Senin, 20 Agustus 2012

Doa Minta Kaya.



 

 

Bolehkah Kita Berdoa Minta Kaya?



Oleh : mutawalli




A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendahuluan
Kita sering mendengar dalam khutbah-khutbah di masjid, dalam pengajian dan ceramah-ceramah, para da’i mengajak hadirin untuk berdoa serta berusaha untuk menjadi kaya. Menurut pembicara, dengan kekayaan yang kita miliki, kita bisa bersekolah atau menyekolahkan anak-anak kita yang tinggi, membangun masjid, gedung sekolah dan sarana umum lainnya, bisa bersedekah, berzakat serta bisa naik hajji dan umroh.
Seringkali yang dipakai sebagai contoh adalah Nabi Sulaiman yang selain menjadi seorang Nabi juga adalah seorang raja yang kaya raya.
Dalam doa-doa yang kita ucapkan selalu ada permohonan untuk mendapatkan rizqi yang halal, toyibah dan banyak. Selain itu banyak orang yang membaca surat Al-Waqiah secara rutin, agar bisa mendapatkan banyak rizqi. Tujuan kita mendirikan solat Dhuha dengan doanya yang khusus adalah memohon kepada Alloh s.w.t. agar diberi rizqi yang banyak.
--------------------------------------------------------------
Dalam doa-doa itu rizqi diartikan sebagai kekayaan.
---------------------------------------------------------------
Akibatnya umat Islam sekarang berlomba-lomba untuk mendapatkan rizqi / kekayaan sebanyak-banyaknya. Dan pada akhir-akhir ini banyak ulama yang mendekatkan diri kepada para penguasa dengan harapan untuk mendapatkan rizki kekayaan. Kegiatan ini sangat meningkat pada saat pemilihan kepada daerah (Pilkada). Bahkan banyak kiyahi yang mencalonkan diri serta telah menjadi kepala daerah karena dorongan untuk memperolah rizki kekayaan. Seharusnya ulama tidak menyatu dengan umaro’ melainkan menjaga jarak agar bisa mengingatkan bila umaro’ berbuat salah, sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.
Suasana ini mirip dengan yang digambarkan oleh Imam Al-Ghozali dalam Kitab Ihya Ulumiddin tentang para ulama pada zaman beliau, yang banyak mendekatkan diri kepada para amir. Menurut beliau ilmu jalan akhirot dan apa yang ditempuh oleh ulama salaf  yang sholih, yang disebut oleh Alloh s.w.t. dalam Al Qur-an dengan fiqh, hikmah, ilmu, cahaya, nur, hidayah, dan rusyd (petunjuk) telah terlipat dan menjadi sesuatu yang dilupakan. Keadaan inilah yang mendorong Imam Al-Ghozali untuk mengarang kitabnya yang termashur yaitu Ihya’ Ulumiddin (Menghidup-hidupkan Ilmu Agama).
Imam Ghozali membagi ulama menjadi dua yaitu ulama akhirot dan ulama’us-su’ (ulama buruk).
Di dalam kitab Ihya’ beliau mengutip satu hadits:
Hadits 01: Seburuk-buruk ulama adalah orang-orang yang datang kepada amir-amir, sedangkan sebaik-baik amir adalah orang-orang yang datang kepada para ulama”. (H.R. Ibnu Majah dengan paroh yang pertama  seperti itu dari hadits Abu Huroiroh dengan sanad yang lemah).
Buku-buku Islam tentang rizqi dan kekayaan.
Sampai di mana pemahaman masyarakat Islam tentang makna rizqi dan kekayaan dapat kita baca pada buku-buku tentang hal itu yang beredar di masyarakat :
A.   Umat Islam Wajib Kaya
Di dalam buku “Umat Islam Wajib Kaya” karangan H. Muhammad Agus Hamid dan Mustawa Hamid, menurut mereka :
1.      Kekayaan menghindarkan seseorang dari kekufuran.
2.      Islam mengajarkan umatnya menjadi kaya.
3.      Kekayaan digunakan untuk mencari ridho Alloh s.w.t.
4.      Di dalam buku itu diajarkan doa-doa memohon kekayaan, di antaranya adalah:
Hadits 02: Ya Alloh, yang Mahakaya dan Maha Terpuji, kayakanlah aku dengan yang Engkau halalkan dan bukan dengan yang Engkau haromkan, kayakanlah aku dengan ketaatan dan bukan dengan kemaksiatan, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dan bukan dengan karunia selain-Mu dan Engkau sebaik-baik Pemberi Rejeki. (H.R. At-Tirmizi).
B.   Doa minta rizqi = kekayaan
Dalam buku “Doa-doa Membuat Kaya & Terhindar Hutang” karangan Muhammad Arlyban terdapat 55 macam doa di antaranya :
1.      Doa agar banyak rezeki 31 macam.
2.      Doa agar kaya dengan jalan mengulang-ulang bacaan asma’ul husna, terutama sifat-sifat  Alloh s.w.t. yang berhubungan dengan kekayaan, ada 8 macam.
3.      Doa-doa lainnya antara lain agar tidak sedih, lepas dari kesulitan duniawi, lepas dari hutang, lancar bisnis, mudah naik pangkat dan mudah urusan dunia lainnya.
Di dalam buku itu rizqi juga diartikan sebagai kekayaan.
C.   Rizqi di dalam Al Qur’an = Kekayaan
Dalam buku “Sumber Rizqi & Kekayaan” karangan M. Ali Chasan Umar, isinya lebih luas daripada buku di atas. Pada halaman pertamanya terdapat motto berisi kutipan-kutipan 8 ayat Al Qur-an :
1. Q.S. Ath-Tholaq [65] :2-3 (tentang rizqi);
 Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Alloh Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Q.S. Ath-Tholaq [65] :2-3)
2. Q.S. Al-Ankabut [29] :17 (tentang rizqi); 
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Alloh itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta [1146]. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Alloh itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Alloh, dan sembahlah dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (Q.S. Al-Ankabut [29] :17)
[1146]  Maksudnya: mereka menyatakan bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat kepada mereka disisi Alloh dan ini adalah dusta.
3. Q.S. An-Nur [24] :38 (tentang karunia dan rizqi);
 (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Alloh memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari  yang telah mereka kerjakan, dan supaya Alloh menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Alloh memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Q.S. An-Nur [24] :38)
4. Q.S. Asy-Syuro [42] :19 (tentang rizqi);
 
Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan dialah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. Asy-Syuro [42] :19)
5. Q.S. Ar-Ro’d [13] : 26 (tentang rizqi);
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S. Ar-Ro’d [13] :26)
6. Q.S. Al-Jumu’ah [62] :10 (tentang karunia);
Apabila Telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jumu’ah [62] :10)
7. Q.S. Adz-Dzariat [51] :58 (tentang rizqi); 
Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Q.S. Adz-Dzariat [51] :58)
8. Q.S. Al-Maidah [5] :114 (tentang rizqi),

Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama". (Q.S. Al-Maidah [5] :114)
Komentar penulis
Dalam uraian di atas kata rizqi (rizqun) dipisahkan dari kata karunia (fadlun). Karena penulis buku tersebut mengartikan rizqi = karunia / kekayaan, maka keduanya menjadi campur aduk dan kacau.

II. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat kita petik dari pendahuluan tadi adalah :
1.     Samakah artinya rizqi dan kekayaan itu ?
2.     Apa yang dimaksud dengan kaya di dalam Al Qur-an ?
3.     Bagaimanakah kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
4.     Bolehkah kita berdoa minta kaya (harta) ?
5.     Apakah akibat (buruk) dari doa minta kaya harta ?
6.     Mengapa Nabi Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
7.     Apa hubungan do’a minta kaya dengan pemanasan global ?
III. PEMECAHAN MASALAH
1.    Samakah artinya "rizqi" dan kekayaan itu ?
Tafsir Al Qur-an “Faham pertama”.
Sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw. dan kaumnya,  Alloh swt. menurunkan Kitab Suci Al Qur-an kepada beliau dalam bahasa Arob.
Bahasa terdiri dari kumpulan "kata-kata". Pada semua bahasa di dunia, setiap “kata” umumnya mempunyai beberapa “arti”. Tak terkecuali bahasa Arob. Di dalam kamus bahasa Arob modern kata “rizqi” mempunyai beberapa arti di antaranya adalah: “tunjangan”, “nafkah”, “penghasilan”, “kehidupan”, “karunia”, “untung” dan “nasib baik” (Elias dan H. Ali Al-Maskatie B.A., Kamus Saku Arab, Inggris, Indonesia, 1983). Sedang dalam Qamus Al-Quran karangan Abdul Qadir Hasan, 1981, kata “rizqi” hanya mempunyai dua arti yaitu: “pemberian / karunia” dan “makanan”. Terlihat di sini bahwa arti “rizqi” sebagai “makanan” tidak terdapat dalam kamus Arob modern. Dalam uraian nanti terbukti bahwa Qamus ini bukanlah Qamus Al Quran melainkan adalah Qamus Bahasa Arob Kuno. Yaitu bahasa yang dipakai oleh orang-orang Arob pada zaman Nabi Muhammad saw. Sedang Bahasa (Arob) Al Qur-an dapat dicari dengan metode yang ditemukan oleh seorang muallaf ahli bahasa Arob kuno bernama Prof. Toshihiku Izutsu yang akan diuraikan nanti.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Arob ada tiga macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
***
Para ahli tafsir Al Qur-an, untuk sampai pada tingkatan ahli, memerlukan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Karena pendidikan dan pengalaman mereka berbeda, maka keahlian mereka dalam menafsirkan Al Qur-an juga berbeda.
Maka dalam menafsirkan arti kata "rizqi" dalam Al Qur-an bisa terjadi perbedaan karena:
(1) kata “rizqi” mempunyai banyak “arti” dan
(2) berbedanya pendidikan dan pengalaman para ahli tafsir Al Qur-an itu.
Kedua hal di atas berakibat terjadinya perbedaan yang besar dalam menafsirkan arti kata “rizqi” dalam Al-Qur-an.
Tafsir Al Qur-an jenis ini penulis namakan Tafsir Al Qur-an “Faham pertama”.
Yaitu Tafsir Al Qur-an yang bertitik tolak dari pemikiran bahwa setiap "kata" di dalam Al Qur-an mempunyai banyak "arti".
