Doa Minta Kaya.
Bolehkah Kita Berdoa Minta Kaya?
Oleh : mutawalli
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Pendahuluan
Kita sering
mendengar dalam khutbah-khutbah di masjid, dalam pengajian dan ceramah-ceramah,
para da’i mengajak hadirin untuk berdoa serta berusaha untuk menjadi kaya. Menurut pembicara, dengan
kekayaan yang kita miliki, kita bisa bersekolah atau menyekolahkan anak-anak
kita yang tinggi, membangun masjid, gedung sekolah dan sarana umum lainnya,
bisa bersedekah, berzakat serta bisa naik hajji dan umroh.
Seringkali yang dipakai sebagai contoh adalah Nabi
Sulaiman yang selain menjadi seorang Nabi juga adalah seorang raja yang kaya
raya.
Dalam doa-doa yang kita ucapkan selalu ada permohonan untuk
mendapatkan rizqi yang halal, toyibah dan banyak. Selain itu banyak
orang yang membaca surat Al-Waqiah secara
rutin, agar
bisa mendapatkan banyak rizqi. Tujuan kita mendirikan solat Dhuha dengan doanya
yang khusus adalah memohon kepada Alloh s.w.t. agar diberi rizqi yang banyak.
--------------------------------------------------------------
Dalam doa-doa itu rizqi diartikan sebagai kekayaan.
---------------------------------------------------------------
Akibatnya umat Islam sekarang berlomba-lomba untuk mendapatkan rizqi / kekayaan sebanyak-banyaknya. Dan pada akhir-akhir ini
banyak ulama
yang mendekatkan diri kepada para penguasa dengan harapan untuk mendapatkan rizki kekayaan. Kegiatan ini sangat meningkat pada saat pemilihan kepada
daerah (Pilkada). Bahkan banyak kiyahi yang mencalonkan diri serta telah menjadi kepala
daerah karena dorongan untuk memperolah rizki kekayaan. Seharusnya ulama tidak menyatu dengan umaro’
melainkan menjaga jarak agar bisa mengingatkan bila umaro’ berbuat salah, sebagai bagian
dari amar ma’ruf nahi munkar.
Suasana ini
mirip dengan yang digambarkan oleh Imam Al-Ghozali dalam Kitab Ihya Ulumiddin
tentang para ulama pada zaman beliau, yang banyak mendekatkan diri kepada para amir. Menurut beliau ilmu
jalan akhirot dan apa yang ditempuh oleh ulama salaf yang sholih, yang disebut oleh Alloh s.w.t.
dalam Al Qur-an dengan fiqh, hikmah, ilmu, cahaya, nur, hidayah, dan rusyd
(petunjuk) telah terlipat dan menjadi sesuatu yang dilupakan. Keadaan inilah
yang mendorong Imam Al-Ghozali untuk mengarang kitabnya yang termashur yaitu
Ihya’ Ulumiddin (Menghidup-hidupkan Ilmu Agama).
Imam Ghozali membagi ulama menjadi dua yaitu ulama akhirot dan ulama’us-su’
(ulama buruk).
Di dalam kitab Ihya’ beliau mengutip satu hadits:
Hadits
01: “Seburuk-buruk ulama adalah orang-orang yang datang kepada amir-amir,
sedangkan sebaik-baik amir adalah orang-orang yang datang kepada para ulama”.
(H.R. Ibnu Majah dengan paroh yang
pertama seperti itu dari hadits Abu
Huroiroh dengan sanad yang lemah).
Buku-buku Islam tentang rizqi dan
kekayaan.
Sampai di mana pemahaman masyarakat Islam tentang makna rizqi dan kekayaan
dapat kita baca pada buku-buku tentang hal itu yang beredar di masyarakat :
A.
Umat Islam Wajib
Kaya
Di dalam buku “Umat Islam Wajib Kaya”
karangan H. Muhammad Agus Hamid dan Mustawa Hamid, menurut mereka :
1. Kekayaan menghindarkan seseorang
dari kekufuran.
2. Islam mengajarkan umatnya menjadi
kaya.
3. Kekayaan digunakan untuk mencari
ridho Alloh s.w.t.
4. Di dalam buku itu diajarkan doa-doa
memohon kekayaan, di antaranya adalah:
Hadits 02:
Ya Alloh, yang Mahakaya dan Maha Terpuji, kayakanlah aku dengan yang Engkau
halalkan dan bukan dengan yang Engkau haromkan, kayakanlah aku dengan ketaatan
dan bukan dengan kemaksiatan, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dan bukan
dengan karunia selain-Mu dan Engkau sebaik-baik Pemberi Rejeki. (H.R.
At-Tirmizi).
B.
Doa minta rizqi =
kekayaan
Dalam buku “Doa-doa Membuat Kaya
& Terhindar Hutang” karangan Muhammad Arlyban terdapat 55 macam doa di
antaranya :
1. Doa agar banyak rezeki 31 macam.
2. Doa agar kaya dengan jalan mengulang-ulang
bacaan asma’ul husna, terutama sifat-sifat
Alloh s.w.t. yang berhubungan dengan kekayaan, ada 8 macam.
3. Doa-doa lainnya antara lain agar
tidak sedih, lepas dari kesulitan duniawi, lepas dari hutang, lancar bisnis,
mudah naik pangkat dan mudah urusan dunia lainnya.
Di dalam buku itu rizqi juga diartikan sebagai kekayaan.
C.
Rizqi di dalam Al
Qur’an = Kekayaan
Dalam buku “Sumber Rizqi &
Kekayaan” karangan M. Ali Chasan Umar, isinya lebih luas daripada buku di
atas. Pada halaman pertamanya terdapat motto berisi kutipan-kutipan 8 ayat Al
Qur-an :
1. Q.S.
Ath-Tholaq [65] :2-3 (tentang rizqi);
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh niscaya Alloh
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Alloh Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu. (Q.S. Ath-Tholaq [65] :2-3)
2. Q.S.
Al-Ankabut [29] :17 (tentang rizqi);
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Alloh itu
adalah berhala, dan kamu membuat dusta [1146]. Sesungguhnya yang kamu sembah
selain Alloh itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu
di sisi Alloh, dan sembahlah dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (Q.S. Al-Ankabut [29] :17)
[1146]
Maksudnya: mereka menyatakan bahwa berhala-berhala itu dapat memberi
syafaat kepada mereka disisi Alloh dan ini adalah dusta.
3. Q.S. An-Nur [24] :38 (tentang karunia dan
rizqi);
(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya
Alloh memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari yang telah mereka kerjakan, dan supaya Alloh
menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Alloh memberi rezki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas. (Q.S. An-Nur [24] :38)
4. Q.S.
Asy-Syuro [42] :19 (tentang rizqi);
Allah
Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; dia memberi rezki kepada yang di
kehendaki-Nya dan dialah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S.
Asy-Syuro [42] :19)
5. Q.S.
Ar-Ro’d [13] : 26 (tentang rizqi);
Allah
meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding
dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S.
Ar-Ro’d [13] :26)
6. Q.S.
Al-Jumu’ah [62] :10 (tentang karunia);
Apabila Telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S.
Al-Jumu’ah [62] :10)
7. Q.S.
Adz-Dzariat [51] :58 (tentang rizqi);
Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Q.S. Adz-Dzariat [51] :58)
8. Q.S. Al-Maidah [5]
:114 (tentang rizqi),
Isa putera
Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu
hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi
tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki
yang paling Utama". (Q.S. Al-Maidah
[5] :114)
Komentar penulis
Dalam uraian di atas kata
rizqi (rizqun) dipisahkan dari kata karunia (fadlun). Karena
penulis buku tersebut mengartikan rizqi = karunia / kekayaan, maka keduanya
menjadi campur aduk dan kacau.
II.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat
kita petik dari pendahuluan tadi adalah :
1. Samakah artinya rizqi
dan kekayaan itu ?
2. Apa yang dimaksud
dengan kaya di dalam Al Qur-an ?
3. Bagaimanakah
kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
4. Bolehkah kita
berdoa minta kaya (harta) ?
5. Apakah akibat (buruk)
dari doa minta kaya harta ?
6. Mengapa Nabi
Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
7. Apa hubungan do’a
minta kaya dengan pemanasan global ?
III.
PEMECAHAN MASALAH
1. Samakah artinya "rizqi" dan kekayaan itu ?
Tafsir Al Qur-an “Faham pertama”.
Sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh Nabi
Muhammad saw. dan kaumnya, Alloh swt.
menurunkan Kitab Suci Al Qur-an kepada beliau dalam bahasa Arob.
Bahasa terdiri dari kumpulan "kata-kata". Pada semua bahasa di dunia, setiap “kata” umumnya
mempunyai beberapa “arti”. Tak terkecuali bahasa Arob. Di dalam kamus bahasa
Arob modern kata “rizqi” mempunyai beberapa arti di antaranya adalah: “tunjangan”,
“nafkah”, “penghasilan”, “kehidupan”, “karunia”, “untung” dan “nasib baik”
(Elias dan H. Ali Al-Maskatie B.A., Kamus Saku Arab, Inggris, Indonesia,
1983). Sedang dalam Qamus Al-Quran karangan Abdul Qadir Hasan, 1981,
kata “rizqi” hanya mempunyai dua arti yaitu: “pemberian / karunia” dan “makanan”.
Terlihat di sini bahwa arti “rizqi” sebagai “makanan”
tidak
terdapat dalam kamus Arob modern. Dalam uraian nanti terbukti bahwa
Qamus ini bukanlah Qamus Al Quran melainkan adalah Qamus Bahasa Arob
Kuno. Yaitu bahasa yang dipakai oleh orang-orang Arob pada zaman Nabi
Muhammad saw. Sedang Bahasa (Arob) Al Qur-an dapat dicari dengan metode
yang ditemukan oleh seorang muallaf ahli bahasa Arob kuno bernama Prof.
Toshihiku Izutsu yang akan diuraikan nanti.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Arob ada tiga macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Arob ada tiga macam yaitu:
1. Bahasa Arob modern.
2. Bahasa Arob kuno.
3. Bahasa Arob Al Qur-an.
***
Para ahli tafsir Al Qur-an, untuk sampai pada tingkatan ahli, memerlukan pendidikan dan
pengalaman yang cukup. Karena pendidikan dan pengalaman mereka berbeda, maka
keahlian mereka dalam menafsirkan Al Qur-an juga berbeda.
Maka dalam menafsirkan arti kata "rizqi" dalam Al Qur-an bisa terjadi perbedaan karena:
(1) kata “rizqi” mempunyai banyak “arti” dan
(2) berbedanya pendidikan dan pengalaman para ahli tafsir Al Qur-an itu.
Kedua hal di atas berakibat terjadinya perbedaan yang besar dalam
menafsirkan arti kata “rizqi” dalam Al-Qur-an.
Tafsir Al Qur-an jenis ini penulis namakan Tafsir
Al Qur-an “Faham pertama”.
Yaitu Tafsir Al Qur-an yang bertitik tolak dari pemikiran bahwa setiap "kata" di dalam Al Qur-an mempunyai banyak "arti".
Yaitu Tafsir Al Qur-an yang bertitik tolak dari pemikiran bahwa setiap "kata" di dalam Al Qur-an mempunyai banyak "arti".
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagaimana akan kita lihat pada uraian nanti,
Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini bisa berakibat serius yaitu:
- Terjadinya perbedaan, keruwetan dan ketidak pastian dalam Tafsir
Al-Qur-an.
