Masalah Membaca
Bismillah
Di Dalam Sholat
Oleh : mutawalli
I PENDAHULUAN
1. Kebiasaan penulis
Sejak kecil penulis terbiasa membaca Bismillah sewaktu salat. Penulis
membaca Bismillah pada salat jahar (maghrib, isya' dan subuh) sama kerasnya (jahr) dengan alhamdulillah. Demikian
pula ayat-ayat selanjutnya.
Berikut ini adalah bacaan Al-Fatihah dikutip dari buku "Fiqh
Islam" :
1. Bismillahir Rahmanir Rahim.
2. Alhamdulillahi Rabbil 'Alamien.
3. Ar Rahmanir Rahim.
4. Maliki yaumiddin.
5. Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
6. Ihdinas shirathal mustaqim.
7. Shirathal ladzina an'amta 'alaihim ghairil magdhubi 'alaihim waladh
dhallin".
Di Indonesia Golongan Islam Tradisi menganut Madzhab Syafii. Maka kita
perlu mengetahui hal-ihwal Madzhab ini.
2. Madzhab Imam Syafi'i
(767 - 820 M.)
Muhammad Ibn Idris Al-Syafi'i lahir di Ghazza Palestina di tahun 767 M dan
berasal dari suku bangsa Quraisy. Setelah bapaknya meninggal dunia ia dibawa ke
Mekkah, dimana beliau belajar pada beberpa orang guru. Selanjutnya beliau
pindah ke Medinah dan belajar pada Malik Ibn Anas (pendiri Madzhab Maliki)
sampai Imam ini meninggal dunia.
Kemudian ia diberi jabatan pemerintah Yaman tetapi kemudian tertimpa fitnah
politik, sehingga beliau meninggalkan pekerjaannya. Selanjutnya beliau tinggal
di Bagdad beberapa tahun mempelajari ajaran-ajaran hukum yang ditinggalkan Abu
Hanifah (pendiri madzhab Hanafi). Dengan demikian ia kenal baik pada fikih
Malik dan fikih Abu Hanifah. Di tahun 814 M. ia pindah ke Mesir dan meninggal
dunia pada tahun 820 M.
Al-Syafi'i meninggalkan karangan kitab-kitab Al-Risalah, Al-Umm dan
Al-Mabsut.
Dalam pemikiran hukumnya Al-Syafi'i berpegang pada lima sumber,
(1) Al Qur-an,
(2) sunnah Nabi,
(3) ijma' atau konsensus,
(4) pendapat Sahabat dan
(5) qias atau analogi.
Madzhab Syafii dianut di Mesir, Syria, Kurdistan, Hijaz, sekitar Yaman,
sedikit di India, Ceylon, dan di Negara-negara Asia Tenggara.
Di pondok-pondok pesantren diajarkan fikih berdasarkan Madzhab Syafii.
Kitab-kitab yang dipakai pada tingkat pendidikan dasar dan menengah di
antaranya adalah : Sullam at-Taufiq, Safinatunnaja, Taqrib / Fath Al-Qarib,
Kifayatul Akhyar dan Fath al-Muin. Buku-buku terjemah kitab-kitab ini sudah
terdapat di toko-toko buku/kitab.
II. PERMASALAHAN
1. Keragaman kebiasaan
Antara Jahr dan Sirr
Pada tahun 1981 penulis menunaikan ibadah Hajji sebagai Dokter Kloter
Hajji. Sewaktu salat di Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi, penulis merasa heran
karena tidak mendengar Imam membaca Bismillah.
Hal ini penulis tanyakan kepada Drs. K.H. Yusuf Muhammad, LML sewaktu masih
kuliah di Madinah, dijawab bahwa Imam salat sebenarnya membaca Bismillah,
tetapi secara "Sirr" (hanya
dapat didengar oleh telinganya sendiri). Pendapat ini adalah sesuai Faham
Wahabi, yang dianut oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang sedang berkuasa
sekarang. Mereka termasuk golongan Sunni pengikut mazhab Ahmad bin Hambal versi
Ibnu Taimiyah.
Di Tanah Air sendiri pada akhir-akhir ini makin banyak Imam Salat yang
meniru pendapat Golongan Wahabi ini. Pernah di suatu Salat Jum'at di Jember
penulis tidak mendengar Imam membaca Bismillah. Begitu juga pada suatu salat
Subuh di atas kapal laut antara Makasar- Surabaya tahun 2003.
Karena di dalam makalah ini banyak disinggung Faham Wahabi maka kita harus
mengenal apa dan siapa Faham Wahabi itu.