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagaimana akan kita lihat pada uraian nanti, Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini bisa berakibat serius yaitu:
- Terjadinya perbedaan, keruwetan dan ketidak pastian dalam Tafsir Al-Qur-an.
- Yang selanjutnya bisa menimbulkan ketidakpastian dalam Hukum Islam 
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Padahal di dalam Al Qur-an terdapat petunjuk, bila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, kita harus kembali kepada Alloh, yang dapat diartikan sebagai: “Kita harus bertanya kepada Alloh”.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Yaitu pada Surat An-Nisa [4] :59 :
Hai orang-orang yang beriman, toatilah Allah dan toatilah Rosul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Bila yang dimaksud dengan "bertanya kepada Alloh" adalah dengan cara menggunakan Tafsir Al Qur-an yang dikarang oleh para ahli tafsir maka sebenarnya kita tidak bertanya kepada Alloh, tetapi bertanya kepada manusia yaitu para ahli tafsir Al Qur-an tersebut.
Bagaimana cara mengatasi keruwetan akibat Tafsir Al Qur-an “Faham pertama” ini ?
Tafsir Al Qur-an “Faham Kedua”, bertanya kepada Alloh.
Agar tidak terjadi perbedaan tafsir Al Qur-an yang bisa menimbulkan ketidak pastian hukum tadi sebaiknya kita menggunakan pemikiran seorang muallaf ahli bahasa Arob kuno berkebangsaan Jepang yaitu Prof. Toshihiku Izutsu, pengajar di Universitas Keio, Tokyo dan Mc Gill University, Canada. Beliau mempelajari bahasa Arob kuno dari kumpulan syair-syair yang dikarang pada zaman diturunkannya Al Qur-an.
Kesimpulan beliau adalah :
1.      Bahasa Al Qur-an adalah bahasa Arob kuno, yang dipakai oleh bangsa Arob waktu itu, yang maknanya dapat dicari dari syair-syair kuno.
2.      Suatu "kata" dalam bahasa Arob kuno, setelah dijadikan bahasa Al Qur-an sering kali berobah artinya dari semula.
3.      "Kata-kata" dengan akar kata yang sama (misalnya r-z-q) di seluruh Al Qur-an hanya mempunyai “satu arti” yang sama.
4.      Suatu "kata" yang tidak jelas artinya di satu ayat akan diterangkan / didefinisikan pada ayat-ayat lain yang mengandung "kata" tersebut.
5.      Untuk mengetahui arti suatu "kata" di dalam Al Qur-an (bertanya kepada Alloh), mula-mula kita kumpulkan semua ayat yang mengandung "akar kata" yang sama, kemudian dianalisa: apa yang dimaksud Sang Pencipta Kitab ini (Alloh swt.) terhadap arti "akar kata" itu.
Selanjutnya di dalam uraian ini Tafsir Al Qur-an faham ini disebut Tafsir Al Qur-an “Faham kedua”.
A.  Arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an “Faham pertama”.
Dalam uraian berikut akan terlihat bahwa Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini akan menimbulkan perbedaan, keruwetan dan ketidak-pastian dalam Tafsir Al Qur-an.
Uraian dalam “Ensiklopedia Al-Qur’an, Kajian Kosakata” (selanjutnya disingkat “Kajian Kosakata”) di bawah binaan Prof. Dr. M. Quraish Shihab.
Kata “rizq” berasal dari razaqa – yarzuqu – rizqan. Dalam berbagai bentuknya. Kata ini disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 123 kali.
Dari segi kebahasaan, asal makna kata “rizq” adalah “pemberian”, baik yang ditentukan maupun tidak; baik yang menyangkut “makanan perut” maupun yang berhubungan dengan “kekuasaan” dan “ilmu pengetahuan”. Makna ini digunakan di dalam Q.S. Al-Baqarah [2]:254.
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari “rezki” yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at[160]. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
[160]  Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Komentar:
Bandingkan kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" disini yang diartikan sebagai “pemberian”, dengan pengertian “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham kedua" (yang akan diuraikan nanti) yang diartikan “makanan”. Menafkahkan “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham kedua" berarti infak dalam bentuk “makanan” misalnya “gandum, padi/beras, (daging) ternak” dan lain-lain.
Lanjutan uraian Quraish Shihab dkk.:
Di samping “rezeki duniawi”, juga ada “rezeki ukhrawi” yang terdapat di dalam Q.S. Ali ‘Imran [3]:169.
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] di sisi Tuhannya dengan mendapat ”rezki” (dalam tafsir Faham pertama diartikan “rizqi ukhrowi”).
[248]  yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
Komentar:
Bandingkan kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" di sini yang diartikan sebagai “rizqi ukhrowi” yang belum jelas macamnya, dengan pengertian kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham kedua" yang jelas artinya yaitu “makanan” yaitu buah-buahan dan daging burung di sorga dan bermacam-macam minuman yang lezat.
Lanjutan “Kajian kosakata”:
Ar-Raziq mengacu pada pemberi atau pencipta “rezeki”. Allah disebut Ar-Raziq karena Allah pemberi atau pencipta “rezeki”.
 Kata “razaqa” di dalam bentuk kata kerja di dalam Al-Qur’an disebut 61 kali. Ayat-ayat yang memuat kata itu memberi penjelasan tentang macam-macam “rezeki” yang di”anugerah”kan Allah kepada manusia, seperti:
1.      “Makanan”, seperti buah-buahan antara lain di dalam Q.S. Al-Maidah [5]:88, Q.S. Al-An’am [6]:142.
2.      “Air” yang menghidupkan hewan dan tumbuh-tumbuhan antara lain di dalam Q.S. Yunus [10]:31, Q.S. An-Naml [27]:64.
3.      “Binatang ternak” antara lain di dalam Q.S. Al-Haj [22]:28 dan 34.
4.      “Istri” dan “anak-anak”, di dalam Q.S. An-Nahl [16]:72.
5.      “Hamba sahaya”, di dalam Q.S. Ar-Rum [30]:28.
Komentar penulis :
Dari 5 contoh arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" di atas, uraian nomor 1 sampai 3 yaitu berarti “makanan” dan “minuman” berupa “buah-buahan, air dan binatang ternak” sudah sesuai dengan konteks ayat. Tetapi uraian nomor 3 dan 4 yaitu kata “rizqi” diartikan sebagai “isteri”, “anak” dan “hamba sahaya" tidak sesuai dengan konteks ayat.
Coba kita uraikan ayat-ayatnya:
3. Q.S. An-Nahl [16] :72, kata “rezeki”  dalam “Kajian Kosakatayang di artikan sebagai “isteri dan anak-anak”.
Allah menjadikan bagi kamu (i) isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, (ii). anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu (iii). “rezki” dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
Di situ Allah (subyek) telah menjadikan dan memberikan (predikat) (i). isteri, (ii). anak-anak dan (iii). “rezeki” (ketiganya adalah obyek penderita) kepada kita (obyek berkepentingan).
Jelas bahwa “rezeki” adalah obyek yang terpisah dan setara dengan isteri dan anak.
Tidak berarti isteri dan anak termasuk “rezeki” sebagaimana “Kajian kosakata”.
4. Q.S. Ar-Rum [30] :28 yang “Kajian kosakata” mengartikan kata “rizqi” sebagai "hamba sahaya".
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) “rezeki” yang telah Kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan)” rezeki” itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal.
Kita dan hamba-sahaya kita (subyek) bersekutu memiliki (predikat) “rezeki” (obyek).
Jelas bahwa hamba sahaya (subyek) bukan “rezeki” (obyek) .
-----------------------------------------------------------------------------------------
Jelas di sini terlihat adanya kekacauan dalam tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Lanjutan “Kajian kosakata”:
Pendapat para ulama berbeda tentang apa yang dimaksud dengan “rezeki”. Fakhruddin Ar-Razi berpendapat, bahwa “rezeki” adalah “bagian”. Seorang punya bagiannya sendiri yang bukan menjadi bagiannya orang lain. Ia membantah pendapat bahwa “rezeki” adalah “segala sesuatu yang dapat dimakan atau digunakan”. Karena Allah menyuruh kita untuk menafkahkan “rezeki” (Q.S. Al-Baqarah [2]:3), kalau “rezeki” adalah “sesuatu yang bisa dimakan”, tentu tidak mungkin dinafkahkan. Dia juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa “rezeki” adalah “sesuatu yang dimiliki”. Dalam do’a “Ya Allah berilah aku anak yang saleh, isteri yang saleh”. Anak dan isteri bukan milik. Demikian juga binatang, bagi binatang ada “rezeki” tetapi mereka tidak mempunyai milik.
Para ulama dari aliran Ahlu-Sunnah wal jama’ah berpendapat, bahwa “rezeki” adalah “segala sesuatu yang bermanfaat”, baik halal maupun haram, karena kalau ditilik dari segi kebahasaan kata “ar-rizq” berarti “bagian”. Siapa yang menggunakannya dengan haram maka jadilah bagiannya haram. Alasan berikutnya adalah firman Allah pada QS. Hud [11]: 6, ‘Wa ma min dabbatin fil- ardhi illa ‘alallahi “rizqu”ha = (dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi “rezeqi”nya).
Sebaliknya aliran Mu’tazilah mengatakan, bahwa yang haram tidak disebut “rezeqi”, karena kepemilikannya tidak sah. Allah tidak memberi “rezeqi” yang haram. Yang diberikan Allah hanya “rezeqi” yang halal. Mereka mengemukakan argumentasi berdasarkan firman Allah di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 3, Wa mimma “razaq”nahum yunfiqun (dan menafkahkan sebagian “rezeqi” yang telah Kami anugerahkan kepada mereka). Secara implisit ayat ini memberikan pujian bagi yang menafkahkan “rezeqi” yang diberikan Allah. Kalau sekiranya yang haram disebut juga “rezeki”, konsekwensinya menafkahkan yang haram juga berhak mendapat pujian. Yang demikian itu tidak benar sama sekali. Alasan kedua, kalau yang haram disebut juga “rezeqi”, boleh-boleh saja seseorang merampas dan kemudian menafkahkan rampasan itu. Akan tetapi, hal itu tentulah ditolak. Ini menunjukkan bahwa yang haram bukanlah “rezeki”.  Alasan ketiga berupa firman Allah swt., (Qul ara’aitum ma anzalallahu lakum min “rizqin” faja’altum minhu haraman wa halalan qul allahu adzina lakum am ‘alallahu taftarun). Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku tentang “rezeki’ yang diturunkan kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”).