- Yang selanjutnya bisa menimbulkan ketidakpastian dalam Hukum Islam
---------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Padahal di dalam Al
Qur-an terdapat petunjuk, bila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, kita harus kembali kepada
Alloh, yang dapat diartikan sebagai: “Kita harus bertanya kepada Alloh”.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Yaitu pada Surat An-Nisa [4] :59 :
Hai orang-orang yang beriman, toatilah Allah dan toatilah Rosul (nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al
Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Bila yang dimaksud dengan "bertanya kepada Alloh" adalah dengan
cara menggunakan Tafsir Al Qur-an yang dikarang oleh para ahli tafsir maka sebenarnya
kita tidak bertanya kepada Alloh, tetapi bertanya kepada manusia yaitu para ahli
tafsir Al Qur-an tersebut.
Bagaimana cara
mengatasi keruwetan akibat Tafsir Al Qur-an “Faham pertama” ini ?
Tafsir Al Qur-an
“Faham Kedua”, bertanya kepada Alloh.
Agar tidak terjadi perbedaan tafsir Al Qur-an yang
bisa menimbulkan ketidak pastian hukum tadi sebaiknya kita menggunakan
pemikiran seorang muallaf ahli bahasa Arob kuno berkebangsaan Jepang yaitu Prof.
Toshihiku Izutsu, pengajar di Universitas Keio, Tokyo
dan Mc Gill University, Canada. Beliau mempelajari bahasa Arob kuno dari kumpulan
syair-syair yang dikarang pada zaman diturunkannya Al Qur-an.
Kesimpulan
beliau adalah :
1.
Bahasa Al Qur-an adalah bahasa Arob kuno, yang dipakai oleh bangsa Arob
waktu itu, yang maknanya dapat dicari dari syair-syair kuno.
2.
Suatu "kata" dalam bahasa Arob kuno, setelah dijadikan bahasa Al Qur-an sering kali
berobah artinya dari semula.
3.
"Kata-kata" dengan akar kata yang sama (misalnya r-z-q) di seluruh Al
Qur-an hanya mempunyai “satu arti” yang sama.
4. Suatu "kata" yang tidak jelas artinya di satu ayat
akan diterangkan / didefinisikan pada ayat-ayat lain yang mengandung "kata"
tersebut.
5. Untuk mengetahui arti suatu "kata" di dalam Al Qur-an
(bertanya kepada Alloh), mula-mula kita kumpulkan semua ayat yang mengandung "akar
kata" yang sama, kemudian dianalisa: apa yang dimaksud Sang Pencipta Kitab ini
(Alloh swt.) terhadap arti "akar kata" itu.
Selanjutnya di dalam uraian ini Tafsir Al Qur-an faham ini disebut Tafsir Al Qur-an “Faham kedua”.
A. Arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an “Faham pertama”.
Dalam uraian berikut akan terlihat bahwa Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini akan menimbulkan perbedaan, keruwetan dan ketidak-pastian dalam
Tafsir Al Qur-an.
Uraian dalam “Ensiklopedia
Al-Qur’an, Kajian Kosakata” (selanjutnya disingkat “Kajian Kosakata”) di bawah
binaan Prof.
Dr. M. Quraish Shihab.
Kata “rizq” berasal
dari razaqa – yarzuqu – rizqan. Dalam
berbagai bentuknya. Kata ini disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 123 kali.
Dari segi kebahasaan, asal makna kata “rizq”
adalah “pemberian”, baik yang ditentukan maupun tidak; baik yang menyangkut “makanan
perut” maupun yang berhubungan dengan “kekuasaan” dan “ilmu pengetahuan”.
Makna ini digunakan di dalam Q.S. Al-Baqarah [2]:254.
Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari “rezki” yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi syafa'at[160]. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang
yang zalim.
[160] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. Syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi
orang-orang kafir.
Komentar:
Bandingkan kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" disini
yang diartikan sebagai “pemberian”, dengan pengertian “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham
kedua" (yang akan diuraikan nanti) yang diartikan “makanan”. Menafkahkan “rizqi”
menurut Tafsir Al Qur-an "Faham kedua" berarti infak dalam bentuk “makanan” misalnya “gandum,
padi/beras, (daging) ternak” dan lain-lain.
Lanjutan uraian Quraish Shihab dkk.:
Di samping “rezeki duniawi”, juga ada “rezeki
ukhrawi” yang terdapat di dalam Q.S. Ali ‘Imran [3]:169.
Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup[248] di sisi Tuhannya dengan mendapat ”rezki” (dalam tafsir Faham pertama diartikan “rizqi ukhrowi”).
[248] yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan
alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan
hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
Komentar:
Bandingkan kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" di sini
yang diartikan sebagai “rizqi ukhrowi” yang belum jelas macamnya, dengan
pengertian kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham kedua" yang jelas artinya yaitu “makanan”
yaitu buah-buahan dan daging burung di sorga dan bermacam-macam minuman yang lezat.
Lanjutan “Kajian kosakata”:
Ar-Raziq mengacu pada pemberi atau pencipta “rezeki”.
Allah disebut Ar-Raziq karena Allah
pemberi atau pencipta “rezeki”.
Kata “razaqa” di dalam bentuk kata kerja di
dalam Al-Qur’an disebut 61 kali. Ayat-ayat yang memuat kata itu memberi
penjelasan tentang macam-macam “rezeki” yang di”anugerah”kan Allah kepada
manusia, seperti:
1. “Makanan”, seperti buah-buahan antara
lain di dalam Q.S. Al-Maidah [5]:88, Q.S. Al-An’am [6]:142.
2. “Air” yang menghidupkan hewan dan
tumbuh-tumbuhan antara lain di dalam Q.S. Yunus [10]:31, Q.S. An-Naml [27]:64.
3. “Binatang ternak” antara lain di
dalam Q.S. Al-Haj [22]:28 dan 34.
4. “Istri” dan “anak-anak”, di dalam
Q.S. An-Nahl [16]:72.
5. “Hamba sahaya”, di dalam Q.S. Ar-Rum
[30]:28.
Komentar penulis :
Dari 5 contoh arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an "Faham pertama" di atas, uraian nomor 1
sampai 3 yaitu berarti “makanan” dan “minuman” berupa “buah-buahan, air dan
binatang ternak” sudah sesuai dengan konteks ayat. Tetapi uraian nomor 3 dan 4 yaitu
kata “rizqi” diartikan sebagai “isteri”, “anak” dan “hamba sahaya" tidak sesuai
dengan konteks ayat.
Coba kita uraikan ayat-ayatnya:
3. Q.S. An-Nahl [16] :72, kata “rezeki”
dalam “Kajian Kosakata” yang di artikan sebagai “isteri dan anak-anak”.
Allah menjadikan
bagi kamu (i) isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, (ii). anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu (iii). “rezki”
dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?"
Di situ Allah (subyek) telah menjadikan dan
memberikan (predikat) (i). isteri, (ii). anak-anak dan (iii). “rezeki”
(ketiganya adalah obyek penderita) kepada kita (obyek berkepentingan).
Jelas bahwa “rezeki” adalah obyek yang terpisah dan
setara dengan isteri dan anak.
Tidak berarti isteri dan anak termasuk “rezeki”
sebagaimana “Kajian kosakata”.
4. Q.S. Ar-Rum [30] :28 yang “Kajian kosakata” mengartikan
kata “rizqi” sebagai "hamba sahaya".
Dia membuat
perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba-sahaya
yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) “rezeki” yang
telah Kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan mereka dalam (hak
mempergunakan)” rezeki” itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut
kepada dirimu sendiri? Demikianlah kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang
berakal.
Kita dan hamba-sahaya kita
(subyek) bersekutu memiliki (predikat) “rezeki” (obyek).
Jelas bahwa hamba sahaya (subyek)
bukan “rezeki” (obyek) .
-----------------------------------------------------------------------------------------
Jelas di sini terlihat adanya kekacauan dalam tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Lanjutan “Kajian kosakata”:
Pendapat para ulama berbeda tentang apa yang
dimaksud dengan “rezeki”. Fakhruddin Ar-Razi berpendapat, bahwa “rezeki” adalah
“bagian”. Seorang punya bagiannya sendiri yang bukan menjadi bagiannya orang
lain. Ia membantah pendapat bahwa “rezeki” adalah “segala sesuatu yang dapat
dimakan atau digunakan”. Karena Allah menyuruh kita untuk menafkahkan “rezeki”
(Q.S. Al-Baqarah [2]:3), kalau “rezeki” adalah “sesuatu yang bisa dimakan”,
tentu tidak mungkin dinafkahkan. Dia juga membantah pendapat yang mengatakan
bahwa “rezeki” adalah “sesuatu yang dimiliki”. Dalam do’a “Ya Allah berilah aku
anak yang saleh, isteri yang saleh”. Anak dan isteri bukan milik. Demikian juga
binatang, bagi binatang ada “rezeki” tetapi mereka tidak mempunyai milik.
Para ulama dari aliran Ahlu-Sunnah wal jama’ah berpendapat, bahwa “rezeki” adalah “segala
sesuatu yang bermanfaat”, baik halal maupun haram, karena kalau ditilik dari
segi kebahasaan kata “ar-rizq” berarti
“bagian”. Siapa yang menggunakannya dengan haram maka jadilah bagiannya haram.
Alasan berikutnya adalah firman Allah pada QS. Hud [11]: 6, ‘Wa ma min dabbatin fil- ardhi illa
‘alallahi “rizqu”ha = (dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi
melainkan Allahlah yang memberi “rezeqi”nya).
Sebaliknya aliran Mu’tazilah mengatakan, bahwa
yang haram tidak disebut “rezeqi”, karena kepemilikannya tidak sah. Allah tidak
memberi “rezeqi” yang haram. Yang diberikan Allah hanya “rezeqi” yang halal.
Mereka mengemukakan argumentasi berdasarkan firman Allah di dalam QS. Al-Baqarah
[2]: 3, Wa mimma “razaq”nahum yunfiqun (dan
menafkahkan sebagian “rezeqi” yang telah Kami anugerahkan kepada mereka).
Secara implisit ayat ini memberikan pujian bagi yang menafkahkan “rezeqi” yang
diberikan Allah. Kalau sekiranya yang haram disebut juga “rezeki”,
konsekwensinya menafkahkan yang haram juga berhak mendapat pujian. Yang
demikian itu tidak benar sama sekali. Alasan kedua, kalau yang haram disebut
juga “rezeqi”, boleh-boleh saja seseorang merampas dan kemudian menafkahkan
rampasan itu. Akan tetapi, hal itu tentulah ditolak. Ini menunjukkan bahwa yang
haram bukanlah “rezeki”. Alasan ketiga
berupa firman Allah swt., (Qul ara’aitum
ma anzalallahu lakum min “rizqin” faja’altum minhu haraman wa halalan qul
allahu adzina lakum am ‘alallahu taftarun). Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku
tentang “rezeki’ yang diturunkan kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram
dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin
kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”).
Ayat ini menjelaskan bahwa yang mengharamkan “rezeki”
Allah si pelaku mengada-ada terhadap Allah. Demikian itu menunjukkan bahwa yang
haram tidak dinamai “rezeki”.* Afraniati Affan
*
Komentar penulis:
Dalam uraian menurut Tafsir Al Qur-an secara “Faham pertama” di
atas jelas terdapat ketidak pastian dalam tafsir kata “rizqi” itu.
B. Arti kata “rizqi” menurut Tafsir Al Qur-an secara “Faham kedua”.
Bahasa Al Qur-an (dalam hal ini kata “rizqi”) adalah dalam bahasa Arob kuno, yang
dipakai oleh bangsa Arob waktu itu.
