal berlabuh di bukit Judi pada hari Ashura.

[sunting] Doa Nuh kepada Keturunannya

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nuh mendoakan ketiga putranya. Nuh mendoakan keturunan Sam menjadi nabi-nabi dan rasul. Nuh mendoakan keturunan Yafith untuk menjadi raja-raja, sedangkan dari keturunan Ham dia doakan agar menjadi abdi dari keturunan Yafith dan Sam.

Ketika Nuh menginjak usia lanjut, ia mendoakan agar keturunan Gomer dan Kush menjadi raja-raja, karena mereka berdua ini melayani kakeknya disaat usianya lanjut.

Ibnu Abbas menceritakan bahwa keturunan Sam menurunkan bangsa kulit putih, Yafith menurunkan bangsa berkulit merah dan coklat, Sedangkan ham menurunkan bagsa Kulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.

[sunting] Anak

Sebuah ilustrasi ketiga anak Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafith. Dilukis oleh James Tissot 1904.
Kanʻān bin Nuh

Dari keempat putra Nuh, hanya tiga orang yang selamat dari bencana banjir, karena taat serta mengikuti ajaran yang dibawa ayahnya. Adapun seorang anaknya lagi yang tertua, yaitu Kan'an, tewas tenggelam. Nuh merasa sedih karena anaknya tidak mau mengikuti ajarannya. Sedangkan menurut Hasan al-Bashri berpendapat bahwa Kan’an adalah anak tiri Nuh yaitu anak dari isterinya yang durhaka.

Yafith bin Nuh

Ibnu Thabari menyebutkan istri Yafith bernama Arbasisah binti Marazil bin Al Darmasil bin bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Yafith menurunkan 7orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, yaitu Gomer, Marihu, Wa’il, Hawwan, Tubal, Hawshil dan Thiras. Anak perempuan dari Yafith adalah Shabokah.

Sam bin Nuh

Ibnu Thabari menyebutkan istri Sam bernama Shalib binti Batawil bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Sam menurunkan Arfaqsyad, Asshur, Lud, Elam, dan Aram.

Ham bin Nuh

Ibnu Thabari menyebutkan istri Ham bernama Nahlab binti Marib bin Al Darmasil bin bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Ham menurunkan 4 orang anak laki-laki, yaitu Kush, Put, Kanaan dan Qibthy atau Misraim.

Menurut Ibnu Ishaq tidak diketahui apakah Aram adalah satu ibu atau dari ibu yang berbeda dengan anak Sam lainnya. Sam berdiam di Mekkah dan dari keturunannya yaitu Arpaksyad menurunkan nabi dan rasul. Kemudian dari nya menurunkan bangsa Arab dan bangsa Mesir kuno. Keturunan Yafith menjadi raja untuk wilayah non arab seperti Turki, Khazar dan Persia yang raja terakhirnya adalah Yazdajird bin Shahriyar bin Abrawiz yang masih merupakan keturunan Gomer bin Yafith bin Nuh.

Keturunan Sam berdiam di Majdal yang berada di pusat bumi yang daerah tersebut berada di Satidama (suatu daerah bagian utara Irak atau dibagian Timur Anatolia), di antara Yaman dan Syria. Tuhan memberikan mereka kitab dan kenabian serta memberikan warna kulit yang coklat dan putih.

Bangsa ʿĀd berkembang di suatu lembah yang dinamakan Al-Shihr (Bagian Selatan Arabia menghadap lautan Hindia) dan dibinasakan disuatu lembah yang dinamakan Lembah Mughith.

Kemudian Mahrah menetap di lembah Al-Shihr. Ubayl berkembang di wilayah Yasthrib, Amalek berkembang di Sana sebelum dinamakan Sana. Beberapa dari keturunan Amalek kemudian pergi ke Yastrib dan mengusir bangsa Ubayl, yang kemudian Jubayl berkembang di wilayah Juhfah, tapi banjir membinasakan mereka sehingga dinamakan wilayah tersebut Al-Juhfah (tempat penyapuan).

Thamud berdiam di Hijr dan di sekitarnya dan dibinasakan di sana. Tasm dan Judays berdiam di Yamamah dan kemudian dibinasakan, ketika Umaym memasuki wilayah Al Abar (Wabar, suatu tempat di Yaman) dan dibinasakan di sana. Di sekitar Yamamah dan Al Shihr tidak ada yang bepergian di sana karena wilayahnya telah dikuasai Jin. Daerah tersebut dikenal dengan Ubar karena berasal dari nama Abar bin Umaym.

Keturunan Joktan bin Eber memasuki Yaman dan kemudian menamainya Yaman yang berarti Selatan. Beberapa kaum dari Kan'an memasuki Syria yang namanya adalah Al-Sha’m maka dari itu wilayah Syria dahulu dikenal dengan nama Syam.

Diceritakan dari Damrah bin Rabiah dari Ibnu Ata dari Ayahnya bahwa Ham menurunkan keturunan yang berkulit hitam dan berambut keriting. Rambut mereka tipis. Yafith menurunkan keturunan yang berwajah datar dan bermata kecil atau sipit, sedangkan Sam menurunkan keturunan yang berwajah tampan dan berambut indah.