Ayat ini menjelaskan bahwa yang mengharamkan “rezeki” Allah si pelaku mengada-ada terhadap Allah. Demikian itu menunjukkan bahwa yang haram tidak dinamai “rezeki”.* Afraniati Affan *
Komentar penulis:
Dalam uraian menurut Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” di atas jelas terdapat ketidak pastian dalam tafsir kata “rizqi” itu.
B.  Arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an secara “Faham kedua”.
Bahasa Al Qur-an (dalam hal ini kata “rizqi”) adalah dalam bahasa Arob kuno, yang dipakai oleh bangsa Arob waktu itu.
Suatu kata dalam bahasa Arob kuno (dalam hal ini kata “rizqi” yang dalam bahasa Arob kuno berarti “makanan” dan “karunia”), setelah dijadikan bahasa Al Qur-an menurut Izutsu sering kali berobah artinya dari semula.
Kata-kata dengan akar kata yang sama (yaitu “r-z-q”) di seluruh Al Qur-an menurut Izutsu hanya mempunyai satu arti saja.
Suatu kata yang tidak jelas artinya di satu ayat (yaitu “rizqi”) akan diterangkan/ didefinisikan pada ayat-ayat lain yang mengandung kata tersebut.
Untuk mengetahui arti suatu kata (yaitu “rizqi”) di dalam Al Qur-an, kita harus bertanya kepada Alloh dengan cara: mula-mula kita kumpulkan semua ayat yang mengandung akar kata yang sama (yaitu “rizqi”), kemudian dianalisa: apa yang dimaksud oleh Sang Pencipta Kitab ini (Alloh swt.) terhadap arti akar kata itu (“r-z-q”).
Seperti yang dicontohkan oleh Quroisy Shihab dkk. “rizqi” bisa berarti “makanan” dan “air” dan “lain-lainnya”. Dalam bahasa Inggris baik makanan atau minuman keduanya termasuk food yang bisa berbentuk padat atau cair.
Kita masukkan kata “makanan” (di dalam kurung) sebagai arti kata “rizqi” di dalam ayat-ayat yang berisi akar kata “r-z-q” berikut:
1.        Q.S. Al Baqarah [2] :2. (Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, 3. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki (makanan) yang kami anugerahkan  kepada mereka. 4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. 5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
2.        Q.S. Al Baqarah [2] :22. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari  langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki (makanan) untukmu; karena itu janganlah  kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.                                       
3.        Q.S. Al Baqarah [2] :25. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga  yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki (makanan) buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
4.         Q.S. Al Baqarah [2] :57. Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik  yang telah Kami rizkikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya diri mereka sendiri.
5.        Q.S. Al Baqarah [2] :60. Dan (ingatlah), ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu  memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (makanan) (yang diberikan) Allah, dan  janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat  kerusakan.
6.        Q.S. Al Baqarah [2] :172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki (makanan) yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
7.        Q.S. Al Baqarah [2] :233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rezki (makanan) dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu  menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah  karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan  pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
8.        Q.S. Al Baqarah [2] :254. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah  sebagian rezki (makanan) yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang  pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan  tidak  ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim.
9.        Q.S. Ali Imran [3] :37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati rezki (makanan) di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rizki (makanan) pada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
10.     Q.S. An-Nisaa' [4] :39. Apakah  kemudharatan bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rizki (makanan) yang telah diberikan Allah  kepada  mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.
11.     Q.S. Al-Maaidah [5] :114. Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan engkau; Beri rezki (makanan)lah kami, dan engkaulah pemberi rezki (makanan) yang paling utama.
12.     Q.S. Al-An'aam [6] :142. Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki (makanan) yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
13.     Q.S. Al A'raaf [7] :31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. 32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki (makanan) yang baik ?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
14.     Q.S. Al A'raaf [7] :50. Dan penghuni neraka menyeru penghuni syurga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu" Mereka (penghuni syurga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir.
15.     Q.S. Surat A'raaf [7] :160. Dan mereka kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu." Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan kami naungkan awan di atas mereka dan kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah kami rizkikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.
16.     Q.S. Al Anfaal [8] :3. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka. 4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar- benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (makanan berupa buah-buahan dan daging burung serta minuman) yang mulia (di surga).
17.     Q.S. Al Anfaal [8] :26. Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezki (makanan) dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.
18.     Q.S.8 (Al Anfaal):74. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (makanan) yang mulia.
19.     Q.S.10 (Yunus):59. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki (makanan) yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal" Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?"
20.     Q.S.10 (Yunus):93. Dan sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki (makanan) dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.
21.     Q.S.11 (Hud):6. Dan tidak suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezki(makanan)nya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuzh).
22.     Q.S.11 (Hud):88. Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki (makanan) yang baik (patutlah aku menyalahi perintah-Nya)?. Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang kamu dari padanya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik  bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.
23.     Q.S.12 (Ar ra'd):22. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). 23. (Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isteri dan anak cucunya, sedang Malaikat-Malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, 24. (Sambil mengucapkan) : "Salamun 'alaikum bima shabartum". Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
24.     Q.S.13 (Ar-Ra'd):26. Allah meluaskan rezki (makanan) dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan di dunia itu (dibandingkan dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).
25.     Q.S.14 (Ibrahim):31. Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada  hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.
26.     Q.S.14 (Ibrahim):32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan  menurunkan air hujan dari langit, kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan rezki (makanan) untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
27.     Q.S.15 (Al Hijr):20. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki (makanan) kepadanya.
28.     Q.S.16 (An Nahl):56. Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki (makanan) yang telah kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.
29.     Q.S.16 (An Nahl):67. Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki (makanan) yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
30.     Q.S.16:71. Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki (makanan), tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki (makanan) mereka kepada budak- budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki (makanan) itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezki (makanan) dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" 73. Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki (makanan) kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun). 74. Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. 75. Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri rezki (makanan) yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki (makanan) itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
31.     Q.S.16 (An Nahl):112. Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezki(makanan)nya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
32.     Q.S.16 (An Nahl):114. Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki (makanan) yang  telah  diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya  Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
33.     Q.S.17 (Al Isra'):30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki (makanan) kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
34.     Q.S.17 (Al Isra):70. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki (makanan) dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
35.     Q.S.18 (Al Kahfi):19. Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?). Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata yang lain lagi: "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa rezki (makanan) itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun.
36.      Q.S.19 (Maryam):62. Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam syurga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rezki(makanan)nya di syurga itu tiap-tiap pagi dan petang.
37.     Q.S.20 (Thaha):80. Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa. 81. Makanlah di antara rezki (makanan) yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.
38.     Q.S.20 (Thaha):131. Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka dengannya. Dan rizki (makanan) Tuhan kamu (makanan di sorga, pen.) adalah  lebih baik dan lebih kekal.
39.     Q.S.20 (Thaha):132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki (makanan) kepadamu, kamilah  yang memberi rezki (makanan) kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
40.     Q.S.22 (Al Hajj):34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelian (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak (makanan) yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), 35. (Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian (makanan, pen.) dari apa yang telah kami rezkikan kepada mereka.
41.     Q.S.22 (Al Hajj):50. Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezki (makanan di sorga, pen.) yang mulia.
42.     Q.S.22 (Al Hajj):58. Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki (makanan) yang baik (di syurga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki (makanan).
43.     Q.S.23 (Al Mu'min):72. Atau kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki (makanan) yang paling baik.
44.     Q.S.24 (An Nuur):26. Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki (makanan) yang mulia (di syurga).
45.     Q.S.28 (Al Qasas):54. Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa (makanan, pen.) yang telah kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.
46.     Q.S.28 (Al Qasas):57. Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kamu akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (makanan)(bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
47.     Q.S.28 (Al Qasas):82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)".
48.     Q.S.29 (Al Ankabut):16. Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 17. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki (makanan) kepadamu; maka mintalah rezki (makanan) itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.
49.     Q.S.29 (Al Ankabut):60. Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezki(makanan)nya sendiri. Allahlah yang memberi rezki (makanan) kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
50.     Q.S.29 (Al Ankabut):62. Allah melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
51.      Q.S.30 (Ar Rum):37. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan rezki (makanan) itu, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. 38. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.
52.     Q.S.30 (Ar Rum):40. Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki (makanan), kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali), adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu dapat berbuat suatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
53.     Q.S.32 (As Sajdah):15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya sedang mereka tidak menyombongkan diri. 16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka.
54.     Q.S.33 (Al Ahzab):31. Dan barang siapa di antara kamu sekalian (isteri-isteri nabi) tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh. Niscaya Kami memberikan kepadanya pahalanya dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki (makanan) yang mulia (di surga).
55.     Q.S.34 (Saba):4. Supaya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rizki (makanan) yang mulia (di surga).
56.     Q.S.34 (Saba):15. Sesungguhnya bagi  kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki (makanan) yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah  negeri  yang baik  dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun.
57.     Q.S.34 (Saba):36. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang  dikehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
58.     Q.S.34 (Saba):39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki (makanan) bagi  siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki (makanan) yang sebaik-baiknya.
59.     Q.S.35 (Fathir):29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan  menafkahkan  sebagian dari rezki (makanan) yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
60.     Q.S.36 (Yaa-siin):47. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebagian dari rezki (makanan) yang diberikan Allah kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan. Tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata".
61.     Q.S.37 (Ash Shaffat):40. Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). 41. Mereka itu memperoleh rezki (makanan) yang tertentu, 42. Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, 43. Di dalam syurga-syurga yang penuh nikmat,
62.     Q.S.38 (Shaad):49. Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik. 50. (Yaitu) syurga 'Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka, 51. Di dalamnya mereka bertelekan (di atas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman di syurga itu. 52. Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya. 53. Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari berhisab. 54. Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezki (makanan) dari kami yang tiada habis-habisnya.
63.     Q.S.39 (Az Zumar):52. Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezki (makanan) dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.
64.     Q.S.40 (Al Mu'min):13. Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki (air/makanan) dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).