Suatu kata dalam bahasa Arob kuno (dalam hal ini kata “rizqi” yang dalam
bahasa Arob kuno berarti “makanan” dan “karunia”), setelah dijadikan bahasa Al
Qur-an menurut Izutsu sering kali berobah artinya dari semula.
Kata-kata dengan akar kata yang sama (yaitu “r-z-q”) di seluruh Al Qur-an
menurut Izutsu hanya mempunyai satu arti saja.
Suatu kata yang tidak jelas artinya di
satu ayat (yaitu “rizqi”) akan diterangkan/ didefinisikan pada ayat-ayat lain
yang mengandung kata tersebut.
Untuk mengetahui arti suatu kata (yaitu “rizqi”) di dalam Al Qur-an, kita
harus bertanya kepada Alloh dengan cara: mula-mula kita kumpulkan semua ayat
yang mengandung akar kata yang sama (yaitu “rizqi”), kemudian dianalisa: apa
yang dimaksud oleh Sang Pencipta Kitab ini (Alloh swt.) terhadap arti akar kata itu
(“r-z-q”).
Seperti yang dicontohkan oleh Quroisy Shihab dkk. “rizqi” bisa berarti “makanan”
dan “air” dan “lain-lainnya”. Dalam bahasa Inggris baik makanan atau minuman
keduanya termasuk food yang bisa berbentuk padat atau cair.
Kita masukkan kata “makanan” (di dalam kurung) sebagai arti kata “rizqi” di
dalam ayat-ayat yang berisi akar kata “r-z-q” berikut:
1.
Q.S.
Al Baqarah [2] :2. (Kitab
(Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
3. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rizki (makanan) yang kami
anugerahkan kepada mereka. 4. Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat. 5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan
merekalah orang-orang yang beruntung.
2.
Q.S.
Al Baqarah [2] :22. Dia-lah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan
itu segala buah-buahan sebagai rizki
(makanan) untukmu; karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu
bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
3.
Q.S. Al Baqarah [2] :25. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki (makanan) buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan:
"Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
4.
Q.S. Al Baqarah [2] :57. Dan Kami naungi kamu dengan
awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa".
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami rizkikan
kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya diri mereka sendiri.
5.
Q.S. Al Baqarah
[2] :60. Dan (ingatlah), ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan
tongkatmu". Lalu memancarlah dari
padanya dua belas mata air. Sungguh
tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (makanan) (yang diberikan) Allah, dan
janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
6.
Q.S. Al Baqarah [2] :172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki (makanan)
yang baik-baik yang kami berikan kepadamu
dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang
siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
7.
Q.S. Al Baqarah [2] :233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi rezki (makanan) dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
8.
Q.S. Al Baqarah [2] :254. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian
rezki (makanan) yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli
dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak
ada lagi syafa'at. Dan orang-orang yang kafir itulah
orang-orang yang zalim.
9.
Q.S. Ali Imran
[3] :37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik
dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk
menemui Maryam di mihrab, ia dapati rezki
(makanan) di sisinya. Zakariya
berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan)
ini?" Maryam menjawab: "Makanan
itu dari sisi Allah". Sesungguhnya
Allah memberi rizki (makanan) pada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
10. Q.S. An-Nisaa' [4] :39.
Apakah
kemudharatan bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari
kemudian dan menafkahkan sebahagian rizki
(makanan) yang telah diberikan Allah
kepada mereka? Dan
adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.
11. Q.S. Al-Maaidah [5]
:114. Isa putera Maryam berdoa: "Ya
Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan
menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang
datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan engkau; Beri rezki (makanan)lah kami, dan engkaulah pemberi rezki
(makanan) yang paling utama.
12. Q.S. Al-An'aam [6] :142. Dan di antara binatang
ternak itu ada yang dijadikan untuk
pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki (makanan) yang telah diberikan Allah kepadamu, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.
13. Q.S. Al A'raaf [7] :31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. 32. Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki (makanan) yang baik ?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja)
di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang
yang mengetahui.
14. Q.S. Al A'raaf [7] :50.
Dan penghuni neraka menyeru penghuni
syurga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang
telah dirizkikan Allah kepadamu" Mereka (penghuni
syurga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas
orang-orang kafir.
15. Q.S. Surat A'raaf
[7] :160. Dan mereka kami bagi menjadi
dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan kami wahyukan kepada
Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya:
"Pukullah batu itu dengan tongkatmu." Maka
memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya
tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan kami naungkan awan di atas mereka dan kami turunkan
kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah kami rizkikan kepadamu".
Mereka tidak menganiaya kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya
sendiri.
16. Q.S. Al Anfaal [8] :3. (Yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka. 4. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar- benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di
sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki
(makanan berupa buah-buahan dan daging burung serta minuman) yang mulia (di surga).
17. Q.S. Al Anfaal [8] :26.
Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika
kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut
orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap
(Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya
kamu rezki (makanan) dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.
18. Q.S.8 (Al Anfaal):74. Dan orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin),
mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan
dan rezki (makanan) yang mulia.
19. Q.S.10 (Yunus):59.
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki
(makanan) yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan
sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal" Katakanlah: "Apakah Allah
telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja
terhadap Allah?"
20. Q.S.10 (Yunus):93.
Dan sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang
bagus dan Kami beri mereka rezki (makanan)
dari yang baik-baik. Maka
mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang
tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka
di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.
21. Q.S.11 (Hud):6. Dan tidak suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezki(makanan)nya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuzh).
22. Q.S.11 (Hud):88. Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana
pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya
aku dari pada-Nya rezeki (makanan) yang
baik (patutlah aku menyalahi perintah-Nya)?. Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang
kamu dari padanya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama
aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik
bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.
23. Q.S.12 (Ar
ra'd):22. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki
(makanan) yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau
terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah
yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). 23. (Yaitu) surga 'Adn yang mereka
masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari
bapak-bapaknya, isteri-isteri dan anak cucunya, sedang Malaikat-Malaikat masuk
ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, 24. (Sambil mengucapkan) : "Salamun 'alaikum bima
shabartum". Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
24. Q.S.13 (Ar-Ra'd):26. Allah meluaskan rezki (makanan) dan menyempitkannya bagi siapa
yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal
kehidupan di dunia itu (dibandingkan dengan) kehidupan akhirat hanyalah
kesenangan (yang sedikit).
25. Q.S.14
(Ibrahim):31. Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman:
"Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezki (makanan) yang kami berikan kepada
mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat)
yang pada hari itu tidak ada jual beli
dan persahabatan.
26. Q.S.14
(Ibrahim):32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian
dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan rezki (makanan)
untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar
di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai.
27. Q.S.15 (Al
Hijr):20. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,
dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi
rezki (makanan) kepadanya.
28. Q.S.16 (An
Nahl):56. Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui
(kekuasaannya), satu bahagian dari rezki
(makanan) yang telah kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai
tentang apa yang telah kamu ada-adakan.
29. Q.S.16 (An Nahl):67. Dan dari buah korma dan
anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki
(makanan) yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
30. Q.S.16:71. Dan
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki (makanan),
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki (makanan) mereka kepada budak- budak
yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki
(makanan) itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? 72.
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezki (makanan) dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah?" 73. Dan mereka menyembah selain
Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki
(makanan) kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan
tidak berkuasa (sedikit juapun). 74. Maka janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. 75. Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang
dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami
beri rezki (makanan) yang baik dari
kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki
(makanan) itu secara sembunyi dan secara
terang-terangan, adakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah, tetapi
kebanyakan mereka tiada mengetahui.
31. Q.S.16 (An Nahl):112. Dan Allah telah membuat
suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezki(makanan)nya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah;
karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
32. Q.S.16 (An
Nahl):114. Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki (makanan) yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya
kepada-Nya saja menyembah. 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu
(memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut
nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak
menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
33. Q.S.17 (Al
Isra'):30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki
(makanan) kepada siapa yang Dia
kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya.
34. Q.S.17 (Al Isra):70. Dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami
beri mereka rezki (makanan) dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
35. Q.S.18 (Al Kahfi):19. Dan demikianlah Kami
bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu
berada (di sini?). Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau
setengah hari". Berkata yang lain lagi: "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa rezki
(makanan) itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun.
36. Q.S.19 (Maryam):62. Mereka tidak mendengar perkataan yang
tak berguna di dalam syurga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rezki(makanan)nya di syurga itu tiap-tiap pagi
dan petang.
37. Q.S.20 (Thaha):80.
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari
musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk
munajat) di sebelah kanan gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada kamu
sekalian manna dan salwa. 81. Makanlah di antara rezki (makanan)
yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas
padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku,
maka sesungguhnya binasalah ia.
38. Q.S.20 (Thaha):131.
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami
cobai mereka dengannya. Dan
rizki (makanan)
Tuhan kamu (makanan
di sorga, pen.) adalah lebih baik dan lebih kekal.
39. Q.S.20 (Thaha):132. Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezki (makanan)
kepadamu, kamilah yang memberi rezki (makanan) kepadamu. Dan akibat (yang
baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
40. Q.S.22 (Al
Hajj):34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelian (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak (makanan) yang telah direzkikan
Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), 35.
(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang orang yang
mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian (makanan, pen.) dari apa yang telah kami rezkikan kepada mereka.
41. Q.S.22 (Al Hajj):50. Maka orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezki (makanan di sorga, pen.) yang mulia.
42. Q.S.22 (Al
Hajj):58. Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka
dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki (makanan)
yang baik (di syurga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki (makanan).
43. Q.S.23 (Al
Mu'min):72. Atau kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari Tuhanmu
adalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki
(makanan) yang paling baik.
44. Q.S.24 (An
Nuur):26. Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki (makanan) yang mulia (di syurga).
45. Q.S.28 (Al
Qasas):54. Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan
mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa (makanan,
pen.) yang telah kami rezkikan kepada
mereka, mereka nafkahkan.
46. Q.S.28 (Al
Qasas):57. Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu,
niscaya kamu akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak
meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram yang aman, yang didatangkan ke
tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (makanan)(bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
47. Q.S.28 (Al
Qasas):82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun
itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang dia kehendaki
dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung
orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)".
48. Q.S.29 (Al
Ankabut):16. Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya:
"Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui. 17. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu
adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain
Allah itu tidak mampu memberikan rezki (makanan)
kepadamu; maka mintalah rezki (makanan)
itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.
49. Q.S.29 (Al Ankabut):60. Dan berapa banyak
binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezki(makanan)nya
sendiri. Allahlah yang memberi rezki (makanan)
kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
50. Q.S.29 (Al Ankabut):62. Allah melapangkan rezki (makanan) bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
51. Q.S.30 (Ar Rum):37. Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezki
(makanan) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang
menyempitkan rezki (makanan) itu,
sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang beriman. 38. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan
mereka itulah orang-orang beruntung.
52. Q.S.30 (Ar Rum):40.
Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki
(makanan), kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali),
adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu dapat berbuat suatu dari
yang demikian itu? Maha
Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
53. Q.S.32 (As
Sajdah):15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami adalah
orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (kami), mereka
menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya sedang mereka tidak
menyombongkan diri. 16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka
berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezki (makanan) yang
kami berikan kepada mereka.
54. Q.S.33 (Al Ahzab):31. Dan barang siapa di
antara kamu sekalian (isteri-isteri nabi) tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya
dan mengerjakan amal yang saleh. Niscaya Kami memberikan kepadanya pahalanya
dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki
(makanan) yang mulia (di surga).