[sunting] Cucu

Keturunan Ham
  • Kush bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Kush bernama Qarnabil binti Batawil bin Tiras dan darinya menurunkan Habsyah, Hind dan Sind.
  • Phut bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Phut bernama Bakht binti Batawil. Put kemudian berdiam bersama keturunan Kush yaitu Hind dan Sind di wilayah India.
  • Kan`an bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Kan'an bernama Arsal binti Batawil bin Tiras dan darinya menurunkan bangsa berkulit hitam atau negro, Nubia, Fezzan, Zanj dan Zaghawah.
  • Mizraim bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan keturunan Mizraim adalah bangsa Koptik dan Barbar.
  • Egyptus binti Ham: Anak Ham yang satu ini adalah seorang wanita.
Keturunan Sam
  • Lud bin Sam: Ibnu Ishaq menyebutkan Lud kawin dengan anak perempuan Yafith yaitu Shakbah dan melahirkan baginya Faris, Jurjan, dan ras yang mendiami wilayah Persia. Kemudian dari Lud lahir pula Tasm dan Imliq tapi tidak diketahui apakah mereka stu ibu atau tidak dengan Faris bin Lud. Imliq berdiam di wilayah tanah suci.

    Imliq kemudian menurunkan bangsa Amalek yang kemudian menyebar di wilayah Uman, Hijaz, Syria dan Mesir. Dari keturunan Lud ini melahirkan bangsa bangsa perkasa di Syria yang disebut dengan bangsa Kanaanit. Dari Lud juga menurunkan Firaun Mesir, penduduk Bahrayn dan ‘Uman yang kemudian dikenal dengan bangs Jasim. Penghuni Madinah seperti Bani Huff, Sa’d bin Hizzan, Banu Matar dan Banu Al-Azraq, Penduduk Najd yaitu Badil dan Rahil, Penduduk Tayma adalah keturunan dari Lud bin Sham.

    Bani Umaym bin Lud berdiam di Wabar yang merupakan daerah gurun yang dikenal dengan gurun Alij dan berkembang disana. Kemudian mereka berbuat ingkar disana dan akhirnya Allah menghancurkan mereka. Satu-satunya suku mereka yang tersisa dari bencana tersebut adalah suku Nasnas.

    Tasm bin Lud berdiam di Yamamah (kota kuno Bahrayn). Dari keturunan Lud seperti Tasm, Amalek, Umaym dan Jasim menggunakan dialek arab, sedangkan dari keturunan Lud yang lain seperti Faris menggunakan dialek Farsi.

    Keturunan Lud bin Sham dan termasuk keturunan Madhay bin Yafith kemudian pergi menuju Gomer dan Gomer kemudian menjaga mereka dan membiarkan mereka berkembang di wilayahnya. Dari bangsa Madhay ini menurunkan bangsa Media yang salah satu rajanya adalah Cyrus Agung.

    Salah satu bangsa Barbar adalah keturunan dari Thamila bin Marib bin Faran bin Amr bin imliq bin Lud bin Sham. Bangsa yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab adalah Imliq bin Lud setelah kepindahannya dari Babylonia.
  • Aram bin Sam: Aram bin Shem menurunkan Uz, Mash, Gether dan Hul. Kemudian Uz menurunkan Gether, ʿĀd dan Ubayl. Gether bin Aram menurunkan Tsamud dan Judays. Mereka ini berbicara dengan bahasa Arab Mudari. Mereka ini dikenal dengan Arab Aribah atau Arab asli karena dari merekalah bahasa Arab berasal. Dari keturunan Aram dan Lud ini melahirkan bangsa Arab pertamaatau bangsa Arab Aribah.

    ʿĀd berdiam di gurun disekitar jalan menuju Hadramaut di Yaman. Tsamud memahat pegunungan untuk dijadikan tempat tinggalnya yang berada antara Hijaz dan Syria dan sejauh Wadi al-Qura. Judays mengikuti Tasm dan berdiam di lingkungan Yamamah sampai Bahrayn. Nama Yamamah pada saat itu adalah Jaww. Sedangkan Jasim berdiam di Uman. Mash menurunkan bangsa Nabatea yang silsilahnya adalah Nabit bin Mash bin Aram.

    Di Era kaum ʿĀd, mereka dikenal dengan ʿĀd dari Iram, ketika kaum’Ad dihancurkan maka kaum Tsamud disebut Iram. Setelah Tsamud dihancurkan keturunan Iram yang tersisa disebut dengan Arman atau Aramean.
  • Arfaqsyad bin Sam: Arpkasyad menurunkan umat-umat pilihan dan darinya kebanyakan nabi berasal. Ia mempunyai anak yang bernama Qaynam yang tidak diceritakan di dalam Taurat. Ia tidak diceritakan di dalam taurat karena ia menyebut dirinya sebagai dewa dan mempelajari sihir. Qaynamkemudian menurunkan anak yang bernama Shelah, dan menurunkan Abir. Bagi Abir menurunkan 2 anak, yaitu Peleg atau Qasim dan Yoktan atau Qahthan yang menurunkan 2 anak, yaitu Ya’rub dan Yaqtan. Yoktan adalah penguasa pertama atas negeri Yaman.