2. Gerakan Wahabi.
Sejak tahun 1926 Kota Suci Mekah dan Madinah dikuasai oleh Keluarga Saudi
yang menganut Faham Wahabi. Gerakan ini didirikan oleh Muhammad Bin Abdulwahab
(1738-1828), lahir di Uyainah Nejid. Merupakan ajaran pemurnian yang ingin
mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad setelah mengalami
penyimpangan, terutama tauhid. Karena orientasinya adalah kembali ke masa Nabi
yang masih serba sederhana, kesederhanaan itu harus dilestarikan pula.
Keyakinan itulah yang mendorong gerakan ini menghancurkan makam-makam dan juga
buku-buku teologi. Lahirnya N.U. di Indonesia adalah merupakan lanjutan reaksi
para ulama Indonesia yang mengirim delegasi ke Saudi Arabia pada tahun 1926,
untuk membujuk Pemerintah Arab Saudi mengurungkan niat mereka meruntuhkan Makam
Nabi Muhammad s.a.w. di Masjid Nabawi Madinah.
Karangan-karangan dan ajaran-ajaran beliau, yang ternyata membawa pengaruh
besar di Dunia Islam di antaranya ialah :
1. Lam'usy Syihab fi Sirah Muhammad Bin Abdulwahab wa Mazhabih;
2. At Tauhid (pemurnian Akidah).
3. Tafsir Al-Fatihah.
4. Tafsir Asy Syahadah Wa Ma'rifatullah.
Semula penulis mengira bahwa para Imam Masjid di Mekah dan Madinah membaca
Bismillah secara Sirr. Namun, pada suatu hari penulis membaca buku karangan
K.H. Masduki Mahfudz yang menyebutkan bahwa Golongan Wahabi tidak membaca
Bismillah di dalam salat:
Golongan Wahabi yang telah memerintah Kerajaan Saudi Arabia sejak tahun
1925 telah melakukan 20 tindakan di Mekah dan Madinah, di antaranya:
19. Imam shalat tidak
membaca "Bismillah" pada permulaan Fatihah dan juga tidak membaca
qunut dalam shalat shubuh, tetapi kalau shalat tarawih 20 (dua puluh) raka'at.
Sebelum Golongan Wahabi berkuasa semua ulama dari 4 Madzhab (Hanafi,
Maliki, Syafii dan Hambali) bebas mengajar di Masjidil Haram.
Setiap salat fardu dibentuk 4 kelompok/ jamaah salat dari 4 madzhab,
masing-masing menghadap ke salah satu dari 4 sisi Ka'bah. Setelah berkuasa
mereka melarang pengajian oleh mazhab selain Wahabi di Masjidil haram, dan
semua imam madzhab empat disatukan di belakang seorang imam yang menganut faham
Wahabi dengan maksud melebur keempat madzhab tersebut ke dalam madzhab Wahabi,
sehingga tidak ada kebebasan melaksanakan salat sesuai madzhab masing-masing.
3. Pencarian kebenaran
Jawaban Gus Yus di Tanah Suci di atas tidak memuaskan penulis, maka
sesampai di Tanah Air penulis berusaha mencari penjelasan masalah ini dengan
membaca beberapa buku, di antaranya adalah Tafsir HAMKA. Di dalam Tafsir ini
dibahas masalah membaca Bismillah di dalam salat sebagai berikut:
Yang jadi perbincangan ialah, apakah Bismillah di permulaan Surat itu masuk
dalam Surat atau di luar Surat? Pembicaraan tentang ini selanjutnya telah
menjadi sebab perbincangan pula,
(1) wajibkah Imam membaca Bismillah itu dengan jahar (suara keras) pada
sembahyang yang jahar (Magrib, Isya dan Subuh),
(2) atau membaca dengan sirr (tidak dikeraskan membacanya) melainkan
Alhamdu selanjutnya saja?
(3) Atau tidak dibaca sama sekali, dan hanya langsung menjaharkan
Al-Hamdulillah ?
Pendapat (1) dijalankan
di kalangan santri di Indonesia yang menganut madzhab Syafii,
pendapat (2) dijalankan
oleh pengikut selain madzhab Syafii, yaitu Imam Hanafi, Maliki dan Hambali.
Sedang
pendapat (3) masuk di dalam pembahasan di belakang.
Di dalam tafsirnya Hamka mendahulukan pembahasan masalah ke-3 (tidak
membaca Bismillah) yang lebih berat, kemudian baru dibahas masalah Jahar dan
Sirr yang lebih ringan. Sebaliknya penulis berpendapat sebaiknya dibahas
masalah yang ringan terlebih dahulu.
Namun sebelum kita masuk ke dalam pembahasan masalah Bismillah, marilah
kita membahas masalah khilafiah terlebih dahulu.