55. Q.S.34 (Saba):4. Supaya Allah memberi balasan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Mereka itu adalah
orang-orang yang baginya ampunan dan rizki
(makanan) yang mulia (di surga).
56. Q.S.34 (Saba):15.
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan
dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu
dari rezki (makanan) yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri
yang baik dan (Tuhanmu) adalah
Tuhan yang Maha Pengampun.
57. Q.S.34 (Saba):36.
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki
(makanan) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi
siapa yang dikehendaki-Nya), akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui".
58. Q.S.34 (Saba):39.
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki
(makanan) bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki
(makanan) yang sebaik-baiknya.
59. Q.S.35 (Fathir):29.
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat
dan menafkahkan sebagian dari rezki
(makanan) yang kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi.
60. Q.S.36
(Yaa-siin):47. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebagian
dari rezki (makanan) yang diberikan
Allah kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada
orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah
menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan.
Tiadalah kamu melainkan
dalam kesesatan yang nyata".
61. Q.S.37 (Ash Shaffat):40. Tetapi hamba-hamba
Allah yang dibersihkan (dari dosa). 41. Mereka itu memperoleh rezki (makanan)
yang tertentu, 42. Yaitu buah-buahan.
Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, 43. Di dalam syurga-syurga
yang penuh nikmat,
62. Q.S.38 (Shaad):49. Ini adalah kehormatan (bagi
mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar
(disediakan) tempat kembali yang baik. 50. (Yaitu) syurga 'Adn yang
pintu-pintunya terbuka bagi mereka, 51. Di dalamnya mereka bertelekan (di atas
dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan
yang banyak dan minuman di syurga itu. 52. Dan pada sisi mereka (ada
bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya. 53. Inilah
apa yang dijanjikan kepadamu pada hari berhisab. 54. Sesungguhnya ini adalah
benar-benar rezki (makanan) dari kami yang tiada habis-habisnya.
63. Q.S.39 (Az Zumar):52.
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezki (makanan)
dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.
64. Q.S.40 (Al Mu'min):13. Dia-lah yang
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki (air/makanan)
dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang
kembali (kepada Allah).
65. Q.S.40 (Al
Mu'min):64. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit
sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki (makanan)
dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung
Allah, Tuhan semesta alam.
66. Q.S.42 (Asy
Syuura):27. Dan jikalau Allah melapangkan rezki
(makanan) kepada hamba-hamba-Nya
tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa
yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
67. Q.S.42 (Asy Syuura):38. Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezki (makanan) yang kami berikan kepada mereka.
68. Q.S.45 (Al Jaatsiah):5. Dan pada pergantian
malam dan siang dan rezki (air/makanan) yang diturunkan Allah dari
langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat
pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
69. Q.S.45 (Al
Jaatsiah):16. Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab
(Taurat) dan kekuasaan dan kenabian; dan kami berikan kepada mereka rezeki-rezki (makanan)
yang baik dan kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya).
70. Q.S.50 (Qaaf):9.
Dan kami turunkan dari langit air yang banyak manfa'atnya lalu kami
tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji
tanaman yang diketam. 10.
Dan pohon kurma yang tinggi yang
mempunyai mayang yang bersusun-susun. 11. Untuk menjadi rezki (makanan)
bagi hamba-hamba (kami). Dan kami hidupkan dengan air itu tanah yang
mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.
71. Q.S.51 (Adz Dzariat):22. Dan di langit terdapat
(sebab-sebab) rezki (air/makanan)mu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan
kepadamu (air
hujan, pen.). 23. Demi
Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti
terjadinya perkataan yang kamu ucapkan.
72. Q.S.51 (Adz Dzariat):56. Dan Aku tidak ciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. 57. Aku sekali-kali tidak menghendaki rezki
(makanan) sedikitpun dari mereka dan aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan.
58. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki
(makanan) yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.
73. Q.S.56 (Al Waqiah):81. Maka apakah kamu
menganggap remeh saja Al- Quran ini ?. 82. Kamu (mengganti) rezki (makanan)
(Allah) dengan mendustakan (Allah).
74. Q.S.62 (Al
Jum'ah):11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar
untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).
Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dari pada permainan
dan perniagaan; dan Allah sebaik-baik Pemberi rezki
(makanan).
75. Q.S.63 (Al
Munafiqun):10. Dan belanjakanlah sebagian dari pada rezki
(makanan) yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; dan ia
berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku
sampai waktu yang dekat, dengan sebab itu aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh?".
76. Q.S.65
(At-Talaq):7. Orang yang mampu hendaknya
memberi nafkah menurut kemampuannya; dan orang yang disempitkan rezki(makanan)nya hendaklah memberi nafkah dari
harta (berupa makanan, pen.) yang diberikan Allah kepadanya; Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak
akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
77. Q.S.65 (At-Talaq):11. (Dan mengutus) seorang
Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam
hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal
yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barang siapa yang beriman kepada
Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam
syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah melapangkan rezki (air/makanan) kepadanya.
78. Q.S.67
(Al-Mulk):15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah
sebagian dari rezki (makanan)-Nya; dan kepada-Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.
79. Q.S.67
(Al-Mulk):21. Atau siapakah yang akan memberi kamu rezki
(makanan) jika Allah menahan rezki (makanan)-Nya,
bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan dalam keadaan menjauhkan
diri?.
80. Q.S.89
(Al-Fajr):15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya
dan diberi kesenangan maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku,"
16. Tetapi apabila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezki (makanan)nya, maka dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku," 17. Sekali-kali tidak (demikian), bahkan kamu tidak
memuliakan anak yatim, 18. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin; 19. Dan kamu memakan harta
pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil). 20. Dan kamu
mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
-------------------------------------------------------------------------
-
Terbukti bahwa
semua kata “rizqi” dalam semua ayat di atas bisa diartikan sebagai makanan (food),
baik yang berbentuk padat atau cair,
-
maka “rizqi” tidak
dapat diartikan sebagai kekayaan.
Maka pada semua do’a yang terkandung kata (meminta) “rizqi” berarti kita
meminta “makanan”.
Termasuk doa sewaktu duduk di antara 2 sujud:
Hadits
03: Robbighfirlii warhamnii
wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii. “Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, dan tutupkanlah ke’aibanku,
dan angkatlah akan kedudukanku, dan cukupkanlah “rizqi”ku, dan tunjukilah aku
–ke jalan yang lurus-, dan ‘afiatkanlah aku.” (H.R. Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a.)
Do'a Selesai Sholat Dhuha, “rizqi” = “makanan”
Allohumma innadhdhuhaa-a dhuhaa-uka
wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaluka walquwwata quwatuka, walqudrota
qudrotuka wal'ishmata 'ishmatuka. Allohumma inkaana “rizqii” fissamaa-i fa
anzilhu, wa inkaana filardhi fa akhrijhu, wa inkaana mu'siran fayassirhu wa
inkaana harooman fathohhirhu, wain kaana ba'iidan faqorribhu bihaqqi dhuhaa-ika
wabaha-ika wajamaalika, waquwwatika waqudrotika, aatinii maa ataita 'ibaadakash
shoolihiin.
Artinya : "Ya Alloh bahwasanya waktu
dhuha itu waktu dhuha-Mu; kemegahan ialah kemegahan- Mu (keagungan), keindahan
itu keindahan-Mu kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasan-Mu dan
perlindungan itu perlindungan-Mu. "Ya Alloh jika “rizqi”ku masih di atas
langit (hujan), turunkanlah dan jika (“rizqi”ku) ada di dalam bumi (umbi-umbian)
keluarkanlah, jika (“rizqi”ku) sukar, mudahkanlah, jika (“rizqi”ku) harom
sucikanlah jika (“rizqi”ku) masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha,
keagungan keindahan, kekuatan, dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah (“rizqi”) kepada
kami seperti yang telah Engkau limpahkan (“rizqi”) kepada hamba-hamba-Mu yang
sholeh".
2.
Apa yang dimaksud
dengan kaya (ghoniy) di dalam Al Qur-an.
Berikut adalah uraian Prof. Dr. M. Quraish Shihab dkk. dalam “Ensiklopedia Al-Qur’an, Kajian Kosakata”:
Ghaniy
Kata ghaniy terambil
dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ghain, nun, dan ya’. Maknanya
berkisar pada dua hal, pertama kecukupan,
baik menyangkut harta maupun selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyah yaitu wanita yang tidak kawin
dan merasa berkecukupan hidup di rumah orangtuanya, atau merasa cukup hidup
sendirian tanpa suami. Makna kedua adalah suara.
Dari sini, lahir kata mughanni dalam
arti penarik suaraatau penyanyi.
Dalam Al-Qur’an kata ghaniy ditemukan sebanyak 20 kali, hanya dua kali yang menunjuk
kepada manusia, sedang selebihnya menjadi sifat Allah s.w.t.
Dalam bahasa Al-Qur’an dan Hadits “kekayaan” tidak
selalu diartikan banyaknya harta benda. Nabi saw. menjelaskan bahwa:
“Bukanlah
ghina (kekayaan) dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan yang sebenarnya
adalah kekayaan hati / jiwa.”
Bahasa Arab menggunakan kata tsariy untuk menggambarkan kekayaan
material.
Dalam Al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan ketiga
huruf yang disebut di atas dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 69 kali.
Pada umumnya tidak berarti “banyak harta”, bahkan secara tegas, sebagaimana
ditulis oleh Bint Asy-Syati’ dalam tafsirnya bahwa seseorang dapat dianggap
‘kaya’ (ghaniy) menurut bahasa agama,
walaupun dia tidak memiliki harta yang banyak, sebaliknya yang memiliki harta
melimpah dapat saja tidak dinamai “kaya” (ghaniy).
Perhatikanlah firman Allah dalam QS Ali Imran [3]:
10 dan 116, demikian pula QS Al-Haqqah [69]: 28, yang menyatakan: ma aghni ‘anni maliyah= “Hartaku sekali-kali
tidak menjadikan aku kaya” dalam arti berkecukupan dan mampu menolak siksa
Tuhan.
Di sisi lain, perlu dicatat bahwa Allah swt. menyebutkan
aneka nikmat-Nya kepada Rasul s.a.w., antara lain wa wajadaka ‘aailan fa aghna = ”Dan bukankah Dia mendapatimu sebagai
seseorang yang kekurangan fa aghna = lalu Dia memberikan kecukupan” (QS. Adh-Dhuha [93]: 8).
Memerhatikan keadaan Rasul saw. sejak kecil hingga
kemudian berhasil menyebarkan Islam di jazirah Arabia, sejarah tidak
menginformasikan bahwa suatu ketika beliau pernah memiliki harta kekayaan yang
melimpah. Justru sebaliknya, para isteri beliau pernah mengeluh akibat
“sempitnya kehidupan materi”, sampai-sampai beliau mempersilakan mereka untuk
memilih hidup sederhana atau dicerai secara baik (QS. Al-Ahzab [33]: 28).
Menurut Imam Ghazali, Allah Al-Ghaniy, adalah “Dia yang tidak punya hubungan dengan yang selain-Nya,
tidak dalam zat-Nya maupun sifat-Nya, bahkan Dia Mahasuci dalam segala macam
hubungan ketergantungan.”
Demikian terlihat bahwa “kekayaan” Allah yang
dimaksud dalam sifat-Nya ini, bukan melimpahnya materi, tetapi ketidakbutuhan-Nya kepada selain-Nya (Ya ayyuhannas antumulfuqoro’ilalloh, wallohu
huwalghoniyulhamid = Hai sekalian manusia, kamulah yang miskin / butuh kepada
Alloh; sedang Alloh, Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha
Terpuji”. (QS. Fathir [35]: 15).