    Arpaksyad juga mempunyai anak yang bernama Nimrod yang mendiami sekitar wilayah Al-Hijr. Sham lahir ketika Nuh berumur 500 tahun, kemudian Arpaksyad lahir ketika Sham berumur 102 tahun. Qaynam lahir ketika umur Arpaksyad 35 tahun, Shelah lahir ketika Qaynam berumur 39 tahun, Eber lahir ketika Shelah berumur 30 tahun.

    Yoktan bin Eber bin Shaleh bin Arfaqsyad darinya menurunkan bangsa Hind dan Sind terkemudian. Silsilahnya kembali kepada Buqayin bin Yoktan. Dari Yoktan melahirkan Ya’rub menurunkan Yashjub menurunkan Saba’. Saba’ menurunkan Himyar, Kahlan, ‘Amr, Al-Ash’ar, Anmar, Murr, ‘Amilah. Amr bin Saba menurunkan ‘Adi. ‘Adi menurunkan Lakhm dan Judham.
  • Ghalem bin Sam: Dikisahkan bahwa keturunan dari Ghalem ini adalah bangsa Persia.
  • Asshur bin Sam: Sedangkan dari Asshur keturunannya adalah menjadi bangsa Assyria.
Keturunan Yafith
  • Meshech bin Yafith: Darinya menurunkan Ashban. Menurut Blachere Ashban adalah koloni dari Ishafan yang menetap di Syria, Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol.
  • Yavan bin Yafith: Darinya menurunkan Slavia dan Burjan atau Bulgar. Bangsa Byzantium adalah keturunan dari Lanta bin Javan.
  • Magogh bin Yafith: Dari Magogh inilah bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang telah diramalkan akan datang pada akhir zaman.
  • Khatubal bin Yafith
  • Ma'za bin Yafith
  • Tyrash bin Yafith

[sunting] Bahtera Nuh

Gunung Ararat di negara Turki yang diduga sebagai tempat berlabuhnya Bahtera Nuh.

Puluhan tahun Nuh berdakwah, tetapi umatnya tidak mau mengikuti ajarannya dan tetap menyembah berhala. Bahkan mereka sering kali menganiaya Nuh dan pengikutnya. Untuk itu Nuh meminta Allah supaya menurunkan azab bagi mereka. Kemudian dalam kisah tersebut dikatakan bahwa Allah mengabulkan permintaan Nuh. Agar umat Nuh yang beriman terhindar dari azab tersebut, Allah memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera. Bersama para pengikutnya, Nuh mengumpulkan paku dan menebang kayu besar dari pohon yang ia tanam selama 40 tahun. Melalui wahyu-Nya, Allah membimbing Nuh membuat bahtera yang kuat untuk menghadapi serangan topan dan banjir. Bahtera Nuh dianggap merupakan alat angkutan laut pertama di dunia.

Menurut Al Qur'an, bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Judi dan banyak perbedaan pendapat mengenai Bukit Judi tersebut, baik dari para ulama maupun temuan arkeolog. Ada pendapat[siapa?] yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).

Di dalam Alkitab menyebutnya terdampar di Gunung Ararat Turki. Para arkeolog Cornuke dan tim mengatakan bahwa bahtera Nuh diduga telah ditemukan di Iran. Lokasinya tidak sesuai seperti yang dijelaskan dalam kitab Kejadian; Bahtera ini telah melakukan perjalanan dari timur mengarah ke Mesopotamia. Cornuke dan tim berpikir bahwa Gunung Ararat adalah kemungkinan besar sebagai sebuah pengalihan saja. "Alkitab memberikan petunjuk di sini tetapi ini bukanlah mengarah ke Turki, tetapi mengarah langsung ke Iran."[10]

Berdasarkan foto yang dihasilkan dari gunung Ararat, menunjukkan sebuah perahu yang sangat besar diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi di atasnya.

  • Tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan
  • Tingkat kedua ditempatkan manusia
  • Tingkat ketiga burung-burung

[sunting] Nuh menurut Kristen

Bahtera Nuh, karya Edward Hicks, dibuat tahun 1846.
Sebuah peta T dan O yang menggambarkan tentang pembagian koloni masyarakat, mengidentifikasikan tiga benua sebagai populasi dari keturunan Sam (Sem), Ham (Cham) dan Yafith (Japeth).

Nuh adalah anak laki-laki Lamekh, yang dilahirkan pada saat Lamekh berumur 182 tahun (Kej. 5:28; 1Taw 1:4)). Ia dilahirkan 1.056 tahun setelah Adam.[11] Dari 10 generasi setelah Adam, Nuh adalah orang ketiga yang memiliki umur terpanjang, mencapai 950 tahun (Kej. 9:28-29). Namanya juga tercatat dalam silsilah Yesus di Lukas 3:36.

Nuh digambarkan sebagai orang yang benar di antara orang-orang lain yang hidup di zamannya. Kejadian 6:8 mencatat, "Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan". Pada saat itu, manusia hidup bergelimang dosa sehingga Allah memutuskan untuk menjatuhkan hukuman dengan bersabda "Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi" [12]. Akan tetapi, Allah tidak menghancurkan segala-galanya. Dia memerintahkan Nuh untuk membangun sebuah bahtera besar untuk menyelamatkan sebagian makhluk ciptaan-Nya.