65.     Q.S.40 (Al Mu'min):64. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki (makanan) dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.
66.     Q.S.42 (Asy Syuura):27. Dan jikalau Allah melapangkan rezki (makanan) kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
67.      Q.S.42 (Asy Syuura):38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka.
68.     Q.S.45 (Al Jaatsiah):5. Dan pada pergantian malam dan siang dan rezki (air/makanan) yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah  matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
69.     Q.S.45 (Al Jaatsiah):16. Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (Taurat) dan kekuasaan dan kenabian; dan kami berikan kepada mereka rezeki-rezki (makanan) yang baik dan kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya).
70.     Q.S.50 (Qaaf):9. Dan kami turunkan dari langit air yang banyak manfa'atnya lalu kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. 10. Dan pohon kurma yang tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. 11. Untuk menjadi rezki (makanan) bagi hamba-hamba (kami). Dan kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.
71.     Q.S.51 (Adz Dzariat):22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezki (air/makanan)mu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu (air hujan, pen.). 23. Demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu  adalah benar-benar (akan terjadi) seperti terjadinya perkataan yang kamu ucapkan.
72.     Q.S.51 (Adz Dzariat):56. Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya  mereka menyembah-Ku. 57. Aku sekali-kali tidak menghendaki rezki (makanan) sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan. 58. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki (makanan) yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
73.     Q.S.56 (Al Waqiah):81. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al- Quran ini ?. 82. Kamu (mengganti) rezki (makanan) (Allah) dengan mendustakan (Allah).
74.     Q.S.62 (Al Jum'ah):11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dari pada permainan dan perniagaan; dan Allah sebaik-baik Pemberi rezki (makanan).
75.     Q.S.63 (Al Munafiqun):10. Dan belanjakanlah sebagian dari pada rezki (makanan) yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; dan ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, dengan sebab itu aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?".
76.     Q.S.65 (At-Talaq):7.  Orang yang mampu hendaknya memberi nafkah menurut kemampuannya; dan orang yang disempitkan rezki(makanan)nya hendaklah memberi nafkah dari harta (berupa makanan, pen.) yang diberikan Allah kepadanya; Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
77.     Q.S.65 (At-Talaq):11. (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah melapangkan rezki (air/makanan) kepadanya.
78.     Q.S.67 (Al-Mulk):15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki (makanan)-Nya; dan kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
79.     Q.S.67 (Al-Mulk):21. Atau siapakah yang akan memberi kamu rezki (makanan) jika Allah menahan rezki (makanan)-Nya, bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan dalam keadaan menjauhkan diri?.
80.     Q.S.89 (Al-Fajr):15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi kesenangan maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku," 16. Tetapi apabila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezki (makanan)nya, maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku," 17. Sekali-kali tidak (demikian), bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, 18. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin; 19. Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil). 20. Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
-------------------------------------------------------------------------
-         Terbukti bahwa semua kata “rizqi” dalam semua ayat di atas bisa diartikan sebagai makanan (food), baik yang berbentuk padat atau cair,
-         maka “rizqi” tidak dapat diartikan sebagai kekayaan.
Maka pada semua do’a yang terkandung kata (meminta) “rizqi” berarti kita meminta “makanan”.
Termasuk doa sewaktu duduk di antara 2 sujud:
Hadits 03: Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii. “Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, dan tutupkanlah ke’aibanku, dan angkatlah akan kedudukanku, dan cukupkanlah “rizqi”ku, dan tunjukilah aku –ke jalan yang lurus-, dan ‘afiatkanlah aku.” (H.R. Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a.)
    Do'a Selesai Sholat Dhuha, “rizqi” = “makanan”
    Allohumma innadhdhuhaa-a dhuhaa-uka wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaluka walquwwata quwatuka, walqudrota qudrotuka wal'ishmata 'ishmatuka. Allohumma inkaana “rizqii” fissamaa-i fa anzilhu, wa inkaana filardhi fa akhrijhu, wa inkaana mu'siran fayassirhu wa inkaana harooman fathohhirhu, wain kaana ba'iidan faqorribhu bihaqqi dhuhaa-ika wabaha-ika wajamaalika, waquwwatika waqudrotika, aatinii maa ataita 'ibaadakash shoolihiin.
   Artinya : "Ya Alloh bahwasanya waktu dhuha itu waktu dhuha-Mu; kemegahan ialah kemegahan- Mu (keagungan), keindahan itu keindahan-Mu kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasan-Mu dan perlindungan itu perlindungan-Mu. "Ya Alloh jika “rizqi”ku masih di atas langit (hujan), turunkanlah dan jika (“rizqi”ku) ada di dalam bumi (umbi-umbian) keluarkanlah, jika (“rizqi”ku) sukar, mudahkanlah, jika (“rizqi”ku) harom sucikanlah jika (“rizqi”ku) masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha, keagungan keindahan, kekuatan, dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah (“rizqi”) kepada kami seperti yang telah Engkau limpahkan (“rizqi”) kepada hamba-hamba-Mu yang sholeh".
2.     Apa yang dimaksud dengan kaya (ghoniy) di dalam Al Qur-an.
Berikut adalah uraian Prof. Dr. M. Quraish Shihab dkk. dalam “Ensiklopedia Al-Qur’an, Kajian Kosakata”:
Ghaniy
Kata ghaniy terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ghain, nun, dan ya’. Maknanya berkisar pada dua hal, pertama kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyah yaitu wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupan hidup di rumah orangtuanya, atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami. Makna kedua adalah suara. Dari sini, lahir kata mughanni dalam arti penarik suaraatau penyanyi.
Dalam Al-Qur’an kata ghaniy ditemukan sebanyak 20 kali, hanya dua kali yang menunjuk kepada manusia, sedang selebihnya menjadi sifat Allah s.w.t.
Dalam bahasa Al-Qur’an dan Hadits “kekayaan” tidak selalu diartikan banyaknya harta benda. Nabi saw. menjelaskan bahwa:
“Bukanlah ghina (kekayaan) dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati / jiwa.”
Bahasa Arab menggunakan kata tsariy untuk menggambarkan kekayaan material.
Dalam Al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan ketiga huruf yang disebut di atas dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 69 kali. Pada umumnya tidak berarti “banyak harta”, bahkan secara tegas, sebagaimana ditulis oleh Bint Asy-Syati’ dalam tafsirnya bahwa seseorang dapat dianggap ‘kaya’ (ghaniy) menurut bahasa agama, walaupun dia tidak memiliki harta yang banyak, sebaliknya yang memiliki harta melimpah dapat saja tidak dinamai “kaya” (ghaniy).
Perhatikanlah firman Allah dalam QS Ali Imran [3]: 10 dan 116, demikian pula QS Al-Haqqah [69]: 28, yang menyatakan: ma aghni ‘anni maliyah= “Hartaku sekali-kali tidak menjadikan aku kaya” dalam arti berkecukupan dan mampu menolak siksa Tuhan.
Di sisi lain, perlu dicatat bahwa Allah swt. menyebutkan aneka nikmat-Nya kepada Rasul s.a.w., antara lain wa wajadaka ‘aailan fa aghna = ”Dan bukankah Dia mendapatimu sebagai seseorang yang kekurangan fa aghna = lalu Dia memberikan kecukupan” (QS. Adh-Dhuha [93]: 8).
Memerhatikan keadaan Rasul saw. sejak kecil hingga kemudian berhasil menyebarkan Islam di jazirah Arabia, sejarah tidak menginformasikan bahwa suatu ketika beliau pernah memiliki harta kekayaan yang melimpah. Justru sebaliknya, para isteri beliau pernah mengeluh akibat “sempitnya kehidupan materi”, sampai-sampai beliau mempersilakan mereka untuk memilih hidup sederhana atau dicerai secara baik (QS. Al-Ahzab [33]: 28).
Menurut Imam Ghazali, Allah Al-Ghaniy, adalah “Dia yang tidak punya hubungan dengan yang selain-Nya, tidak dalam zat-Nya maupun sifat-Nya, bahkan Dia Mahasuci dalam segala macam hubungan ketergantungan.”
Demikian terlihat bahwa “kekayaan” Allah yang dimaksud dalam sifat-Nya ini, bukan melimpahnya materi, tetapi ketidakbutuhan-Nya kepada selain-Nya (Ya ayyuhannas antumulfuqoro’ilalloh, wallohu huwalghoniyulhamid = Hai sekalian manusia, kamulah yang miskin / butuh kepada Alloh; sedang Alloh, Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”. (QS. Fathir [35]: 15).
Yang sebenar-benarnya kaya adalah yang tidak butuh kepada sesuatu. Allah menyatakan dirinya dalam dua ayat, (ghoniyyun ‘anil’alamin=”Tidak butuh kepada seluruh alam raya” (QS. Ali Imron [3]: 97 dan QS. Al-‘Ankabut [29]: 6). Manusia betapapun kayanya, maka dia tetap butuh, paling tidak kebutuhan kepada yang memberinya kekayaan. Yang memberi kekayaan adalah Alloh Al-Mughni.
Kata Ghoniy yang merupakan sifat Alloh, pada umumnya (10 kali) dirangkaikan dengan kata Hamid, dan masing-masing sekali dengan Karim, Halim, Dzu Ar-Rohmah, dan lima kali tidak dirangkaikan dengan sifat-Nya yang lain (al-‘alamin dua kali dan berdiri sendiri tiga kali).
Perangkaian sifat Ghoniy dengan Hamid, menunjukkan bahwa dalam kekayaan-Nya Dia amat Terpuji, bukan saja pada sifat-Nya, tetapi juga jenis dan kadar bantuan / anugerah kekayaan-Nya itu. Perangkaiannya dengan sifat Karim, menunjukkan bahwa anugerah-Nya melimpah, sedang perangkaiannya dengan sifat Halim menunjukkan bahwa Dia tidak bosan memberi, apalagi marah walau berulang-ulang dimintai. Ini karena Dia Dzu Ar-Rohmah. Pemilik kasih sayang yang tercurah kepada makhluk-Nya. Karena itu pula, seperti firman-Nya dalam QS. Ar-Rohman [55]: 29, (Yas’aluhu man fi samawati wal-ardhi kullu yaumin huwa fi sya’nin =’Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan (memenuhi harapan mereka).”