Yang sebenar-benarnya kaya adalah yang tidak butuh
kepada sesuatu. Allah menyatakan dirinya dalam dua ayat, (ghoniyyun ‘anil’alamin=”Tidak butuh kepada seluruh alam raya” (QS. Ali Imron [3]: 97 dan QS. Al-‘Ankabut [29]: 6). Manusia
betapapun kayanya, maka dia tetap butuh, paling tidak kebutuhan kepada yang
memberinya kekayaan. Yang memberi kekayaan adalah Alloh Al-Mughni.
Kata Ghoniy yang
merupakan sifat Alloh, pada umumnya (10 kali) dirangkaikan dengan kata Hamid, dan masing-masing sekali dengan Karim, Halim, Dzu Ar-Rohmah, dan lima
kali tidak dirangkaikan dengan sifat-Nya yang lain (al-‘alamin dua kali dan berdiri sendiri tiga kali).
Perangkaian sifat Ghoniy dengan Hamid,
menunjukkan bahwa dalam kekayaan-Nya Dia amat Terpuji, bukan saja pada
sifat-Nya, tetapi juga jenis dan kadar bantuan / anugerah kekayaan-Nya itu.
Perangkaiannya dengan sifat Karim,
menunjukkan bahwa anugerah-Nya melimpah, sedang perangkaiannya dengan sifat Halim menunjukkan bahwa Dia tidak bosan
memberi, apalagi marah walau berulang-ulang dimintai. Ini karena Dia Dzu Ar-Rohmah. Pemilik kasih sayang yang
tercurah kepada makhluk-Nya. Karena itu pula, seperti firman-Nya dalam QS. Ar-Rohman [55]: 29, (Yas’aluhu man fi samawati wal-ardhi kullu
yaumin huwa fi sya’nin =’Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta
kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan (memenuhi harapan mereka).”
Demikian, wa
Alloh A’lam. * M. Quraish Shihab*
Komentar penulis
Dalam uraian Quroisy Shihab di atas, terdapat
perbedaan arti ghoniy untuk Alloh dan ghoniy bagi manusia. Sifat ghoniy bagi
Alloh yang 10 X dirangkaikan dengan hamid berarti Maha Kaya dalam arti tidak memerlukan sesuatu karena memiliki segala
sesuatu (lagi Maha Terpuji).
Sedang sifat ghoniy bagi manusia kita harus
mencontoh kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. yang di waktu kecilnya di Mekah beliau
sudah yatim piatu, hidup miskin sebagai pengembala domba. Namun setelah dewasa
dan dikawin oleh Siti Khodijah hidupnya tidak pernah lagi menderita kekurangan
dan kelaparan, dengan kesehatan fisik yang sempurna. Situasi ini digambarkan
dalam ayat wa wajadaka ‘aailan fa aghna =
”Dan bukankah Dia mendapatimu sebagai seseorang yang kekurangan fa aghna = lalu
Dia memberikan kecukupan” (QS.
Adh-Dhuha [93]: 8). Namun setelah
Siti Khodijah wafat lalu beliau hijroh ke Madinah, para isteri beliau pernah
mengeluh akibat “sempitnya kehidupan materi”, sampai-sampai beliau
mempersilakan mereka untuk memilih hidup sederhana atau dicerai secara baik (QS. Al-Ahzab [33]: 28).
Jadi ghoniy Nabi adalah tidak memerlukan sesuatu,
karena sudah merasa cukup dengan nikmat yang diberikan Alloh s.w.t. Hidup
sederhana dalam materi tetapi kaya dalam hati.
Ketika tinggal di Madinah beliau hidup sederhana
bukan karena penghasilannya sedikit. Sebagai Rosul beliau berhak menerima 1/3
harta fa’i (pampasan perang) yang sangat banyak. Karena tidak memerlukannya (ghoniy)
maka semuanya diberikan kapada orang-orang yang lebih membutuhkan dan tidak
disisakan barang sedikit untuk beliau sendiri dan keluarganya.
Maka do’a minta kaya pada hadits 02 dalam
pendahuluan :
Hadits 02:
Ya Alloh, yang Mahakaya dan Maha Terpuji, kayakanlah aku dengan yang Engkau
halalkan dan bukan dengan yang Engkau haromkan, kayakanlah aku dengan ketaatan
dan bukan dengan kemaksiatan, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dan bukan
dengan karunia selain-Mu dan Engkau sebaik-baik Pemberi “Rejeki”. (H.R.
At-Tirmizi).
Berarti ghoniy seperti Nabi yaitu tidak memerlukan
sesuatu, karena sudah merasa cukup dengan nikmat yang diberikan Allah s.w.t. Hidup
sederhana dalam materi tetapi kaya dalam hati.
3.
Bagaimanakah
kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
Kehidupan Raja Sulaiman dengan kerajaan dan pasukannya yang sangat hebat
yang terdiri dari manusia, jin dan binatang itu sering dipakai sebagai contoh
agar kita berdoa minta kaya. Kerajaannya yang hebat itu beliau pakai sebagai
sarana kholifatulloh dan untuk menjamu para tamu-tamunya.
Namun sebagai Nabi dan hamba Alloh kehidupan beliau tentu tidak berbeda
dengan nabi-nabi yang lainnya. Di rumahnya beliau menjadi pengusaha kerajinan
tas yang dijual di pasar. Hasilnya antara lain beliau pakai untuk membeli
gandum sekadarnya guna membuat roti sya’ir yang bermutu rendah. Kekuasaan dan
kekayaannya dianggap sebagai sesuatu kehinaan. Padahal sebenarnya jika mau,
beliau bisa menikmati makanan dan kekayaan kerajaan sekehendaknya. Tetapi
beliau mampu menahan keinginan dan hawa nafsunya.
4.
Bolehkah kita
berdoa minta kaya (harta) ?
Berdoa minta kaya (harta)
berarti menghendaki kehidupan dunia. Hal ini dilarang Alloh s.w.t. dalam Al Qur-an
Surat Al Isro’ [17] :18-20.
Di
dalam Tafsir Ibnu Katsir tertulis sebagai berikut:
Barangsiapa menghendaki kehidupan
sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang
yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.S. 17:18) Dan barangsiapa
yang menghendaki kehidupan akhirot dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik. (Q.S.
17:18).
Alloh
s.w.t. memberitahukan bahwa tidak semua orang yang mengejar dunia dan segala
kenikmatan yang terdapat di dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan
didapat oleh orang-orang yang dikehendaki-Nya saja. Dan ayat ini membatasi
pengertian yang ada pada ayat-ayat lain yang umum, dimana Dia berfirman: ”Maka Kami segerakan baginya di dunia itu
apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan
baginya neraka jahannam.” Yakni di alam akhirot, “Ia akan memasukinya”, yaitu memasukinya sehingga Neraka itu
menenggelamkannya dari semua sisi. “Dalam
keadaan tercela” yakni, dalam keadaan terhina atas tindakan dan
perbuatannya yang buruk, di mana ia lebih memilih hal yang bersifat fana (sementara) daripada yang bersifat baqo (abadi) “Dan terusir,” Yakni, terjauhkan dan tersisihkan dalam keadaan hina
dina.
Hadits 4: Imam
Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., di mana ia bercerita, Rosululloh s.a.w.
bersabda: “Dunia ini adalah tempat
tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat tinggal (di surga, pen.), dan
harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta (di surga, pen.), dan
padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”
Dan
firman-Nya: “Dan barangsiapa yang
menghendaki kehidupan akhirot,” yakni, menghendaki alam akhirot dan
berbagai kenikmatan dan kebahagiaan yang ada di sana. “Dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh,” yakni, mencari hal itu melalui jalannya sedang ia
mengikuti Rosul-Nya s.a.w. “Sedang
ia adalah Mukmin,” yakni hatinya beriman, mempercayai adanya pahala dan
balasan. “Maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Kepada
masing-masing golongan baik golongan ini (ayat 18) maupun golongan itu (ayat
19) Kami berikan bantuan dari kemurahan Robb-mu. dan kemurahan Tuhanmu tidak
dapat dihalangi. (Q.S. 17:20) Perhatikanlah
bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain), dan
pasti kehidupan akhirot lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.
(Q.S. 17:21).
Alloh
s.w.t. berfirman: “Kepada masing-masing
golongan,” yakni, masing-masing dari kedua kelompok, yakni orang yang
menghendaki dunia dan orang-orang yang menghendaki akhirot, akan Kami berikan
kepada mereka berupa: “Bantuan dari
kemurahan Robb-mu”. Yakni, Dialah yang mengendalikan dan mengatur, Dia
tidak mungkin berbuat curang. Maka Dia akan memberikan kepada masing-masing apa
yang sudah menjadi haknya, baik yang menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan.
Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang sanggup menolak ketetapan-Nya dan
tidak pula ada yang sanggup menghalang-halangi pemberian-Nya, serta tidak ada
pula yang sanggup merubah apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, Dia
berfirman: ”Dan kemurahan Robbmu tidak
dapat dihalangi.Maksudnya, tidak akan ada seorang pun yang menolak dan
menentang-Nya.
Al-Hasan
dan juga ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya, sama sekali tidak dapat
dilarang.”
Setelah
itu, Alloh s.w.t. berfirman: ”Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan
sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain),” Yakni, di dunia. Di mana
di antara mereka ada yang kaya, ada juga yang miskin, dan ada juga yang
pertengahan antara keduanya. Ada juga yang mati dalam keadaan masih kecil, ada
juga yang berumur panjang sampai berusia lanjut, dasn ada juga yang pertengahan
antara keduanya.
“Dan pasti kehidupan akhirot lebih
tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. Maksudnya,
karena adanya perbedaan kedudukan mereka yang sangat besar di alam akhirot
daripada di dunia, maka di antara mereka ada yang berada di Neraka
Jahanam,lapisan paling bawah dengan disertai belenggu dan rantai yang
membelitnya. Ada pula yang berada di tingkat paling atas dengan penuh
kenikmatan dan kebahagiaan. Orang-orang yang berada di tingkat paling bawah pun
mempunyai kedudukan yang beragam satu sama lainnya, sebagaimana halnya orang-orang
yang ada di tingkatan paling atas pun mempunyai kedudukan yang beragam pula.
Sesungguhnya, Surga itu mempunyai seratus tingkatan yang antara dua
tingkat adalah seperti jarak antara
langit dan bumi.
Dalam
kitab ash-shohihain disebutkan, bahwa
Hadits 05: Rosululloh
s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya para penghuni Surga dapat melihat orang-orang yang berada
di ‘Illiyyin (Surga tertinggi), sebagaimana kalian melihat bintang-bintang
cemerlang berjalan di ufuk langit.” (H.R.
Al-Bukhori dan Muslim).
Tafsir Surat Al Isro’ ayat 18-19 menurut KH Zainuddin MZ
KH Zainuddin MZ menafsirkan
Surat Al Isro’ ayat 18-19 secara singkat sebagai berikut : Bila kita menanam
rumput (dunia) pasti tidak akan tumbuh besertanya padi (akhirot). Tetapi bila
kita menanam padi (akhirot) pasti juga akan tumbuh rumput (dunia).
4. Akibat buruk dari “doa minta kaya
(harta)” : Kisah Sa’labah
Akibat buruk dari “doa minta kaya” terlihat pada
kisah Sa’labah yang merupakan asbabun nuzul dari Q.S. At-Taubah [9] :75-77.
Di dalam Tafsir Jalalain kisahnya tertulis
sebagai berikut:
75. Dan di antara mereka ada orang yang telah
berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian
karunia (fadl)-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang soleh.