Setelah bahtera itu selesai, Kitab Kejadian menggambarkan bahwa air merendam bumi selama 150 hari lamanya dan setelah itu air mulai surut. Nuh menunggu hingga bumi benar-benar kering sebelum membuka pintu bahtera. Nuh kemudian keluar bersama keluarga dan semua binatang yang ada di dalam bahtera tersebut.

Setelah Nuh diselamatkan, Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh dan memberkatinya [13]. Inilah perjanjian yang pertama dikenal dan bersifat universal karena meliputi seluruh umat manusia. Di kemudian hari, Allah mengadakan perjanjian pula dengan Abraham, tetapi perjanjian itu dianggap bersifat lebih khusus.

[sunting] Etimologi

Nama Nuh berasal dari Ibrani נֹחַ, נוֹחַ(Nōăḥ), yang berarti "hinggap", "menentramkan", "berhenti", atau "istirahat" (2Raj 2:15; Rat 5:5; Ul 5:14). Arti nama Nuh berdasarkan asal kata tersebut adalah "sabat", "istirahat", dan "penghiburan". [11]

[sunting] Keluarga

Alkitab hanya mencatat Nuh memiliki tiga orang anak, Sem, Ham dan Yafet yang dilahirkan setelah Nuh berumur 500 tahun[14], sebelum air bah terjadi. Ketika Sem berusia 100 tahun, dua tahun setelah air bah, ia dikaruniai Arpakhsad[15]. Oleh karena itu Sem hanya berusia 98 ketika banjir datang. Ham dikatakan sebagai yang termuda [16].

Nama istri Nuh tidak disebut dalam Alkitab, menurut Kitab Yobel (termasuk dalam kanon Gereja Ortodoks Ethiopia) namanya adalah Emzara. Tulisan-tulisan Midras memberinya nama Naamah, yang juga disebutkan dalam Kitab Yasar.

[sunting] Galeri

[sunting] Referensi

  1. ^ Kejadian 5:28-29
  2. ^ Kejadian 5:32
  3. ^ Kejadian 9:20
  4. ^ Kejadian 9:28-29
  5. ^ http://alkitab.sabda.org/search.php?search=Nuh
  6. ^ Lokasi Terdamparnya Kapal Nabi Nuh.
  7. ^ "(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (Al Israa' 17:3)
  8. ^ Wafilah istri Nuh
  9. ^ Prophets Family Tree istri Nuh Namaha atau Amzurah
  10. ^ Noah's Ark Discovered in Iran? di situs web National Geographic.
  11. ^ a b Abraham Park. D. Min.,D.D., Silsilah Di Kitab Kejadian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Hal.142 ISBN 978-979-081-235-2
  12. ^ Kejadian 6:14
  13. ^ Kejadian 9:1-17
  14. ^ Kejadian 5:32
  15. ^ Kejadian 11:10
  16. ^ Kejadian 9:24

[sunting] Pranala luar

Istri dan Putra Nabi Nuh pun Tenggelam (habis)

Setelah pengaduan Nabi Nuh diterima Allah SWT, Allah pun memberikan berita kepada Nabi Nuh, kelak kaumnya yang kafir itu akan ditenggelamkan. Allah memerintahkan kepada Nabi Nuh agar tidak lagi membicarakan mereka. Jangan lagi berdialog dengan mereka, jangan pula menengahi urusan mereka, sebagai balasannya, kelak mereka akan ditenggelamkan, apapun kedudukan mereka dan apapun kedekatan mereka dengan Nabi Nuh (QS. Hud: 37).

Nabi Nuh pun akhirnya menerima perintah Allah SWT untuk membuat perahu dengan petunjuk dan pengawasan-Nya. Maka mulailah Nabi Nuh menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun. Ibnu Katsir menerangkan, Nabi Muhammad SAW menjelaskan, Nabi Nuh menanam sebatang pohon selama 1000 tahun, hingga pohon itu tumbuh besar dan bercabang dimana-mana.

Setelah itu ia memotongnya, dan kemudian mulailah Nabi Nuh membuat perahu, lalu kaumnya yang berjalan melewatinya saat Nabi Nuh sedang serius membuat perahu mengejeknya. “Kau membuat perahu di daratan, bagaimana ia akan bisa berlayar? Sungguh Nuh telah gila!, maka Nuh pun menjawab, Kelak kalian akan mengetahui.”

Dengan kesabaran dan ketabahan luar biasa, ditengah-tengah ejekan dan cacian itu, akhirnya jadilah perahu yang besar, tinggi dan kuat. Lalu Nabi Nuh duduk menunggu perintah Allah SWT. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh, jika ada yang mempunyai dapur (At-Tannur), ini sebagai tanda dimulainya angin topan.

Dijelaskan yang dimaksud dengan At-Tannur sebenarnya adalah alat untuk memanggang roti yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari, itu merupakan perintah atau tanda bagi Nabi Nuh untuk bergerak.

Pada suatu hari, Tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya, maka Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang Mukimin untuk menaikinya, Jibril turun ke Bumi. Menggiring setiap binatang yang berpasangan agar setiap species binatang tidak punah dari muka bumi, sebab badai dan angin topan akan menenggelamkan semuanya. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut dan lain-lain. Dalam perahu itu Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.