4. Masalah Khilafiah:
Masalah Basmalah ini termasuk masalah cabang /furu' (soal-soal di luar
akidah). Ada orang yang mengatakan masalah furu' jangan dijadikan persoalan.
Penulis sependapat dengan Endang Saifuddin Anshari, bahwa semua masalah Agama
Islam - baik yang Ushul mau pun furu' - adalah penting, karenanya harus dibahas
dan dipersoalkan untuk mencari kejernihan dan kebenaran. Yang harus dicegah
adalah : masalah khilafiah dalam furu' jangan sampai dijadikan bahan
pertikaian.
Khilafiyah artinya perbedaan. Dalam arti istilah Khilafiyah ialah ikhtilaf
(perbedaan pendapat) dua/lebih golongan mengenai satu/ lebih persoalan agama.
Apabila terdapat
ikhtilaf, sebaiknya masalah tersebut dibawa ke medan musyawarah/ pertukaran
pikiran, untuk didudukkan pada proporsi yang seharusnya.
Di medan tersebut fihak-fihak yang berbeda pendapat seharusnya mempunyai
modal:
a. kejujuran dalam
mencari kebenaran (bukan mencari kemenangan); tunduk hanya kepada kebenaran
bukan kepada harga diri masing- masing;
b. sikap mental: bahwa
pendapat sendiri belum tentu benar, dan pendapat "lawan" belum tentu
salah.
III. PEMECAHAN MASALAH
1. Masalah Jahr dan Sirr
Didalam Buku Tafsirnya, Hamka membahas masalah Jahr dan Sirr ini secara
panjang lebar pada halaman 122-131 (10 halaman). Penulis mencuplik yang penulis
anggap penting sebagai berikut :
Golongan yang berpendapat bahwa hendaklah Bismillah itu di-jahar-kan dari
kalangan sahabat- sahabat Rasulullah s.a.w. ialah:
Abu Hurairah, Ibn Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair. Dan yang menjaharkan dari
kalangan Tabi'in ialah Sa'id bin Jubair, dst.
Dan begitu pula pilihan (Mazhab) Imam Asy-Syafi'i. Dan begitu pula salah
satu pendapat dari Ibnu Wahhab, salah seorang pemangku Mazhab Malik. Dan
lain-lainnya.
Yang berpendapat bahwa Bismillahi itu di Sirr-kan saja, (tidak dibaca
keras) oleh imam, dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. ialah Abu
Bakar, Umar, Utsman, (Ali bin Abi Thalib - kurung dari penulis) Ibnu Mas'ud,
Ammaar bin Yasir, Ibnu Maghal dan lain-lain. Dan dari Tabi'in, di antaranya
ialah Hasan Bashri, dst.
Mazhab Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal pun condong kepada
membacanya dengan Sirr.
Dalil-dalil golongan yang memilih (Madzhab) jahar.
Hadis 1, (Hadis fi'li). Dirawikan oleh jama'ah dari pada sahabat-sahabat, di antaranya Abu
Hurairah dan Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ali bin Abi Thalib, Samurah bin Jundab
dan isteri Rasulullah s.a.w. Ummu Salmah. Bahwasanya Rasulullah s.a.w.
men-jahar-kan membaca Bismillahir Rahmanir Rahim.
Hadis fi'li adalah hadis yang menceritakan perbuatan
Nabi Muhammad S.a.w.
Hadis 2, (bukan Hadis Nabi tetapi Atsar sahabat). Ada pula satu riwayat
dari Na'im bin Abdullah Al-Mujmar. Dia berkata: "Aku telah sembahyang di
belakang Abu Hurairah. Aku dengar dia membaca Bismillahir Rahmanir Rahim,
setelah itu dibacanya pula Ummul Qur'an. Setelah selesai sembahyang diapun,
mengucapkan salam lalu berkata kepada kami: "Sesungguhnya akulah yang
lebih mirip sembahyangku dengan sembahyang Rasulullah S.a.w."'.
Hadits ini dirawikan
oleh An-Nasai dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya. Lalu disambungnya;
"Adapun jahar Bismillahir Rahmanir Rahim itu maka sesungguhnya telah
tsabit dan sah dari Nabi s.a.w.".
Hadits ini dirawikan
pula oleh Ibnu Hibbaan dan Al-Hakim atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan berkata
Al-Baihaqi: 'Shahih isnad-nya".
Hadis 3, (Hadis fi'li). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
Nabi senantiasa memulai sembahyangnya dengan men-jahar-kan Bismillah. (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim).