Orang yang dimaksud ialah
Sa’labah ibnu Hatib; pada suatu hari ia meminta kepada Nabi s.a.w. supaya
mendoakannya,
---------------------------------------
semoga Alloh merizqikannya
harta,
----------------------------------------
kelak ia akan menunaikan hak-haknya
kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Kemudian Nabi s.a.w. mendoakannya
sesuai dengan permintaannya itu; akhirnya Alloh memberinya harta yang banyak,
sehingga ia lupa akan solat Jum’at dan solat berjamaah yang biasa dilakukannya
karena sibuk dengan hartanya yang banyak itu, dan lebih parah lagi ia tidak
menunaikan zakatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Alloh s.w.t. dalam ayat
berikutnya, yaitu: !
76.
Maka setelah Alloh memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia(fadl)-Nya, mereka
kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang
selalu membelakangi (kebenaran).
77.
Maka Alloh menimbulkan kemunafikan pada
hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Alloh, karena mereka telah
memungkiri terhadap Alloh apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga
karena mereka selalu berdusta.
Setelah itu Sa’labah ibnu
Hatib datang menghadap Nabi s.a.w. sambil membawa zakatnya, tetapi Nabi s.a.w.
berkata kepadanya: “Sesungguhnya Alloh telah melarang aku menerima zakatmu”.
Setelah itu Rosululloh s.a.w. menaburkan tanah di atas kepalanya. Pada masa
pemerintahan Kholifah Abu Bakar r.a. ia datang membawa zakatnya kepada Kholifah
Abu Bakar r.a., tetapi Kholifah Abu Bakar r.a. tidak mau menerimanya.
Pada masa pemerintahan Kholifah Umar r.a. ia pun datang membawa zakatnya tetapi
Kholifah Umar r.a. juga tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah
Usman r.a. ia pun datang lagi membawa zakatnya, tetapi ternyata Kholifah
Usman r.a. sama saja, juga tidak mau menerimanya. Ia mati pada masa
pemerintahan Kholifah Usman r.a.
Menurut Hamka di
dalam segala tafsir lama, senantiasa bertemu ceritera Sa’labah ini. Tetapi pada
tafsir Al-Manar cerita ini diragukan karena menurut Sayid Roshid Ridho Nabi
tidak mungkin menolak taubatnya seseorang.
Begitu juga di internet hampir
semuanya meragukan cerita ini dengan meragukan keabsahan hadits.
Komentar penulis
Penulis setuju dengan pendapat Sayid
Qutub yang mengatakan bahwa karena Sa’labah pernah ingkar janji dan berdusta
kepada Alloh s.w.t , perbuatan ini akan membekaskan kemunafikan dalam hatinya
di dunia dan akhirot seperti yang disebutkan pada Q.S. At-Taubah ayat 77.
Sebaiknya kita jangan ikut-ikutan
mereka yang membantah cerita ini karena akan berakibat memperbolehkan kita
“berdoa minta kaya” seperti Sa’labah dengan akibat buruk yang sama pula.
Di dalam tafsir di atas nabi
diriwayatkan telah mendoakan agar Alloh swt. merizqikan harta (mal)
kepada Sa’labah. Padahal dalam uraian tentang tafsir Al Qur-an “Faham kedua” di
atas, di dalam Al Qur-an kata "rizqi" hanya diartikan sebagai
"makanan dan minuman" saja, bukan lagi diartikan sebagai
"karunia (harta)". Mungkinkah Nabi menyamakan rizqi (rizqun)
dengan karunia (fadlun) ?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari
kita kembali membahas tentang pembagian Bahasa Arob.
Telah
disebutkan di atas bahwa Bahasa Arob ada 3 macam yaitu:
1. Bahasa
Arob modern.
2. Bahasa
Arob kuno.
3. Bahasa
Arob Al Qur-an.
Arti kata
"rizqi" sebagai "makanan" hanya terdapat di dalam Al Qur-an
saja. Sesuai dengan arti kata yang dimaksud oleh Alloh swt. sebagai pencipta Al
Qur-an. Sedang kata "rizqi" di dalam Hadits Nabi Muhammad saw.
artinya sesuai dengan yang dipakai oleh bangsa Arob waktu itu, yang menggunakan
bahasa Arob kuno. Dalam bahasa Arob kuno arti kata "rizqi"
adalah "makanan" dan "karunia / kekayaan". Maka kalimat
do'a Nabi kepada Sa'labah: "Semoga
Alloh me-rizqi-kannya harta." sama artinya dengan "Semoga Alloh
meng-karunia-kannya harta."
Kontroversi Nabi mendoakan “kaya” bagi Anas bin Malik.
Doa Nabi kepada Anas bin Malik agar
mendapat kekayaan dan anak yang banyak sering dipakai sebagai alasan bolehnya
kita berdoa minta kaya.
Rosulullah Saw sering kali mendo’akan
Anas bin Malik. Salah satu doa Beliau untuknya adalah:“Allahumma Urzuqhu Maalan
wa Waladan, wa Baarik Lahu (Ya Allah, berikanlah ia harta dan keturunan, dan
berkahilah hidupnya).”Allah mengabulkan doa Nabi-Nya, dan Anas menjadi orang
dari suku Anshar yang paling banyak hartanya. Ia memiliki keturunan yang amat
banyak, sehingga bila ia melihat anak serta cucunya maka jumlahnya melebihi 100
orang. Allah Swt memberikan keberkahan pada umurnya sehingga ia hidup 1 abad
lamanya ditambah 3 tahun lagi.
Adapun asbabul wurud cerita
itu adalah hadis berikut:
Hadits 06. Diriwayatkan daripada Anas
r.a daripada Ummu Sulaim katanya: Wahai Rasulullah! Aku menjadikan Anas sebagai
khodammu, tolonglah berdoa untuknya. Rosulullah s.a.w pun berdoa: Ya Allah,
banyakkanlah harta dan anaknya dan berkatilah apa yang diberikan kepadanya.
Berkata Anas: "Demi Allah, harta bendaku memang banyak dan anak begitu
juga anak dari anakku memang banyak sekali dan sekarang sudah berjumlah lebih
dari 100 orang. (Sohih Bukhori, Muslim,
kitab kelebihan para sohabat).
Komentar penulis.
Hadits ini
mengandung kontroversi karena mirip do’a minta kaya yang dipanjatkan Nabi
s.a.w. bagi Sa’labah yang berakibat buruk baginya di dunia dan akhirot.
Do’a
memintakan harta bagi Anas bin Malik berarti “menghendaki kehidupan sekarang (duniawi)” dalam Q.S. 17:18 yang
berakibat “Kami tentukan baginya neraka
jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”.
Nabi s.a.w.
tidak mungkin berdoa yang terlarang di dalam Al Qur-an (mendoakan Anas kaya).
Pasti doa
Nabi bukanlah “Allohumma, rizqikanlah harta dan anak bagi Anas dan berkahilah
hidupnya”, melainkan “Allohumma, kurniakan rizqi dan anak bagi Anas, dan
berkahilah hidupnya”.
Berbicara
masalah hadits. Semua hadits berupa sabda Nabi Muhammad saw. (matan hadits)
yang sampai kepada kita diceritakan secara beranting melalui barisan perawi
(sanad hadits) dalam bahasa Arob waktu itu yaitu bahasa Arob kuno.Telah
disebutkan di atas bahwa Bahasa Arob ada 3 macam yaitu:
1. Bahasa
Arob modern.
2. Bahasa
Arob kuno.
3. Bahasa
Arob Al Qur-an.
Matan hadits
yang kita terima sekarang bukanlah matan hadits asli dari Nabi Muhammad saw.,
melainkan matan hadits yang telah diolah oleh otak para perawi itu yang
berfikir dalam bahasa Arob kuno. Dalam bahasa Arob kuno arti "rizqi"
dikacaukan dengan "karunia". Telah kita bahas di atas, pemahaman
bahwa satu kata dalam bahasa Arob mempunyai beberapa arti itu bisa menimbulkan
kekacauan dan kebingungan.
Maka do'a
Nabi Muhammad saw. yang seharusnya adalah: “Allohumma, kurniakan rizqi dan anak
bagi Anas, dan berkahilah hidupnya”.setelah sampai kepada kita melalui
rangkaian sanad berubah menjadi “Allohumma, rizqikanlah harta dan anak bagi
Anas dan berkahilah hidupnya”. Wallohu a'lam.
6.
Mengapa
Nabi Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
Sedang do’a yang pernah dipanjatkan
Nabi sendiri bukan minta kaya (harta) tetapi meminta jadi miskin seperti
kutipan tulisan Hasan Husen Assagaf berikut ini :
Di samping do’a-do’a yang diajarkan
untuk rizki makmur, ada pula do’a-do’a yang tak poluler di zaman ini yang
diajarkan Rasulallah saw agar meminta kepada Allah kemiskinan “Ya
Allah, hidupkan aku miskin. Matikan aku
miskin. Dan kumpulkan aku kelak di Padang
Mahsyar ke dalam kelompok kaum miskin”. Doa ini
jarang sekali dibaca tapi memang itu kenyataan doa yang diajarkan Rasulallah
saw agar meminta kepada Allah kemiskinan.
Suatu ketika Rosulalloh pernah ditanya tentang surga dan ahlinya, beliau menjelaskan bahwa
penghuni yang paling banyak di surga adalah orang miskin. Yang dimaksud disini
bukan semua orang miskin masuk surga. Akan tetapi kebanyakan penghuni surga
adalah orang miskin yang sobar, soleh, taat ke pada Alloh dan banyak beribadah.
Miskin. Siapa suka miskin? Semua lari dari kemiskinan
dan takut miskin. Ini kenyataan hidup sekarang ini. Tidak ada orang ingin hidup
miskin. Boro-boro ingin jadi miskin, bermimpi jadi orang miskin atau bertemu
dengan kemiskinan atau kesusahan sama sekali tidak diharapkan.
Tapi kalau kita teliti dengan seksama memang itulah
kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulallah saw kepada kita.
Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam kondisi miskin. Ketika beliau wafat,
tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi
mayoritasnya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan. Hidup berlebihan
atau kaya sangat jarang kita dapatkan dalam kisah kehidupan para sohabat Rosulalloh. Ada diantara mereka
yang kaya seperti misalnya Ustman bin Affan dan Abdurohman bin Auf, tapi mereka
pun berusaha menginfakkan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Alloh agar jadi miskin.
Imam besar Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan.
Bahkan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasulloh beliau tidak mampu
mengambil seorang pembantu. Ketika istrinya, Fatimah, datang kepada Ayahnya
minta kepada beliau seorang pembantu. Rosulalloh pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya
wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
Contoh lainnya, pernah satu ketika Rasulallah saw
datang melancong ke rumah anaknya, Fatimah. Ketika beliau melihat anaknya
mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, begitu pula beliau melihat selot
pintu rumahnya terbuat dari bahan sejenis perak, Rosulalloh segera keluar dari
rumahnya dan kelihatan tanda tanda kemarahan di wajah beliau. Beliau naik ke
atas mimbar. Fatimah pun mengetahui maksud kemarahan ayahnya. Maka dicopotilah
giwang, rantai dan selot pintu yang terbuat dari perak dan segera diserahkannya
kepada Nabi di atas mimbar seraya berkata “Jadikanlah semua ini di jalan
Alloh,
ya abati”. Rosulalloh sangat terharu dan bergembira atas tindakan putrinya yang sangat
dicintainya. Beliau pun berkata “Sungguh kamu telah melakukannya wahai anakku.