Demikian, wa Alloh A’lam. * M. Quraish Shihab*           
Komentar penulis
Dalam uraian Quroisy Shihab di atas, terdapat perbedaan arti ghoniy untuk Alloh dan ghoniy bagi manusia. Sifat ghoniy bagi Alloh yang 10 X dirangkaikan dengan hamid berarti Maha Kaya dalam arti tidak memerlukan sesuatu karena memiliki segala sesuatu (lagi Maha Terpuji).
Sedang sifat ghoniy bagi manusia kita harus mencontoh kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. yang di waktu kecilnya di Mekah beliau sudah yatim piatu, hidup miskin sebagai pengembala domba. Namun setelah dewasa dan dikawin oleh Siti Khodijah hidupnya tidak pernah lagi menderita kekurangan dan kelaparan, dengan kesehatan fisik yang sempurna. Situasi ini digambarkan dalam ayat wa wajadaka ‘aailan fa aghna = ”Dan bukankah Dia mendapatimu sebagai seseorang yang kekurangan fa aghna = lalu Dia memberikan kecukupan” (QS. Adh-Dhuha [93]: 8). Namun setelah Siti Khodijah wafat lalu beliau hijroh ke Madinah, para isteri beliau pernah mengeluh akibat “sempitnya kehidupan materi”, sampai-sampai beliau mempersilakan mereka untuk memilih hidup sederhana atau dicerai secara baik (QS. Al-Ahzab [33]: 28).
Jadi ghoniy Nabi adalah tidak memerlukan sesuatu, karena sudah merasa cukup dengan nikmat yang diberikan Alloh s.w.t. Hidup sederhana dalam materi tetapi kaya dalam hati.
Ketika tinggal di Madinah beliau hidup sederhana bukan karena penghasilannya sedikit. Sebagai Rosul beliau berhak menerima 1/3 harta fa’i (pampasan perang) yang sangat banyak. Karena tidak memerlukannya (ghoniy) maka semuanya diberikan kapada orang-orang yang lebih membutuhkan dan tidak disisakan barang sedikit untuk beliau sendiri dan keluarganya.
Maka do’a minta kaya pada hadits 02 dalam pendahuluan :
Hadits 02: Ya Alloh, yang Mahakaya dan Maha Terpuji, kayakanlah aku dengan yang Engkau halalkan dan bukan dengan yang Engkau haromkan, kayakanlah aku dengan ketaatan dan bukan dengan kemaksiatan, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dan bukan dengan karunia selain-Mu dan Engkau sebaik-baik Pemberi “Rejeki”. (H.R. At-Tirmizi).
Berarti ghoniy seperti Nabi yaitu tidak memerlukan sesuatu, karena sudah merasa cukup dengan nikmat yang diberikan Allah s.w.t. Hidup sederhana dalam materi tetapi kaya dalam hati.
3.     Bagaimanakah kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
Kehidupan Raja Sulaiman dengan kerajaan dan pasukannya yang sangat hebat yang terdiri dari manusia, jin dan binatang itu sering dipakai sebagai contoh agar kita berdoa minta kaya. Kerajaannya yang hebat itu beliau pakai sebagai sarana kholifatulloh dan untuk menjamu para tamu-tamunya.
Namun sebagai Nabi dan hamba Alloh kehidupan beliau tentu tidak berbeda dengan nabi-nabi yang lainnya. Di rumahnya beliau menjadi pengusaha kerajinan tas yang dijual di pasar. Hasilnya antara lain beliau pakai untuk membeli gandum sekadarnya guna membuat roti sya’ir yang bermutu rendah. Kekuasaan dan kekayaannya dianggap sebagai sesuatu kehinaan. Padahal sebenarnya jika mau, beliau bisa menikmati makanan dan kekayaan kerajaan sekehendaknya. Tetapi beliau mampu menahan keinginan dan hawa nafsunya.
4.     Bolehkah kita berdoa minta kaya (harta) ?
Berdoa minta kaya (harta) berarti menghendaki kehidupan dunia. Hal ini dilarang Alloh s.w.t. dalam Al Qur-an Surat Al Isro’ [17] :18-20.
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir tertulis sebagai berikut:
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.S. 17:18) Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirot dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Q.S. 17:18).
Alloh s.w.t. memberitahukan bahwa tidak semua orang yang mengejar dunia dan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan didapat oleh orang-orang yang dikehendaki-Nya saja. Dan ayat ini membatasi pengertian yang ada pada ayat-ayat lain yang umum, dimana Dia berfirman: ”Maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam.” Yakni di alam akhirot, “Ia akan memasukinya”, yaitu memasukinya sehingga Neraka itu menenggelamkannya dari semua sisi. “Dalam keadaan tercela” yakni, dalam keadaan terhina atas tindakan dan perbuatannya yang buruk, di mana ia lebih memilih hal yang bersifat fana (sementara) daripada yang bersifat baqo (abadi) “Dan terusir,” Yakni, terjauhkan dan tersisihkan dalam keadaan hina dina.
Hadits 4: Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., di mana ia bercerita, Rosululloh s.a.w. bersabda: “Dunia ini adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat tinggal (di surga, pen.), dan harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta (di surga, pen.), dan padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”
Dan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirot,” yakni, menghendaki alam akhirot dan berbagai kenikmatan dan kebahagiaan yang ada di sana.  “Dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh,” yakni, mencari hal itu melalui jalannya sedang ia mengikuti Rosul-Nya s.a.w.  “Sedang ia adalah Mukmin,yakni hatinya beriman, mempercayai adanya pahala dan balasan. “Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini (ayat 18) maupun golongan itu (ayat 19) Kami berikan bantuan dari kemurahan Robb-mu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Q.S. 17:20) Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain), dan pasti kehidupan akhirot lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (Q.S. 17:21).
Alloh s.w.t. berfirman: “Kepada masing-masing golongan,” yakni, masing-masing dari kedua kelompok, yakni orang yang menghendaki dunia dan orang-orang yang menghendaki akhirot, akan Kami berikan kepada mereka berupa: “Bantuan dari kemurahan Robb-mu”. Yakni, Dialah yang mengendalikan dan mengatur, Dia tidak mungkin berbuat curang. Maka Dia akan memberikan kepada masing-masing apa yang sudah menjadi haknya, baik yang menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang sanggup menolak ketetapan-Nya dan tidak pula ada yang sanggup menghalang-halangi pemberian-Nya, serta tidak ada pula yang sanggup merubah apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, Dia berfirman: ”Dan kemurahan Robbmu tidak dapat dihalangi.Maksudnya, tidak akan ada seorang pun yang menolak dan menentang-Nya.
Al-Hasan dan juga ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya, sama sekali tidak dapat dilarang.”
Setelah itu, Alloh s.w.t. berfirman: ”Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain),” Yakni, di dunia. Di mana di antara mereka ada yang kaya, ada juga yang miskin, dan ada juga yang pertengahan antara keduanya. Ada juga yang mati dalam keadaan masih kecil, ada juga yang berumur panjang sampai berusia lanjut, dasn ada juga yang pertengahan antara keduanya.
“Dan pasti kehidupan akhirot lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. Maksudnya, karena adanya perbedaan kedudukan mereka yang sangat besar di alam akhirot daripada di dunia, maka di antara mereka ada yang berada di Neraka Jahanam,lapisan paling bawah dengan disertai belenggu dan rantai yang membelitnya. Ada pula yang berada di tingkat paling atas dengan penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Orang-orang yang berada di tingkat paling bawah pun mempunyai kedudukan yang beragam satu sama lainnya, sebagaimana halnya orang-orang yang ada di tingkatan paling atas pun mempunyai kedudukan yang beragam pula. Sesungguhnya, Surga itu mempunyai seratus tingkatan yang antara dua tingkat  adalah seperti jarak antara langit dan bumi.
Dalam kitab ash-shohihain  disebutkan, bahwa
Hadits 05: Rosululloh s.a.w. bersabda:  “Sesungguhnya para penghuni Surga dapat melihat orang-orang yang berada di ‘Illiyyin (Surga tertinggi), sebagaimana kalian melihat bintang-bintang cemerlang berjalan di ufuk langit.” (H.R. Al-Bukhori dan Muslim).

Tafsir Surat Al Isro’ ayat 18-19 menurut KH Zainuddin MZ
KH Zainuddin MZ menafsirkan Surat Al Isro’ ayat 18-19 secara singkat sebagai berikut : Bila kita menanam rumput (dunia) pasti tidak akan tumbuh besertanya padi (akhirot). Tetapi bila kita menanam padi (akhirot) pasti juga akan tumbuh rumput (dunia).
4. Akibat buruk dari “doa minta kaya (harta)” : Kisah Sa’labah
Akibat buruk dari “doa minta kaya” terlihat pada kisah Sa’labah yang merupakan asbabun nuzul dari Q.S. At-Taubah [9] :75-77.
Di dalam Tafsir Jalalain kisahnya tertulis sebagai berikut:
75.  Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia (fadl)-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang soleh.
Orang yang dimaksud ialah Sa’labah ibnu Hatib; pada suatu hari ia meminta kepada Nabi s.a.w. supaya mendoakannya,
---------------------------------------
semoga Alloh merizqikannya harta,
----------------------------------------
kelak ia akan menunaikan hak-haknya kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Kemudian Nabi s.a.w. mendoakannya sesuai dengan permintaannya itu; akhirnya Alloh memberinya harta yang banyak, sehingga ia lupa akan solat Jum’at dan solat berjamaah yang biasa dilakukannya karena sibuk dengan hartanya yang banyak itu, dan lebih parah lagi ia tidak menunaikan zakatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Alloh s.w.t. dalam ayat berikutnya, yaitu:  !
76.  Maka setelah Alloh memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia(fadl)-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
77.  Maka Alloh menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Alloh, karena mereka telah memungkiri terhadap Alloh apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.
Setelah itu Sa’labah ibnu Hatib datang menghadap Nabi s.a.w. sambil membawa zakatnya, tetapi Nabi s.a.w. berkata kepadanya: “Sesungguhnya Alloh telah melarang aku menerima zakatmu”. Setelah itu Rosululloh s.a.w. menaburkan tanah di atas kepalanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Abu Bakar r.a. ia datang membawa zakatnya kepada Kholifah Abu Bakar r.a., tetapi  Kholifah Abu Bakar r.a. tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Umar r.a. ia pun datang membawa zakatnya tetapi Kholifah Umar r.a. juga tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a. ia pun datang lagi membawa zakatnya,  tetapi ternyata Kholifah Usman r.a. sama saja, juga tidak mau menerimanya. Ia mati pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a.