Istri Nabi Nuh pun Tenggelam

Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya, sehingga ia tidak ikut menaiki perahu. Salah seorang anaknya yang menyembunyikan kekafirannya, dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh pun tidak ikut dalam perahu itu. Mayoritas kaum Nabi Nuh waktu itu tidak beriman, sehingga mereka tidak ikut serta. Ibnu Abbas berkata, “Hanya 80 orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya.”

Air mulai meninggi, keluar dari celah-celah bumi. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras. Hujan semacam ini belum pernah turun sebelumnya, bahkan tidak akan pernah turun lagi sesudahnya. Maka laut pun bergolak, ombaknya menerpa apa saja dan menyapu isi bumi.

Banjir bandang terjadi dimana-mana, airpun meninggi di atas kepala manusia, melampaui ketinggian pohon yang paling tinggi, bahkan puncak gunung pun akhirnya tenggelam. Akhirnya seluruh permukaan bumi diselimuti oleh air, tak ada satupun yang selamat, kecuali yang ikut berlayar bersama perahu Nabi Nuh.

Demikianlah Allah azza wajalla menurunkan azabnya ke muka bumi. Azab itu diturunkan lantaran semua umat manusia telah berpaling dari Tuhannya.

Topan yang dialami Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman, kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Allah, agar langit menghentikan hujannya dan bumi tetap tenang hingga dapat menelan air bah itu.

Dan difirmankan, “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan), berhentilah.” Dan airpun disurutkan, perintah pun diselesaikan, dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi. Dan dikatakan, binasalah orang-orang yang zalim (QS. Hud: 44), yakni kehancuran bagi kaum Nabi Nuh yang ingkar terhadap firman Allah. Dengan begitu bumi telah dibersihkan dari mereka.

Disebutkan oleh pengarang kitab Ambiya Allah, hari berlabuhnya perahu Nabi Nuh di atas bukit Judi terjadi pada Asyura (hari ke 10 bulan Muharram).

Putra Nabi Nuh Ikut Tenggelam

Ketika air bah dan banjir bandang kian kencang, Nabi Nuh menyuruh kaumnya yang beriman, “Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” (QS. Hud: 41). Sementara itu sebagian besar kaum Nabi Nuh yang tidak beriman mencari selamat dengan mendaki gunung yang paling tinggi.

Di antara kaumnya itu, di tempat terpencil dan jauh, Nabi Nuh melihat anak kesayangannya. Nabi Nuh tidak mengetahui, saat itu putranya menjadi kafir. Ia benar-benar tidak mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya.

Lalu tergeraklah naluri kasih sayang seorang ayah. Maka Nabi Nuh pun berseru kepada Tuhannya. “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar, dan Engkaulah hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Hud: 45)

Dan Nabi Nuh pun menyeru kepada anaknya. “Hai anakku, naiklah (ke Perahu) bersama kami, dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir.” Mendengar ajakan ayahnya, anaknya pun menjawab. “Aku akan mencari perlindungan ke atas Gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.” Namun, Nabi Nuh berkata, “Tidak ada yang bisa melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang maha Penyayang.” (QS. Hud: 43). Tiba-tiba gelombang menggulung dan menjadi penghalang percakapan diantara keduanya. Maka jadilah anak Nabi Nuh termasuk orang yang ditenggelamkan.

Nabi Nuh AS ingin berkata kepada Allah SWT, anaknya termasuk dalam keluarganya yang beriman, sedangkan Allah telah berjanji akan menyelamatkan keluarganya yang beriman. Tetapi Allah berkata dan menjelaskan kepada Nabi Nuh keadaan yang sebenarnya. Anak Nabi Nuh hanya berpura-pura beriman di hadapan ayahnya.

“Hai Nuh, sesungguhnya dia tidak termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah engkau memohon kepadaku, sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku peringatkan kepadamu, janganlah kamu termasuk orang-orang yanag tidak berpengetahuan.” (QS. Hud: 46).

Di sini terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu. Allah ingin berkata Nabi nya yang mulia itu, anaknya tidak termasuk dalam keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia, sebab anak seorang Nabi pada hakikatnya adalah yang meyakini akidah, yaitu yang mengikuti Allah SWT dan Nabi-Nya, bukan yang menghindar, bukan pula yang menentangnya.

Kisah/Riwayat Nabi Luth AS
PDF Print E-mail

Allah SWT berfirman:

"Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul. Ketika saudara mereka Luth, berkata kepada mereka: Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku." (QS. asy-Syu'ara: 160-163)

Dengan kelembutan dan kasih sayang semacam ini, Nabi Luth berdakwah kepada kaumnya. Beliau mengajak mereka untuk hanya menyembah kepada Allah SWT yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan melarang mereka untuk melakukan kejahatan dan kekejian. Namun dakwah beliau berhadapan dengan hati yang keras dan jiwa yang sakit serta penolakan yang berasal dari kesombongan.

Kaum Nabi Luth melakukan berbagai kejahatan yang tidak biasa dilakukan oleh penjahat manapun. Mereka merampok dan berkhianat kepada sesama teman serta berwasiat dalam kemungkaran. Bahkan catatan kejahatan mereka ditambah dengan keja­hatan baru yang belum pernah terjadi di muka bumi. Mereka memadamkan potensi kemanusiaan mereka dan daya kreatifitas yang ada dalam diri mereka. Yaitu kejahatan yang belum pernah dilakukan seseorang pun sebelum mereka di mana mereka berhubungan seks dengan sesama kaum pria (homo seks).