Ketahuilah bahwa dunia itu bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya
dunia ini bernilai di sisi Alloh sebesar sayap nyamuk, maka tidak ada satu orang
kafir diberi minum setetes pun”
Demikianlah contoh yang kita dapatkan dari pemimpin
besar umat, Rosulalloh saw dan Imam besar, Ali bin Abi Tholib yang sepanjang hidupnya selalu dalam
kekurangan dan kemiskinan. Akan tetapi di lain pihak Imam Ali pun pernah
menegaskan “kemungkinan kemiskinan itu bisa membawa kekufuran”. Begitu
pula beliau pernah berkata: “seandainya kemiskinan itu menjelma berbentuk
manusia maka saya akan bunuh”.
Assayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan miskin adalah mereka
yang mendapatkan problem kehidupan akibat kesulitan ekonomi. Adapun arti miskin
menurut pandanganya adalah mereka yang berpenghasilan kurang dan tidak
mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari hari.
Ketika salah seorang kepala suku badwi dari gunung
diundang raja Saudi, Faisal bin Abdul Aziz, dia sadar bahwa masyarakatnya di
gurun sahara miskin. Menyaksikan kota Riyadh yang serba indah, mobil
berseliweran di atas jalan beraspal, gedung tinggi, hotel tempat dia menginap
terang menderang dengan cahaya lampu yang beraneka warna, beralas tikar
permadani empuk, full ac, dan mengasyikan. Dia lalu bertanya kepada dirinya,
mengapa ini semua tak ada di desanya? Kalo begitu masyarakat badwi miskin!
Begitulah hidup di ibu kota yang
masyarakatnya selalu berlomba merebut peluang. Siapa yang paling banyak
memperoleh kesempatan dan dapat mengelola dengan baik, merekalah yang
menguasai, jadi kaya. Dan yang kalah bersaing tak kebagian apa pun, jatuh
miskin.
Lalu, mengapa Rosulalloh saw mengajarkan doa jadi miskin? Yang dimasud disini beliau bukan
mengajarkan umatnya jadi miskin akan tetapi beliau mengajarkan keserhanaan,
kehidupan bersama, toleransi, ke-tidakegois-an dan tidak hanya memikirkan diri
sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama. Itulah
yang diajarkan Rosulalloh saw.
Orang kaya yang hanya memikirkan diri sediri, serakah,
tamak, dan kikir, orang semacam ini dikatagorikan orang kaya tapi berjiwa
miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan
segala musibah yang menimpah dirinya, dan ridho serta bersyukur dengan apa yang
telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya.
Orang-orang badwi yang hidup di gurun sahara, terutama
yang hidup di kemah kemah yang tak pernah menikmati listrik, tak ada tv atau
radio, sanggup berjalan kaki memikul beban naik turun gunung dengan untanya ,
mereka miskin tapi tak terasa miskin. Karena kehidupan bersama yang mereka
jalani, senasib dan sederajat, tak menimbulkan kedengkian antara mereka, ini
yang membuat mereka senang, bahagia menikmati kehidupan yang serba kekurangan.
Berapa banyak orang miskin di seluruh pelosok negeri,
baik di sahara, di lereng lereng gunung, maupun di desa desa mereka ini mungkin
siang malam bersandar dan bertawakal kepada Allah, bahkan boleh jadi kedudukan
mereka lebih tinggi disini Alloh dibandingkan dengan orang kaya yang hidupnya digenangi serba
kemegahan akan tetapi sehari harinya lebih banyak memuaskan diri sendiri
ketimbang memikirkan orang lain dan melupakan perintah Alloh, sampai sekarang mereka
belum pernah merasakan nikmatnya jamuan harta yang diberikan Alloh kepadanya.
Demi Alloh, sekali lagi saya katakan demi Alloh, harta dan kekayaan adalah milik Alloh. Alloh lah yang membuat orang menjadi miskin
dan Alloh
pula yang membuat orang jadi kaya. Jika Alloh menginginkan si kaya menjadi miskin, dengan
sekejap mata saja orang itu menjadi miskin. Jika Alloh berkehendak si miskin menjadi kaya, dengan sekejap mata orang
miskin itu menjadi kaya. “Katakanlah: Ya Alloh yang mempunyai
kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari
orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatau. Engkau masukkan malam
kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang
hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan
Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa
batas “ al-Quran.
Itulah istilah kehidupan kita sehari hari, dunia ini
ibarat roda yang berputar. Sebentar berada di atas dan sebentar lagi
berada di bawah. Di saat berada di
atas, jangan sekali kali merasa bangga tapi harus menengok kepada yang di bawah
agar bisa mengimbangi jarak dengan yang di bawah. Dan bagi yang di
bawah jangan tinggal diam atau putus asa. Sebab, itulah satu-satunya modal agar
yang di bawah dapat berputar kembali, sementara yang di atas tidak rakus, tidak
tamak, tidak sombong dan tidak serakah. Itulah yang di ajarkan agama kita agar
kehidupan bersama atara si kaya dan si mikin bisa terjalin dengan baik sehingga
jarak antara mereka tidak terpaut jauh.
Dalam hal ini, doa yang diajarkan Nabi patut dijadikan
bahan renungan. Bahwa doa minta jadi miskin bukan berarti minta serba
kekurangan. Akan tetapi yang dimaksud disini minta jadi miskin adalah minta
kepada Alloh
agar memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin,
yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita jadi kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah,
semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian untuk
mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin.
Nah, kalau begitu, bacalah doa untuk jadi miskin
seperti yang diajarkan Nabi agar tetap memiliki rasa kesederhanaan dan tak
rakus yang bisa menimbulkan iri dan dengki terhadap kelompok miskin.
Komentar penulis
Sebagai
tambahan atas hadits yang telah dikutip oleh Hasan Husin Assegaf bahwa
kebanyakan penduduk surga adalah orang miskin, di bawah ini penulis kutipkan
hadits yang menceritakan bahwa orang kaya yang masuk surga akan dihukum dulu
antara 40-500 tahun sebagai berikut:
Dan Dari Ibnu
Abbas r.a. yang berkata bahwa Rosululloh s.a.w. bersabda, “Dua orang mukmin
bertemu di pintu surga. Yang satu adalah mukmin kaya dan satunya fakir
(miskin) ketika di dunia. Mukmin fakir dimasukkan surga dan mukmin kaya
tertahan (selama 40-500 tahun waktu dunia). Suatu saat mukmin kaya dimasukkan
ke dalam surga dan berjumpa kembali dengan mukmin fakir. Mukmin fakir bertanya,
‘Saudaraku, kenapa engkau tertahan ? Demi Alloh, kulihat engkau tertahan hingga
aku waswas memikirkan keselamatan dirimu!” Mukmin kaya menjawab, ‘Saudaraku,
sesungguhnya sepeninggalmu aku tertahan di tahanan yang menjijikkan (selama
40-500 tahun waktu dunia). Aku tidak bisa menyusulmu hingga keringat mengucur
deras dari tubuhku. Jika seandainya keringat ini didatangi 1000 unta yang
kehausan, maka keringat tersebut membasahi dadanya.’” (Diriwayatkan
Ahmad).
Termasuk Golongan
manakah Nabi Muhammad saw. itu? Kaya atau Miskin?
Untuk memudahkan pembicaraan sebaiknya
kita membedakan antara orang kaya dan orang yang banyak penghasilannya.
Biasanya orang yang kaya mempunyai banyak
penghasilan. Sebaliknya orang yang berpenghasilan banyak biasanya adalah orang
yang kaya. Karena penghasilannya yang banyak itu dibelikan bermacam-macam
barang untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Dari sini dapat kita definisikan :
-------------------------------------------------------------------
Orang kaya
adalah orang yang menikmati banyak harta.
--------------------------------------------------------------------
Sedang Nabi Muhammad saw. dalam kesehariannya termasuk orang yang miskin. Hanya
memiliki sedikit harta berupa rumah yang kecil, beberapa lembar pakaian dan
barang-barang lainnya. Beliau sering menderita kelaparan akibat tidak tersedianya
makanan di dalam rumah beliau, sehingga beliau sering berpuasa.
Tetapi sebenarnya beliau adalah
termasuk orang yang berpenghasilan sangat banyak, sebagaimana uraian berikut: (www.syahrialyusuf.com/index.../118-kaya-dalam-sederhana.html)
Dari catatan Abu Faris, masa
sebelum kenabian Rasulullah adalah seorang pedagang / pebisnis yang sukses,
beliau saw memberikan mas kawin (mahar) kepada Khadijah (cinta pertama / cinta
sejati-nya Rasulullah) sebanyak 20 ekor unta dan 12 uqiyah (ons) emas. Jumlah
itu tergolong sangat banyak bila dikonversi dengan uang pada masa itu ataupun
pada masa sekarang
Setelah menikah
kekayaan nabi bertambah karena kekayaan yang dimilikinya dikembangkan melalui
perdagangan bersama dengan (harta) Khadijah. Akan tetapi, tidak banyak
diketahui, apa yang terjadi pada harta kekayaan Muhammad saw selanjutnya
Semasa kenabian,
harta kekayaan Muhammad, menurut Ali Syu'aibi (2004) terdiri dari tiga bagian:
Pertama: Harta
yang dijadikan oleh Allah sebagai fai'. Harta ini diperuntukan bagi rasul dan
kaum muslimin tanpa melalui pertempuran. Contohnya: Harta yang diperoleh dari
suku Yahudi bani Nazir yang mengkhianati pakta perdamaian Madinah. Mereka
memohon kepada nabi jaminan keselamatan untuk meninggalkan Madinah dengan
memberikan harta benda dan hasil bumi mereka.
Kedua: As-Safi
(Harta yang dipilih nabi dari ghanimah sebelum dibagikan).
Ketiga: As-Sahm
(beberapa bagian di luar satu perlima yang merupakan hak rasul).
Meskipun tidak
ada catatan akurat tentang jumlah persis kekayaan Rasulullah saw sepanjang
hayatnya, ada beberapa catatan yang menunjukkan Rasulullah adalah orang
berpunya dan memiliki harta banyak, namun beliau selalu mendahulukan
kepentingan umat melebihi kepentingan dirinya sendiri dalam bentuk infak,
sedekah dan membantu fakir miskin, sesuai ayat-ayat berikut.
"Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu berikan yang tidak baik, sedangkan kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya (dengan
jijik)." (QS al-Baqoroh [2]: 267)
Diceritakan bahwa
Muhammad saw pernah membagikan lebih dari 1500 ekor unta kepada beberapa orang
Quraisy sesudah perang Hunain. Kemudian, beliaupun pernah memiliki tanah Fadak.
Fadak adalah sebuah daerah pemerintahan otonomi Yahudi di Hijaz. Penduduknya
mayoritas Yahudi. Tanah Fadak diserahkan oleh kaum Yahudi kepada rasul tanpa
melalui pertempuran (Ibnu Hisyam.II: 368)
Masih terkait
kekayaan yang dimiliki nabi, Syu'aibi mencatat, beliau membagikan al-kutaibah
(pemberian rutin) kepada kerabat dan istri-istri beliau. Kepada Fatimah 200
wasaq, Ali bin Abi Thalib 100 wasaq, Usamah bin Zaid 250 wasaq, Aisyah 200
wasaq, Ja'far bin Abi Thalib 50 wasaq, Rabiah bin Harits bin Abdil Mutthalib
100 wasaq, Abu Bakar 100 wasaq, Aqil bin Abi Thalib 140 wasaq, Bani Ja'far 140
wasaq, untuk sekelompok orang dan istri-istrinya 700 wasaq. Lainnya untuk Bani
Mutthalib yang sebagian masih di Mekkah (Syu'aibi, 2004). Selain itu, seusai
perang Khaibar, nabi memperoleh sekitar 100 perisai, 400 pedang, 1000 busur dan
500 tombak.