Menurut Hamka di dalam segala tafsir lama, senantiasa bertemu ceritera Sa’labah ini. Tetapi pada tafsir Al-Manar cerita ini diragukan karena menurut Sayid Roshid Ridho Nabi tidak mungkin menolak taubatnya seseorang.
Begitu juga di internet hampir semuanya meragukan cerita ini dengan meragukan keabsahan hadits.
Komentar penulis
Penulis setuju dengan pendapat Sayid Qutub yang mengatakan bahwa karena Sa’labah pernah ingkar janji dan berdusta kepada Alloh s.w.t , perbuatan ini akan membekaskan kemunafikan dalam hatinya di dunia dan akhirot seperti yang disebutkan pada Q.S. At-Taubah ayat 77.
Sebaiknya kita jangan ikut-ikutan mereka yang membantah cerita ini karena akan berakibat memperbolehkan kita “berdoa minta kaya” seperti Sa’labah dengan akibat buruk yang sama pula.
Di dalam tafsir di atas nabi diriwayatkan telah mendoakan agar Alloh swt. merizqikan harta (mal) kepada Sa’labah. Padahal dalam uraian tentang tafsir Al Qur-an “Faham kedua” di atas, di dalam Al Qur-an kata "rizqi" hanya diartikan sebagai "makanan dan minuman" saja, bukan lagi diartikan sebagai "karunia (harta)". Mungkinkah Nabi menyamakan rizqi (rizqun) dengan karunia (fadlun) ?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kembali membahas tentang pembagian Bahasa Arob. 
Telah disebutkan di atas bahwa Bahasa Arob ada 3 macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
Arti kata "rizqi" sebagai "makanan" hanya terdapat di dalam Al Qur-an saja. Sesuai dengan arti kata yang dimaksud oleh Alloh swt. sebagai pencipta Al Qur-an. Sedang kata "rizqi" di dalam Hadits Nabi Muhammad saw. artinya sesuai dengan yang dipakai oleh bangsa Arob waktu itu, yang menggunakan bahasa Arob kuno.  Dalam bahasa Arob kuno arti kata "rizqi" adalah "makanan" dan "karunia / kekayaan". Maka kalimat do'a Nabi kepada Sa'labah: "Semoga Alloh me-rizqi-kannya harta." sama artinya dengan "Semoga Alloh meng-karunia-kannya harta."
Kontroversi Nabi mendoakan “kaya” bagi Anas bin Malik.
Doa Nabi kepada Anas bin Malik agar mendapat kekayaan dan anak yang banyak sering dipakai sebagai alasan bolehnya kita berdoa minta kaya.
Rosulullah Saw sering kali mendo’akan Anas bin Malik. Salah satu doa Beliau untuknya adalah:“Allahumma Urzuqhu Maalan wa Waladan, wa Baarik Lahu (Ya Allah, berikanlah ia harta dan keturunan, dan berkahilah hidupnya).”Allah mengabulkan doa Nabi-Nya, dan Anas menjadi orang dari suku Anshar yang paling banyak hartanya. Ia memiliki keturunan yang amat banyak, sehingga bila ia melihat anak serta cucunya maka jumlahnya melebihi 100 orang. Allah Swt memberikan keberkahan pada umurnya sehingga ia hidup 1 abad lamanya ditambah 3 tahun lagi.
Adapun asbabul wurud cerita itu adalah hadis berikut:
Hadits 06. Diriwayatkan daripada Anas r.a daripada Ummu Sulaim katanya: Wahai Rasulullah! Aku menjadikan Anas sebagai khodammu, tolonglah berdoa untuknya. Rosulullah s.a.w pun berdoa: Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya dan berkatilah apa yang diberikan kepadanya. Berkata Anas: "Demi Allah, harta bendaku memang banyak dan anak begitu juga anak dari anakku memang banyak sekali dan sekarang sudah berjumlah lebih dari 100 orang. (Sohih Bukhori, Muslim, kitab kelebihan para sohabat).
Komentar penulis.
Hadits ini mengandung kontroversi karena mirip do’a minta kaya yang dipanjatkan Nabi s.a.w. bagi Sa’labah yang berakibat buruk baginya di dunia dan akhirot.
Do’a memintakan harta bagi Anas bin Malik berarti “menghendaki kehidupan sekarang (duniawi)” dalam Q.S. 17:18 yang berakibat “Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”.
Nabi s.a.w. tidak mungkin berdoa yang terlarang di dalam Al Qur-an (mendoakan Anas kaya).
Pasti doa Nabi bukanlah “Allohumma, rizqikanlah harta dan anak bagi Anas dan berkahilah hidupnya”, melainkan “Allohumma, kurniakan rizqi dan anak bagi Anas, dan berkahilah hidupnya”.
Berbicara masalah hadits. Semua hadits berupa sabda Nabi Muhammad saw. (matan hadits) yang sampai kepada kita diceritakan secara beranting melalui barisan perawi (sanad hadits) dalam bahasa Arob waktu itu yaitu bahasa Arob kuno.Telah disebutkan di atas bahwa Bahasa Arob ada 3 macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
Matan hadits yang kita terima sekarang bukanlah matan hadits asli dari Nabi Muhammad saw., melainkan matan hadits yang telah diolah oleh otak para perawi itu yang berfikir dalam bahasa Arob kuno. Dalam bahasa Arob kuno arti "rizqi" dikacaukan dengan "karunia". Telah kita bahas di atas, pemahaman bahwa satu kata dalam bahasa Arob mempunyai beberapa arti itu bisa menimbulkan kekacauan dan kebingungan. 
Maka do'a Nabi Muhammad saw. yang seharusnya adalah: “Allohumma, kurniakan rizqi dan anak bagi Anas, dan berkahilah hidupnya”.setelah sampai kepada kita melalui rangkaian sanad berubah menjadi “Allohumma, rizqikanlah harta dan anak bagi Anas dan berkahilah hidupnya”. Wallohu a'lam.
6.     Mengapa Nabi Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
Sedang do’a yang pernah dipanjatkan Nabi sendiri bukan minta kaya (harta) tetapi meminta jadi miskin seperti kutipan tulisan  Hasan Husen Assagaf berikut ini :
Di samping do’a-do’a yang diajarkan untuk rizki makmur, ada pula do’a-do’a yang tak poluler di zaman ini yang diajarkan Rasulallah saw agar meminta kepada Allah kemiskinan  “Ya Allah, hidupkan aku miskin. Matikan aku miskin. Dan kumpulkan aku kelak di Padang Mahsyar ke dalam kelompok kaum miskin”. Doa ini jarang sekali dibaca tapi memang itu kenyataan doa yang diajarkan Rasulallah saw agar meminta kepada Allah kemiskinan.
Suatu ketika Rosulalloh pernah ditanya tentang surga dan ahlinya, beliau menjelaskan bahwa penghuni yang paling banyak di surga adalah orang miskin. Yang dimaksud disini bukan semua orang miskin masuk surga. Akan tetapi kebanyakan penghuni surga adalah orang miskin yang sobar, soleh, taat ke pada Alloh dan banyak beribadah.
Miskin. Siapa suka miskin? Semua lari dari kemiskinan dan takut miskin. Ini kenyataan hidup sekarang ini. Tidak ada orang ingin hidup miskin. Boro-boro ingin jadi miskin, bermimpi jadi orang miskin atau bertemu dengan kemiskinan atau kesusahan sama sekali tidak diharapkan.
Tapi kalau kita teliti dengan seksama memang itulah kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulallah saw kepada kita. Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam kondisi miskin. Ketika beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi mayoritasnya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan. Hidup berlebihan atau kaya sangat jarang kita dapatkan dalam kisah kehidupan para sohabat Rosulalloh. Ada diantara mereka yang kaya seperti misalnya Ustman bin Affan dan Abdurohman bin Auf, tapi mereka pun berusaha menginfakkan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Alloh agar jadi miskin.
Imam besar Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan. Bahkan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasulloh beliau tidak mampu mengambil seorang pembantu. Ketika istrinya, Fatimah, datang kepada Ayahnya minta kepada beliau seorang pembantu. Rosulalloh pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
Contoh lainnya, pernah satu ketika Rasulallah saw datang melancong ke rumah anaknya, Fatimah. Ketika beliau melihat anaknya mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, begitu pula beliau melihat selot pintu rumahnya terbuat dari bahan sejenis perak, Rosulalloh segera keluar dari rumahnya dan kelihatan tanda tanda kemarahan di wajah beliau. Beliau naik ke atas mimbar. Fatimah pun mengetahui maksud kemarahan ayahnya. Maka dicopotilah giwang, rantai dan selot pintu yang terbuat dari perak dan segera diserahkannya kepada Nabi di atas mimbar seraya berkata “Jadikanlah semua ini di jalan Alloh, ya abati”. Rosulalloh sangat terharu dan bergembira atas tindakan putrinya yang sangat dicintainya. Beliau pun berkata “Sungguh kamu telah melakukannya wahai anakku. Ketahuilah bahwa dunia itu bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Alloh sebesar sayap nyamuk, maka tidak ada satu orang kafir diberi minum setetes pun”
Demikianlah contoh yang kita dapatkan dari pemimpin besar umat, Rosulalloh saw dan Imam besar, Ali bin Abi Tholib yang sepanjang hidupnya selalu dalam kekurangan dan kemiskinan. Akan tetapi di lain pihak Imam Ali pun pernah menegaskan “kemungkinan kemiskinan itu bisa membawa kekufuran”. Begitu pula beliau pernah berkata: “seandainya kemiskinan itu menjelma berbentuk manusia maka saya akan bunuh”.
Assayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan miskin adalah mereka yang mendapatkan problem kehidupan akibat kesulitan ekonomi. Adapun arti miskin menurut pandanganya adalah mereka yang berpenghasilan kurang dan tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari hari.