Allah SWT berfirman:

"Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihat(nya). Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui (akibat perbuatanmu)." (QS. an-Naml: 54-55)

Nabi Luth menyampaikan dakwah kepada mereka dengan penuh ketulusan dan kejujuran, namun apa gerangan jawaban dari kaumnya:

"Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: 'Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwahkan dirinya) bersih.'" (QS. an-Naml: 56)

Mengapa mereka menjadikan sesuatu yang patut dipuji menjadi sesuatu yang tercela yang kemudian harus diusir dan dikeluarkan. Tampak bahwa jiwa kaum Nabi Luth benar-benar sakit dan mereka justru menganiaya diri mereka sendiri serta bersikap angkuh terhadap kebenaran. Akhirnya, kaum pria cenderung kepada sesama jenis mereka, bukan malah cenderung kepada wanita. Sungguh aneh ketika mereka menganggap kesucian dan kebersihan sebagai kejahatan yang harus disirnakan. Mereka orang-orang yang sakit yang justru menolak obat dan memeranginya. Tindakan kaum Nabi Luth membuat had beliau bersedih. Mereka melakukan kejahatan secara terang-terangan di tempat-tempat mereka. Ketika mereka melihat seorang asing atau seorang musafir atau seorang tamu yang memasuki kota, maka mereka menangkapnya. Mereka berkata kepada Nabi Luth, "sambutlah tamu-tamu perempuan dan tinggalkanlah untuk kami kaum pria." Mulailah perilaku mereka yang keji itu terkenal.

Nabi Luth memerangi mereka dalam jihad yang besar. Nabi Luth mengemukakan argumentasi. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berlalu, dan Nabi Luth terus berdakwah. Namun tak seorang pun yang mengikutinya dan tiada yang beriman kepadanya kecuali keluarganya, bahkan keluarganya pun tidak beriman semuanya. Istri Nabi Luth kafir seperti istri Nabi Nuh:

"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka.'" (QS. at-Tahrim: 10)

Jika rumah adalah tempat istirahat yang di dalamnya seseorang mendapatkan ketenangan, maka Nabi Luth tersiksa, baik di luar rumah maupun di dalamnya. Kehidupan Nabi Luth dipenuhi dengan mata rantai penderitaan yang keras namun beliau tetap sabar atas kaumnya. Berlalulah tahun demi tahun tetapi tak seorang pun yang beriman kepadanya, bahkan mereka mulai mengejek ajarannya dan mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan:

"Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-arang yang benar." (QS. al-'Ankabut: 29)

Ketika terjadi hal tersebut, Nabi Luth berputus asa kepada mereka dan ia berdoa kepada Allah SWT agar menolongnya dan menghancurkan orang-orang yang membuat kerusakan. Akhirnya, para malaikat keluar dari tempat Nabi Ibrahim menuju desa Nabi Luth. Mereka sampai saat Ashar. Mereka mencapai pagar-pagar Sudum. Sungai mengalir di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman yang hijau.

Sementara itu, anak perempuan Nabi Luth berdiri sedang memenuhi tempat airnya dari air sungai itu. Ia mengangkat wajahnya sehingga menyaksikan mereka. Ia tampak keheranan melihat kaum pria yang memiliki ketampanan yang mengagumkan. Salah seorang malaikat bertanya kepada anak kecil itu: "Wahai anak perempuan, apakah ada rumah di sini?" Ia berkata (saat itu ia mengingat kaum­nya), "Hendaklah kalian tetap di situ sehingga aku memberitahu ayahku dan kemudian akan kembali pada kalian." Ia meninggalkan wadah airnya di sisi sungai dan segera menuju ayahnya.

"Ayahku, ada pemuda-pemuda yang ingin menemuimu di pintu kota. Aku belum pernah melihat wajah-wajah seperti mereka," kata anak itu dengan nada gugup. Nabi Luth berkata kepada dirinya sendiri: Ini adalah hari yang dahsyat. Beliau segera berlari menuju tamu-tamunya. Ketika Nabi Luth melihat mereka, beliau merasakan keheranan yang luar biasa. Beliau berkata: "Ini adalah hari yang dahsyat." Beliau bertanya kepada mereka: "Dari mana mereka datang dan apa tujuan mereka?" Mereka malah terdiam dan justru memintanya untuk menjamu mereka." Nabi Luth tampak malu di hadapan mereka, kemudian beliau berjalan di depan mereka sedikit lalu beliau berhenti sambil menoleh kepada mereka dan berkata: "Saya belum mengetahui kaum yang lebih keji di muka bumi ini selain penduduk negeri ini." Beliau mengatakan demikian dengan maksud agar mereka mengurungkan niat mereka untuk bermalam di negerinya. Namun mereka tidak peduli dengan ucapan Nabi Luth dan mereka tidak memberikan komentar atasnya.