Dikabarkan bahwa
Muhammad menerima 90.000 dirham. Tetapi uang itu dibagikan kepada orang banyak
sampai habis. Sebaliknya, ketika kembali dari perang Hunain, nabi disodori uang
hasil rampasan perang. Beliau berkata: "Letakkanlah uang itu di
masjid." Kemudian nabi shalat di masjid itu tanpa menolah kepada uang tadi.
Seusai shalat beliau duduk di dekat uang tersebut dan memberikannya kepada
setiap orang yang meminta. Beliau berdiri setelah uang itu habis.
7.
Apa hubungan do’a
minta kaya dengan pemanasan global ?
Seseorang disebut kaya bila hartanya jauh melebihi
yang dibutuhkan, sehingga sering menimbulkan akibat buruk. Orang-orang yang
kaya cenderung suka membeli barang-barang yang tidak perlu, sehingga mengurus
sumber daya alam dan terjadi pembakaran bahan bakar dari alam dan fossil yang mencemari
lingkungan.
Juga mereka suka makan makanan berlemak yang
berasal dari ternak secara berlebihan. Gas-gas yang berasal dari kotoran ternak
yang terlalu banyak sehingga tak dapat diserap oleh lingkungan ini, bersama gas
pembakaran mesin inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena rumah kaca yang
menimbulkan pemanasan global.
Cara mengatasinya tidak ada jalan lain kecuali
mengurangi konsumsi penduduk bumi dengan
cara hidup sederhana dalam belanja dan makanan. Hal ini sangat sesuai dengan
anjuran Nabi Muhammad s.a.w. yaitu mengganti doa minta kaya dengan doa minta miskin.
Sedangkan do’a minta rizqi (makanan) yang halal
dan baik dianjurkan Nabi s.a.w. Pohon-pohon tanaman justru baik bagi lingkungan
hidup. Kita tidak mungkin menumpuk makanan karena akan membusuk, sehingga harus
diberikan kepada orang lain. Kelebihan makanan kita tak mungkin kita makan
sendiri karena bisa menimbulkan penyakit
IV.
KESIMPULAN / PENUTUP
Bahasa Arob dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
1. Bahasa
Arob modern.
2. Bahasa
Arob kuno.
3. Bahasa
Arob Al Qur-an.
Umumnya para ahli tafsir berpendapat
bahwa Bahasa Arob Al Qur-an sama dengan Bahasa Arob kuno, bahkan sama dengan
bahasa Arob modern. Dimana setiap kata-katanya mempunyai beberapa arti.
Pendapat ini ternyata telah menimbulkan kekacauan dan ketidak pastian dalam
Tafsir Al Qur-an yang selanjutnya berakibat terjadinya ketidakpastian dalam
hukum Islam. Di kalangan kaum muslimin Tafsir ini mendorong terjadinya perlombaan mendapatkan harta dunia sebanyak-banyaknya.
Pendapat ini penulis namakan Tafsir Al
Qur-an "Faham Pertama".
Menurut Prof. Toshihiko Izutsu, bahasa
Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob Kuno yang telah diubah artinya oleh Alloh
swt. Setiap kata-katanya hanya mempunyai satu arti. Arti itu dapat diperoleh
dengan cara membandingkan seluruh kata dengan akar kata yang sama di dalam Al
Qur-an. Sehingga tafsir Al Qur-an menjadi seragam dan pasti sesuai dengan yang
dikehendaki oleh Alloh swt.
Tafsir jenis ini penulis namakan Tafsir Al
Qur-an."Faham kedua".
Dengan demikian, 6 masalah dalam Bab II di atas dapat dipecahkan dengan hasil sebagai berikut:
1. Samakah artinya rizqi dan kekayaan itu ?
Dengan Tafsir Al Qur-an secara“Faham pertama” pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan
pasti. Dengan Tafsir Al Qur-an "Faham Kedua" ditemukan bahwa arti “rizqi” di
dalam Al Qur-an adalah “makanan dan minuman” (“food”). Maka arti kata "rizqi" berbeda dengan "kekayaan".
2. Apa yang dimaksud dengan kaya (ghoniy) di dalam Al Qur-an
?
Bagi Alloh s.w.t. kaya (ghoniy) berarti tidak
membutuhkan sesuatu karena semua adalah milik-Nya.
Bagi manusia, dengan meniru kehidupan Nabi
Muhammad s.a.w., kaya (ghoniy) berarti tidak membutuhkan sesuatu karena sudah
merasa cukup dengan nikmat yang telah dikaruniakan Alloh s.w.t. kepada kita.
3. Bagaimanakah kekayaan Nabi Sulaiman a.s. itu ?
Nabi Sulaiman a.s. mempunyai dua kehidupan.
Sebagai raja beliau berfungsi sebagai kholifatulloh yang mengatur kerajaannya
yang hebat.
Sebagai hamba Alloh beliau hidup sederhana di rumah beliau sendiri. Beliau menjadi
pengusaha kerajinan tas di mana
leuntungannya dipakai antara lain untuk membeli gandum untuk membuat roti syair
yang bermutu rendah. Dan barang-barang lainnya yang sederhana.
4. Bolehkah kita berdoa minta kaya (harta) ?
Di dalam Al Qur’an surat Al Isro’ ayat 18-20, kita
dilarang meminta harta dunia (berdo'a minta kaya). Karena belum tentu dikabulkan Alloh s.w.t. dan di
akhirot nanti pasti akan masuk ke dalam neraka.
Sebaliknya kita diperintahkan untuk meminta
akhirot karena akan dimasukkan ke dalam sorga-Nya, sedang di dunia akan mendapat
karunia-Nya sesuai dengan yang telah ditakdirkan-Nya.
KH
Zainuddin MZ menafsirkan Surat Al Isro’ ayat 18-19 secara singkat sebagai
berikut :
Bila
kita menanam rumput (dunia) pasti tidak akan tumbuh besertanya padi (akhirot).Tetapi bila kita menanam padi (akhirot)
pasti juga akan tumbuh rumput (dunia).
5. Apakah akibat (buruk) dari doa minta kaya harta ?
Yang dicontohkan dalam Al Qur-an S. At-Taubah [9]
:75-77 adalah cerita tentang seorang sohabat Nabi bernama Sa’labah, yang mula-mula
rajin beribadah tetapi miskin. Beliau memohon kepada Nabi untuk mendoakannya
agar dikaruniai Alloh s.w.t. harta kekayaan. Meskipun telah diperingatkan Nabi
s.a.w. bahwa kekayaan tidak baik baginya, tetapi dia tetap memaksa. Setelah Alloh s.w.t. mengabulkannya, ternyata harta
kekayaannya yang banyak itu telah merubahnya dari seorang mukmin menjadi seorang
munafik. Maka menjadilah dia orang yang menyesal.
6. Mengapa Nabi Muhammad s.a.w. berdoa minta miskin ?
Beliau berdoa minta miskin karena ingin masuk ke
dalam surga di mana penghuninya terbanyak adalah orang-orang yang miskin. Dengan do’a
ini beliau tidak bermaksud agar umatnya menjadi miskin, tetapi beliau menginginkan
umatnya hidup sederhana, menjalin kebersamaan, bertoleransi, tidak hanya
memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian
antara sesama.
Kita bisa membedakan antara orang kaya dengan orang yang banyak penghasilannya. Ternyata Nabi Muhammad sebagai kepala negara adalah seorang yang berpenghasilan sangat banyak yang memiskinkan diri. Karena sebagian besar penghasilan itu diberikan kepada Negara dan umat Islam yang menurut beliau lebih memerlukannya. .
Kita bisa membedakan antara orang kaya dengan orang yang banyak penghasilannya. Ternyata Nabi Muhammad sebagai kepala negara adalah seorang yang berpenghasilan sangat banyak yang memiskinkan diri. Karena sebagian besar penghasilan itu diberikan kepada Negara dan umat Islam yang menurut beliau lebih memerlukannya. .
7.
Apa hubungan do’a
minta kaya dengan pemanasan global ?
Seseorang disebut kaya bila hartanya jauh melebihi
yang dibutuhkan, sehingga sering menimbulkan akibat buruk. Orang-orang yang
kaya cenderung suka membeli barang-barang yang tidak perlu, sehingga mengurus
sumber daya alam dan terjadi pembakaran bahan bakar dari alam dan fossil yang mencemari
lingkungan.
Juga mereka suka makan makanan berlemak yang
berasal dari ternak secara berlebihan. Gas-gas yang berasal dari kotoran ternak
yang terlalu banyak sehingga tak dapat diserap oleh lingkungan ini, bersama gas
pembakaran mesin inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena rumah kaca yang
menimbulkan pemanasan global.
Cara mengatasinya tidak ada jalan lain kecuali
mengurangi konsumsi penduduk bumi dengan
cara hidup sederhana dalam belanja dan makanan. Hal ini sangat sesuai dengan
anjuran Nabi Muhammad s.a.w. yaitu mengganti doa minta kaya dengan doa minta
miskin (hidup sederhana meskipun penghasilannya banyak).
Sedangkan do’a minta “rizqi” (makanan) yang halal
dan baik dianjurkan Nabi s.a.w. Pohon-pohon tanaman justru baik bagi lingkungan
hidup. Kita tidak mungkin menumpuk makanan karena akan membusuk, sehingga harus
diberikan kepada orang lain. Kelebihan makanan kita tak mungkin kita makan
sendiri karena bisa menimbulkan penyakit
Penulis yakin bahwa makalah ini tidak sempurna. Bila para pembaca menemukan
kesalahan mohon diberitahukan kepada penulis untuk
dilakukan koreksi. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Akhirnya, wallohul muwaffiq ila aqwamittoriq.
Jember,
20 Agustus 2010
Dr. H.M.
Nasim Fauzi
JI. Gajah
Mada 118,
Tlp. (0331)
481127 Jember
Nasimfauzi.Blogspot.Com
Kepustakaan
01. Abu Fajar Alqalami, Bila Sang Shufi Mencari Harta, Penerbit Jawara Surabaya, 2000.
02. Ali Audah, Konkordansi
Qur’an, Litera AntarNusa; Mizan, Bandung, 1997.
03. Departemen Agama RI, Al
Quran dan Terjemahnya, CV Asy-Syifa, Semarang, 1999.
04. Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman
bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 5, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, 2006.
05. H. Muhammad Agus Hamid dkk., Umat Islam Wajib Kaya, Penerbit Limas,
Jakarta, 2006.
06. Imam
al-Ghazali, Ihya’Ulumiddin Jilid 1, Penerbit
Asy-Syifa’, Semarang, 2003.
07. Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam
Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Sinar
Baru Algesindo, Bandung, 2005.
08. M. Ali Chasan Umar, Rizqi & kekayaan, Penerbit CV Bahagia, Pekalongan, 1996.
09. M. Bahauddin Al-Qubbani, Miskin dan Kaya dalam Pandangan Al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta,
1999.
10. Muhammad Arlyhan, Doa-doa Membuat Kaya & Terhindar Hutang, Marwa, Yogjakarta,
2006.
11. Muhammad Syahir, Perjumpaan Dengan Iblis, Penerbit Lentera, Jakarta, 2005.
12. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ X,Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966.
13. Prof.. Dr. M. Quraish Shihab, MA. dkk,, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Lentera
Hati, Jakarta, 2007.
14.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman
Shalat, Bulan Bintang, Jakarta, 1951.
15.
Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep
Etika Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993.