Ketika salah seorang kepala suku badwi dari gunung diundang raja Saudi, Faisal bin Abdul Aziz, dia sadar bahwa masyarakatnya di gurun sahara miskin. Menyaksikan kota Riyadh yang serba indah, mobil berseliweran di atas jalan beraspal, gedung tinggi, hotel tempat dia menginap terang menderang dengan cahaya lampu yang beraneka warna, beralas tikar permadani empuk, full ac, dan mengasyikan. Dia lalu bertanya kepada dirinya, mengapa ini semua tak ada di desanya? Kalo begitu masyarakat badwi miskin!
Begitulah hidup di ibu kota yang masyarakatnya selalu berlomba merebut peluang. Siapa yang paling banyak memperoleh kesempatan dan dapat mengelola dengan baik, merekalah yang menguasai, jadi kaya. Dan yang kalah bersaing tak kebagian apa pun, jatuh miskin.
Lalu, mengapa Rosulalloh saw mengajarkan doa jadi miskin? Yang dimasud disini beliau bukan mengajarkan umatnya jadi miskin akan tetapi beliau mengajarkan keserhanaan, kehidupan bersama, toleransi, ke-tidakegois-an dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama. Itulah yang diajarkan Rosulalloh saw.
Orang kaya yang hanya memikirkan diri sediri, serakah, tamak, dan kikir, orang semacam ini dikatagorikan orang kaya tapi berjiwa miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan segala musibah yang menimpah dirinya, dan ridho serta bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya.
Orang-orang badwi yang hidup di gurun sahara, terutama yang hidup di kemah kemah yang tak pernah menikmati listrik, tak ada tv atau radio, sanggup berjalan kaki memikul beban naik turun gunung dengan untanya , mereka miskin tapi tak terasa miskin. Karena kehidupan bersama yang mereka jalani, senasib dan sederajat, tak menimbulkan kedengkian antara mereka, ini yang membuat mereka senang, bahagia menikmati kehidupan yang serba kekurangan.
Berapa banyak orang miskin di seluruh pelosok negeri, baik di sahara, di lereng lereng gunung, maupun di desa desa mereka ini mungkin siang malam bersandar dan bertawakal kepada Allah, bahkan boleh jadi kedudukan mereka lebih tinggi disini Alloh dibandingkan dengan orang kaya yang hidupnya digenangi serba kemegahan akan tetapi sehari harinya lebih banyak memuaskan diri sendiri ketimbang memikirkan orang lain dan melupakan perintah Alloh, sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan harta yang diberikan Alloh kepadanya.
Demi Alloh, sekali lagi saya katakan demi Alloh, harta dan kekayaan adalah milik Alloh. Alloh lah yang membuat orang menjadi miskin dan Alloh pula yang membuat orang jadi kaya. Jika Alloh menginginkan si kaya menjadi miskin, dengan sekejap mata saja orang itu menjadi miskin. Jika Alloh berkehendak si miskin menjadi kaya, dengan sekejap mata orang miskin itu menjadi kaya. “Katakanlah: Ya Alloh yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatau. Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa batas “ al-Quran.
Itulah istilah kehidupan kita sehari hari, dunia ini ibarat roda yang berputar. Sebentar berada di atas dan sebentar lagi berada di bawah. Di saat berada di atas, jangan sekali kali merasa bangga tapi harus menengok kepada yang di bawah agar bisa mengimbangi jarak dengan yang di bawah. Dan bagi yang di bawah jangan tinggal diam atau putus asa. Sebab, itulah satu-satunya modal agar yang di bawah dapat berputar kembali, sementara yang di atas tidak rakus, tidak tamak, tidak sombong dan tidak serakah. Itulah yang di ajarkan agama kita agar kehidupan bersama atara si kaya dan si mikin bisa terjalin dengan baik sehingga jarak antara mereka tidak terpaut jauh.
Dalam hal ini, doa yang diajarkan Nabi patut dijadikan bahan renungan. Bahwa doa minta jadi miskin bukan berarti minta serba kekurangan. Akan tetapi yang dimaksud disini minta jadi miskin adalah minta kepada Alloh agar memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita jadi kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin.
Nah, kalau begitu, bacalah doa untuk jadi miskin seperti yang diajarkan Nabi agar tetap memiliki rasa kesederhanaan dan tak rakus yang bisa menimbulkan iri dan dengki terhadap kelompok miskin. 
Wallahu a’lam 
Ditulis oleh HASAN HUSEN ASSAGAF
Komentar penulis
        Sebagai tambahan atas hadits yang telah dikutip oleh Hasan Husin Assegaf bahwa kebanyakan penduduk surga adalah orang miskin, di bawah ini penulis kutipkan hadits yang menceritakan bahwa orang kaya yang masuk surga akan dihukum dulu antara 40-500 tahun sebagai berikut:
Dan Dari Ibnu Abbas r.a. yang berkata bahwa Rosululloh s.a.w. bersabda, “Dua orang mukmin bertemu di pintu surga. Yang satu adalah mukmin kaya dan satunya fakir (miskin) ketika di dunia. Mukmin fakir dimasukkan surga dan mukmin kaya tertahan (selama 40-500 tahun waktu dunia). Suatu saat mukmin kaya dimasukkan ke dalam surga dan berjumpa kembali dengan mukmin fakir. Mukmin fakir bertanya, ‘Saudaraku, kenapa engkau tertahan ? Demi Alloh, kulihat engkau tertahan hingga aku waswas memikirkan keselamatan dirimu!” Mukmin kaya menjawab, ‘Saudaraku, sesungguhnya sepeninggalmu aku tertahan di tahanan yang menjijikkan (selama 40-500 tahun waktu dunia). Aku tidak bisa menyusulmu hingga keringat mengucur deras dari tubuhku. Jika seandainya keringat ini didatangi 1000 unta yang kehausan, maka keringat tersebut membasahi dadanya.’” (Diriwayatkan Ahmad).
Termasuk Golongan manakah Nabi Muhammad saw. itu? Kaya atau Miskin?
Untuk memudahkan pembicaraan sebaiknya kita membedakan antara orang kaya dan orang yang banyak penghasilannya.
Biasanya orang yang kaya mempunyai banyak penghasilan. Sebaliknya orang yang berpenghasilan banyak biasanya adalah orang yang kaya. Karena penghasilannya yang banyak itu dibelikan bermacam-macam barang untuk dirinya sendiri dan keluarganya. 
Dari sini dapat kita definisikan :
-------------------------------------------------------------------
Orang kaya adalah orang yang menikmati banyak harta.
--------------------------------------------------------------------
Sedang Nabi Muhammad saw. dalam kesehariannya termasuk orang yang miskin. Hanya memiliki sedikit harta berupa rumah yang kecil, beberapa lembar pakaian dan barang-barang lainnya. Beliau sering menderita kelaparan akibat tidak tersedianya makanan di dalam rumah beliau, sehingga beliau sering berpuasa.
Tetapi sebenarnya beliau adalah termasuk orang yang berpenghasilan sangat banyak, sebagaimana uraian berikut: (www.syahrialyusuf.com/index.../118-kaya-dalam-sederhana.html)

Dari catatan Abu Faris, masa sebelum kenabian Rasulullah adalah seorang pedagang / pebisnis yang sukses, beliau saw memberikan mas kawin (mahar) kepada Khadijah (cinta pertama / cinta sejati-nya Rasulullah) sebanyak 20 ekor unta dan 12 uqiyah (ons) emas. Jumlah itu tergolong sangat banyak bila dikonversi dengan uang pada masa itu ataupun pada masa sekarang
Setelah menikah kekayaan nabi bertambah karena kekayaan yang dimilikinya dikembangkan melalui perdagangan bersama dengan (harta) Khadijah. Akan tetapi, tidak banyak diketahui, apa yang terjadi pada harta kekayaan Muhammad saw selanjutnya
Semasa kenabian, harta kekayaan Muhammad, menurut Ali Syu'aibi (2004) terdiri dari tiga bagian:
Pertama: Harta yang dijadikan oleh Allah sebagai fai'. Harta ini diperuntukan bagi rasul dan kaum muslimin tanpa melalui pertempuran. Contohnya: Harta yang diperoleh dari suku Yahudi bani Nazir yang mengkhianati pakta perdamaian Madinah. Mereka memohon kepada nabi jaminan keselamatan untuk meninggalkan Madinah dengan memberikan harta benda dan hasil bumi mereka.
Kedua: As-Safi (Harta yang dipilih nabi dari ghanimah sebelum dibagikan).
Ketiga: As-Sahm (beberapa bagian di luar satu perlima yang merupakan hak rasul).
Meskipun tidak ada catatan akurat tentang jumlah persis kekayaan Rasulullah saw sepanjang hayatnya, ada beberapa catatan yang menunjukkan Rasulullah adalah orang berpunya dan memiliki harta banyak, namun beliau selalu mendahulukan kepentingan umat melebihi kepentingan dirinya sendiri dalam bentuk infak, sedekah dan membantu fakir miskin, sesuai ayat-ayat berikut.
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu berikan yang tidak baik, sedangkan kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya (dengan jijik)." (QS al-Baqoroh [2]: 267)
Diceritakan bahwa Muhammad saw pernah membagikan lebih dari 1500 ekor unta kepada beberapa orang Quraisy sesudah perang Hunain. Kemudian, beliaupun pernah memiliki tanah Fadak. Fadak adalah sebuah daerah pemerintahan otonomi Yahudi di Hijaz. Penduduknya mayoritas Yahudi. Tanah Fadak diserahkan oleh kaum Yahudi kepada rasul tanpa melalui pertempuran (Ibnu Hisyam.II: 368)
Masih terkait kekayaan yang dimiliki nabi, Syu'aibi mencatat, beliau membagikan al-kutaibah (pemberian rutin) kepada kerabat dan istri-istri beliau. Kepada Fatimah 200 wasaq, Ali bin Abi Thalib 100 wasaq, Usamah bin Zaid 250 wasaq, Aisyah 200 wasaq, Ja'far bin Abi Thalib 50 wasaq, Rabiah bin Harits bin Abdil Mutthalib 100 wasaq, Abu Bakar 100 wasaq, Aqil bin Abi Thalib 140 wasaq, Bani Ja'far 140 wasaq, untuk sekelompok orang dan istri-istrinya 700 wasaq. Lainnya untuk Bani Mutthalib yang sebagian masih di Mekkah (Syu'aibi, 2004). Selain itu, seusai perang Khaibar, nabi memperoleh sekitar 100 perisai, 400 pedang, 1000 busur dan 500 tombak.