Nabi Luth kembali berjalan bersama mereka dan beliau selalu berusaha untuk mengalihkan pembicaraan tentang kaumnya. Nabi Luth memberitahu mereka bahwa penduduk desanya sangat jahat dan menghinakan tamu-tamu mereka. Di samping itu, mereka juga membuat kerusakan di muka bumi dan seringkali terjadi pertentangan di dalam desanya. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar para tamunya membatalkan niat mereka untuk bermalam di desanya tanpa harus melukai perasaan mereka dan tanpa menghilangkan penghormatan pada tamu. Nabi Luth berusaha dan mengisyaratkan kepada mereka untuk melanjutkan perjalanannya tanpa harus mampir di negerinya. Namun tamu-tamu itu sangat mengherankan. Mereka tetap berjalan dalam keadaan diam. Ketika Nabi Luth melihat tekad mereka untuk tetap bermalam di kota, beliau meminta kepada mereka untuk tinggal di suatu kebun sehingga datang waktu Maghrib dan kegelapan menyelimuti segala penjuru kota. Nabi Luth sangat bersedih dan dadanya menjadi sempit. Karena rasa takutnya dan penderitaanya sehingga ia lupa untuk memberi mereka makanan. Kegelapan mulai menyelimuti kota. Nabi Luth menemani tiga tamunya itu berjalan menuju rumahnya. Tak seorang pun dari penduduk kota yang melihat mereka. Namun istrinya melihat mereka sehingga ia keluar menuju kaumnya dan memberitahu mereka kejadian yang dilihatnya. Kemudian tersebarlah berita dengan begitu cepat dan selanjutnya kaum Nabi Luth menemuinya. Allah SWT berfirman:

"Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: 'Ini adalah hari yang amat sulit.' Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergesa-gesa. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji." (QS. Hud: 77-78)

Mulailah terjadi hari yang sangat keras. Kaum Nabi Luth bergegas menuju padanya. Nabi Luth bertanya pada dirinya sendiri: "Siapa gerangan yang memberitahu mereka?" Kemudian ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari istrinya namun ia tidak menemuinya. Maka bertambahlah kesedihan Nabi Luth.

Kaum Nabi Luth berdiri di depan pintu rumah. Nabi Luth keluar kepada mereka dengan penuh harap, bagaimana seandainya mereka diajak berpikir secara sehat? Bagaimana seandainya mereka diajak menggunakan fitrah yang sehat? Bagaimana seandainya mereka tergugah dengan kecenderungan yang sehat terhadap jenis lain yang Allah SWT ciptakan untuk mereka? Bukankah di dalam rumah mereka terdapat kaum wanita? Seharusnya wanitalah yang menjadi kecenderungan mereka, bukan malah mereka cenderung kepada sesama pria.

"Dia berkata: 'Hai kaumku, inilah putri-putri (negeriku) mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal." (QS. Hud: 78)

"Inilah putri-putri (negeriku)." Apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut? Nabi Luth ingin berkata kepada mereka: "Di hadapan kalian terdapat wanita-wanita di bumi. Mereka lebih suci bagi kalian dalam bentuk kesucian jiwa dan fisik. Ketika kalian cen­derung kepada mereka, maka kecenderungan itu merupakan pelaksanaan dari fitrah yang sehat." "Maka bertakwalah kalian kepada Allah." Nabi Luth berusaha menjamah jiwa mereka dari sisi takwa setelah menjamahnya dari sisi fitrah. Bertakwalah kepada Allah SWT dan ingatlah bahwa Allah SWT mendengar dan melihat serta akan murka dan menyiksa orang-orang yang durhaka. Seharusnya orang yang berakal sehat menghindari murka-Nya.

"Dan janganlah kalian mencemarkan namaku terhadap tamuku ini." Ini adalah usaha gagal dari beliau yang mencoba menggugah kemuliaan dan tradisi mereka sebagai orang badui yang harus menghormati tamu, bukan malah menghinakannya. "Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" Tidakkah di antara kalian terdapat orang yang mempunyai pikiran yang sehat? Tidakkah di antara kalian terdapat laki-laki yang berakal? Apa yang kalian inginkan jika memang terwujud, maka itu hakikat kegilaan. Akal adalah sarana yang tepat bagi kalian untuk mengetahui kebenaran. Sesungguhnya perkara tersebut sangat jelas kebenarannya jika kalian memperhatikan fitrah, agama, dan harga diri." Kaumnya menunggu hingga beliau selesai dari nasihatnya yang singkat lalu mereka tertawa terbahak-bahak. Kalimat Nabi Luth yang suci itu tidak mampu mengubah pendirian jiwa yang sakit, hati yang beku, dan pikiran yang bodoh:

"Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.'" (QS. Hud: 79)

Demikianlah tampak dengan jelas bahwa kebenaran tersembunyi di balik pengkaburan, suatu hal yang diketahui oleh dunia semuanya. Mereka tidak mengatakan kepadanya apa yang mereka inginkan karena dunia mengetahuinya dan selanjutnya ia juga mengetahui, yakni isyarat yang buruk pada perbuatan yang buruk.

Nabi Luth merasakan kesedihan dan kelemahannya di tengah-tengah kaumnya. Dengan marah Nabi Luth memasuki rumahnya dan menutup pintu rumahnya. Ia berdiri mendengarkan tertawa dan celaan serta pukulan terhadap pintu rumahnya. Sementara itu, orang-orang asing yang dijamu oleh Nabi Luth tampak duduk dalam keadaan tenang dan terpaku. Nabi Luth merasakan keheranan dalam dirinya ketika melihat ketenangan mereka. Dan pukulan-pukulan yang ditujukan pada pintu semakin kencang. Mulailah kayu-kayu pintu itu tampak rusak dan lemah, lalu Nabi Luth berteriak dalam keadaan kesal:

"Luth berkata: 'Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).'" (QS. Hud: 80)

Nabi Luth berharap akan mendapatkan kekuatan sehingga dapat melindungi para tamunya. Beliau mengharapkan seandainya terdapat benteng yang kuat yang dapat melindunginya, yaitu benteng Allah SWT yang di dalamnya para nabi dan kekasih-kekasih-Nya dilindungi. Berkenaan dengan hal itu, Rasulullah berkata saat membaca ayat tersebut: "Allah SWT menurunkan rahmat atas Nabi Luth. Ia berlindung pada benteng yang kokoh." Ketika penderitaan mencapai puncaknya dan Nabi Luth mengucapkan kata-katanya yang terbang laksana burung yang putus asa, para tamunya bergerak dan tiba-tiba bangkit. Mereka memberitahunya bahwa ia benar-benar akan terlindung di bawah benteng yang kuat:

"Para utusan (malaikat) berkata: 'Hai Luth sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-sekali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu." (QS. Hud: 81)

Jangan berkeluh kesah wahai Luth dan jangan takut. Kami adalah para malaikat, dan kaum itu tidak akan mampu menyentuhmu. Tiba-tiba pintu terbelah. Jibril bangkit dan ia menunjuk dengan tangannya secara cepat sehingga kaum itu kehilangan matanya. Lalu mereka tampak serampangan di dalam dinding dan mereka keluar dari rumah dan mereka mengira bahwa mereka memasukinya. Jibril as menghilangkan mata mereka.

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal." (QS. al-Qamar: 37-38)

Para malaikat menoleh kepada Nabi Luth dan memerintahkan kepadanya untuk membawa keluarganya di tengah malam dan keluar. Mereka mendengar suara yang sangat mengerikan dan akan menggoncangkan gunung. Siksa apa ini? Ini adalah siksa dari bentuk yang aneh. Para malaikat memberitahunya bahwa istrinya termasuk orang-orang yang menentangnya. Istrinya adalah seorang kafir seperti mereka, sehingga jika turun azab kepada mereka, maka ia pun akan menerimanya.

Keluarlah wahai Luth karena keputusan Tuhanmu telah ditetapkan. Nabi Luth bertanya kepada malaikat: "Apakah sekarang akan turun azab kepada mereka?" Para malaikat memberitahunya bahwa mereka akan terkena azab pada waktu Subuh. Bukankah waktu Subuh itu sangat dekat?

Allah berfirman SWT:

"Pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kalian yang tertinggal, kecuali istrimu Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka adalah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?" (QS. Hud: 81)

Nabi Luth keluar bersama anak-anak perempuannya dan istrinya. Mereka keluar di waktu malam. Dan tibalah waktu Subuh. Kemudian datanglah perintah Allah SWT:

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 82-83)

Para ulama berkata: "Jibril menghancurkan dengan ujung sayapnya tujuh kota mereka. Jibril mengangkat semuanya ke langit sehingga para malaikat mendengar suara ayam-ayam mereka dan gonggongan anjing mereka. Jibril membalikkan tujuh kota itu dan menumpahkannya ke bumi. Saat terjadi kehancuran, langit menghujani mereka dengan batu-batu dari neraka Jahim. Yaitu batu-batu yang keras dan kuat yang datang silih berganti. Neraka Jahim terus menghujani mereka sehingga kaum Nabi Luth musnah semuanya. Tiada seorang pun di sana. Semua kota-kota hancur dan ditelan bumi sehingga terpancarlah air dari bumi. Hancurlah kaum Nabi Luth dan hilanglah kota-kota mereka. Nabi Luth mendengar suara-suara yang mengerikan. Istrinya melihat sumber suara dan dia pun musnah."

Allah SWT berfirman tentang kota-kota Luth:

"Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yangpedih. " (QS. adz-Dzariyat: 35-37)

"Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia)." (QS. al-Hijr: 76)

"Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (behas-bekas) mereka di waktu pagi, dan diwaktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkannya." (QS. ash-Shaffat: 137-138)

Yakni ia adalah bukti kekuasaan Allah SWT yang zahir. Para ulama berkata: "Bahwa kota-kota yang tujuh menjadi danau yang aneh di mana airnya asin dan deras airnya lebih besar dari derasnya air laut yang asin. Dan di dalam danau ini terdapat batu-batu tarnbang yang mencair. Ini mengisyaratkan bahwa batu-batu yang ditimpakan pada kaum Nabi Luth menyerupai butiran-butiran api yang menyala. Ada yang mengatakan bahwa danau yang sekarang bernama al-Bahrul Mayit yang terletak di Palestina adalah kota-kota kaum Nabi Luth."

Tamatlah riwayat kaum Nabi Luth dari bumi. Akhirnya, Nabi Luth menemui Nabi Ibrahim. Beliau menceritakan berita tentang kaumnya. Beliau heran ketika mendengar bahwa Nabi Ibrahim juga mengetahuinya. Nabi Luth terus melanjutkan misi dakwahnya di jalan Allah SWT seperti Nabi Ibrahim. Mereka berdua tetap menyebarkan Islam di muka bumi.