Dikabarkan bahwa Muhammad menerima 90.000 dirham. Tetapi uang itu dibagikan kepada orang banyak sampai habis. Sebaliknya, ketika kembali dari perang Hunain, nabi disodori uang hasil rampasan perang. Beliau berkata: "Letakkanlah uang itu di masjid." Kemudian nabi shalat di masjid itu tanpa menolah kepada uang tadi. Seusai shalat beliau duduk di dekat uang tersebut dan memberikannya kepada setiap orang yang meminta. Beliau berdiri setelah uang itu habis.
7.     Apa hubungan do’a minta kaya dengan pemanasan global ?
Seseorang disebut kaya bila hartanya jauh melebihi yang dibutuhkan, sehingga sering menimbulkan akibat buruk. Orang-orang yang kaya cenderung suka membeli barang-barang yang tidak perlu, sehingga mengurus sumber daya alam dan terjadi pembakaran bahan bakar dari alam dan fossil yang mencemari lingkungan.
Juga mereka suka makan makanan berlemak yang berasal dari ternak secara berlebihan. Gas-gas yang berasal dari kotoran ternak yang terlalu banyak sehingga tak dapat diserap oleh lingkungan ini, bersama gas pembakaran mesin inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global.
Cara mengatasinya tidak ada jalan lain kecuali mengurangi konsumsi  penduduk bumi dengan cara hidup sederhana dalam belanja dan makanan. Hal ini sangat sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad s.a.w. yaitu mengganti doa minta kaya dengan doa minta miskin.
Sedangkan do’a minta rizqi (makanan) yang halal dan baik dianjurkan Nabi s.a.w. Pohon-pohon tanaman justru baik bagi lingkungan hidup. Kita tidak mungkin menumpuk makanan karena akan membusuk, sehingga harus diberikan kepada orang lain. Kelebihan makanan kita tak mungkin kita makan sendiri karena bisa menimbulkan penyakit 
IV. KESIMPULAN / PENUTUP

Bahasa Arob dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
Umumnya para ahli tafsir berpendapat bahwa Bahasa Arob Al Qur-an sama dengan Bahasa Arob kuno, bahkan sama dengan bahasa Arob modern. Dimana setiap kata-katanya mempunyai beberapa arti. Pendapat ini ternyata telah menimbulkan kekacauan dan ketidak pastian dalam Tafsir Al Qur-an yang selanjutnya berakibat terjadinya ketidakpastian dalam hukum Islam. Di kalangan kaum muslimin Tafsir ini mendorong terjadinya perlombaan mendapatkan harta dunia sebanyak-banyaknya. 
Pendapat ini penulis namakan Tafsir Al Qur-an "Faham Pertama".
Menurut Prof. Toshihiko Izutsu, bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob Kuno yang telah diubah artinya oleh Alloh swt. Setiap kata-katanya hanya mempunyai satu arti. Arti itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan seluruh kata dengan akar kata yang sama di dalam Al Qur-an. Sehingga tafsir Al Qur-an menjadi seragam dan pasti sesuai dengan yang dikehendaki oleh Alloh swt. 
Tafsir jenis ini penulis namakan Tafsir Al Qur-an."Faham kedua".
Dengan demikian, 6 masalah dalam Bab II di atas dapat dipecahkan dengan hasil sebagai berikut:
1.     Samakah artinya rizqi dan kekayaan itu ?
Dengan Tafsir Al Qur-an secara“Faham pertama”  pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan pasti. Dengan Tafsir Al Qur-an "Faham Kedua" ditemukan bahwa arti “rizqi” di dalam Al Qur-an adalah “makanan dan minuman” (“food”). Maka arti kata "rizqi" berbeda dengan "kekayaan".
   
2.     Apa yang dimaksud dengan kaya (ghoniy) di dalam Al Qur-an ?
Bagi Alloh s.w.t. kaya (ghoniy) berarti tidak membutuhkan sesuatu karena semua adalah milik-Nya.
Bagi manusia, dengan meniru kehidupan Nabi Muhammad s.a.w., kaya (ghoniy) berarti tidak membutuhkan sesuatu karena sudah merasa cukup dengan nikmat yang telah dikaruniakan Alloh s.w.t. kepada kita.
3.     Bagaimanakah kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
Nabi Sulaiman a.s. mempunyai dua kehidupan. Sebagai raja beliau berfungsi sebagai kholifatulloh yang mengatur kerajaannya yang hebat.
Sebagai hamba Alloh beliau hidup sederhana di rumah beliau sendiri. Beliau menjadi pengusaha kerajinan  tas di mana leuntungannya dipakai antara lain untuk membeli gandum untuk membuat roti syair yang bermutu rendah. Dan barang-barang lainnya yang sederhana.
4.     Bolehkah kita berdoa minta kaya (harta) ?
Di dalam Al Qur’an surat Al Isro’ ayat 18-20, kita dilarang meminta harta dunia (berdo'a minta kaya). Karena belum tentu dikabulkan Alloh s.w.t. dan di akhirot nanti pasti akan masuk ke dalam neraka.
Sebaliknya kita diperintahkan untuk meminta akhirot karena akan dimasukkan ke dalam sorga-Nya, sedang di dunia akan mendapat karunia-Nya sesuai dengan yang telah ditakdirkan-Nya.
KH Zainuddin MZ menafsirkan Surat Al Isro’ ayat 18-19 secara singkat sebagai berikut :
Bila kita menanam rumput (dunia) pasti tidak akan tumbuh besertanya padi (akhirot).Tetapi bila kita menanam padi (akhirot) pasti juga akan tumbuh rumput (dunia).
5.      Apakah akibat (buruk) dari doa minta kaya harta ?
Yang dicontohkan dalam Al Qur-an S. At-Taubah [9] :75-77 adalah cerita tentang seorang sohabat Nabi bernama Sa’labah, yang mula-mula rajin beribadah tetapi miskin. Beliau memohon kepada Nabi untuk mendoakannya agar dikaruniai Alloh s.w.t. harta kekayaan. Meskipun telah diperingatkan Nabi s.a.w. bahwa kekayaan tidak baik baginya, tetapi dia tetap memaksa. Setelah Alloh s.w.t. mengabulkannya, ternyata harta kekayaannya yang banyak itu telah merubahnya dari seorang mukmin menjadi seorang munafik. Maka menjadilah dia orang yang menyesal.
6.     Mengapa Nabi Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
Beliau berdoa minta miskin karena ingin masuk ke dalam surga di mana penghuninya terbanyak adalah orang-orang yang miskin. Dengan do’a ini beliau tidak bermaksud agar umatnya menjadi miskin, tetapi beliau menginginkan umatnya hidup sederhana, menjalin kebersamaan, bertoleransi, tidak hanya memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama.
Kita bisa membedakan antara orang kaya dengan orang yang banyak penghasilannya. Ternyata Nabi Muhammad sebagai kepala negara adalah seorang yang berpenghasilan sangat banyak yang memiskinkan diri. Karena sebagian besar penghasilan itu diberikan kepada Negara dan umat Islam yang menurut beliau lebih memerlukannya. .
7.     Apa hubungan do’a minta kaya dengan pemanasan global ?
Seseorang disebut kaya bila hartanya jauh melebihi yang dibutuhkan, sehingga sering menimbulkan akibat buruk. Orang-orang yang kaya cenderung suka membeli barang-barang yang tidak perlu, sehingga mengurus sumber daya alam dan terjadi pembakaran bahan bakar dari alam dan fossil yang mencemari lingkungan.
Juga mereka suka makan makanan berlemak yang berasal dari ternak secara berlebihan. Gas-gas yang berasal dari kotoran ternak yang terlalu banyak sehingga tak dapat diserap oleh lingkungan ini, bersama gas pembakaran mesin inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global.
Cara mengatasinya tidak ada jalan lain kecuali mengurangi konsumsi  penduduk bumi dengan cara hidup sederhana dalam belanja dan makanan. Hal ini sangat sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad s.a.w. yaitu mengganti doa minta kaya dengan doa minta miskin (hidup sederhana meskipun penghasilannya banyak).
Sedangkan do’a minta “rizqi” (makanan) yang halal dan baik dianjurkan Nabi s.a.w. Pohon-pohon tanaman justru baik bagi lingkungan hidup. Kita tidak mungkin menumpuk makanan karena akan membusuk, sehingga harus diberikan kepada orang lain. Kelebihan makanan kita tak mungkin kita makan sendiri karena bisa menimbulkan penyakit 
Penulis yakin bahwa makalah ini tidak sempurna. Bila para pembaca menemukan kesalahan mohon diberitahukan kepada penulis untuk dilakukan koreksi. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Akhirnya, wallohul muwaffiq ila aqwamittoriq.
Jember, 20 Agustus 2010
Dr. H.M. Nasim Fauzi
JI. Gajah Mada 118,
Tlp. (0331) 481127 Jember
Nasimfauzi.Blogspot.Com
Kepustakaan
01. Abu Fajar Alqalami, Bila Sang Shufi Mencari Harta, Penerbit Jawara Surabaya, 2000.
02. Ali Audah, Konkordansi Qur’an, Litera AntarNusa; Mizan, Bandung, 1997.
03. Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, CV Asy-Syifa, Semarang, 1999.
04. Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, 2006.
05. H. Muhammad Agus Hamid dkk., Umat Islam Wajib Kaya, Penerbit Limas, Jakarta, 2006.
06. Imam al-Ghazali, Ihya’Ulumiddin Jilid 1, Penerbit Asy-Syifa’, Semarang, 2003.
07. Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2005.
08. M. Ali Chasan Umar, Rizqi & kekayaan, Penerbit CV Bahagia, Pekalongan, 1996.
09. M. Bahauddin Al-Qubbani, Miskin dan Kaya dalam Pandangan Al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta, 1999.
10. Muhammad Arlyhan, Doa-doa Membuat Kaya & Terhindar Hutang, Marwa, Yogjakarta, 2006.
11. Muhammad Syahir, Perjumpaan Dengan Iblis, Penerbit Lentera, Jakarta, 2005.
12. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ X,Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966.
13. Prof.. Dr. M. Quraish Shihab, MA. dkk,, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Lentera Hati, Jakarta, 2007.
14. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, Bulan Bintang, Jakarta, 1951.
15. Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993.