Adapun yang me-NAFI-kan Jahar dan yang memandang lebih baik SIRR saja,
mereka berpegang pula kepada Hadits:
Hadis 4, (Bukan Hadis Nabi
tetapi Hadis sahabat). "Dari pada Ibnu Abdullah bin Maghfal: "Aku
dengar ayahku berkata; padahal aku membaca Bismillahir Rahmanir Rahim. Kata
ayahku: "Hai anakku. Sekali-kali jangan engkau mengada-ada. Dan kata Ibnu
Abdullah tentang ayahnya itu: "Tidak ada aku melihat sahabat-sahabat
Rasulullah s.a.w. dan bersama Abubakar, bersama Umar dan bersama Utsman, maka
tidaklah pernah aku mendengar seorangpun di antara mereka membaca. Sebab itu
janganlah engkau baca akan dia. Kalau engkau membaca, maka baca sajalah
Alhamdulillahi Rabbil Alamin". (Dirawikan
oleh yang berlima, kecuali Abu Daud). Hadits ini di Hasankan oleh
At-Turmudzi.
Definisi Hadis Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah : "Hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hapalannya, bersambung
sanadnya, tidak mengandung cacat, dan tidak janggal."
Kemudian Hamka menguraikan kelemahan Hadis ini sebagai berikut:
Hadits inipun diperkajikan orang karena Al-Jariri merawikannya seorang
diri, dan setelah tua, fikirannya kacau, sebab itu Hadits yang dirawikannya
diragukan. Kemudian Abdullah bin Maghfal, yang jadi sumber pertama Hadits ini.
Setengah ahli Hadits mengatakan bahwa dia itu Majhul (seorang yang tidak
dikenal).
Kontroversi Hadis Anas bin Malik r.a.
Anas bin Malik r.a. adalah pelayan Nabi Muhammad s.a.w. selama 10 tahun dan
juga sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan Hadis. Beliau meriwayatkan masalah
Bismillah ini di 2 Hadis yang saling bertentangan
(1) Hadis Anas r.a. yang men-jahar-kan :
Hadis 5, (Hadis fi'li). "Ditanyakan orang kepada Anas,
bagaimanakah bacaan Nabi s.a.w. maka diapun menjawab: "Bacaan Nabi adalah
panjang". Kemudian beliau baca Bismillahir Rahmanir Rahim; dipanjangkannya
pada Bismillah dan dipanjangkannya pula pada Ar-Rahman, dan Ar-Rahim" (Dirawikan oleh Bukhari).
Menurut pendapat yang menjahar : tidak mungkin Anas berkata sejelas itu
kalau tidak didengarnya.
(2) Hadis Anas r.a. yang men-sirr-kan.
Hadis 6, (Hadis fi'li). "Dari pada Anas bin Malik, berkata dia: "Aku telah sembahyang
bersama Rasululah s.a.w., Abubakar, Umar dan Utsman, maka tidaklah saya
mendengar seorangpun dari pada mereka yang membaca Bismillahir Rahmanir
Rahim". (Dirawikan oleh Ahmad dan
Muslim).
Karena kontroversi ini maka ditanyakan kepada Anas r.a. diwaktu beliau
sudah tua sebagai berikut:
Hadis 7, (Bukan Hadis Nabi
tetapi Hadis Sahabat). Hadits yang dirawikan oleh Ad-Daruquthni dari Abi
Salmah, demikian bunyinya. "Aku telah tanyakan kepada Anas bin Malik,
apakah ada Rasulullah s.a.w. membuka sembahyang dengan Alhamdulillah, atau
dengan Bismillahi Rahmanir Rahim? Beliau menjawab: "Engkau telah
menanyakan kepadaku satu soal yang aku tidak ingat lagi, dan belum pernah orang
lain menanyakan soal itu kepadaku sebelum engkau". Lalu saya tanyakan
pula: "Apakah ada Rasulullah s.a.w. sembahyang dengan memakai sepasang
terompah; Beliau jawab: "Memang ada!".
Setelah membahasnya secara panjang lebar (10 halaman), Hamka
menyimpulkan:
(1) Kedua pihak yang men-jahar-kan dan men-sirr-kan tidak membawa Hadis
qauli (dimana Nabi Muhammad s.a.w. menyuruh membaca atau tidak membaca
Bismillah) melainkan hanya Hadis fi'li (menyaksikan Nabi Muhammad s.a.w.
dan/atau sahabat membaca/tidak membaca Bismillah), atau bukan Hadis Nabi
melainkan Hadis Sahabat saja.
(2) Karena Hadis Anas bin Malik r.a. adalah Hadis Sahih yang kontroversi
maka dipakai Qaidah Ushul Fiqh dan Ilmu Hadits bahwa : "Yang menetapkan
lebih didahulukan dari pada yang menidak-kan".
(3) Maka sandaran pihak yang men-sirr-kan tinggal Hadis Sahabat saja (Hadis
nomor 7).
Akhirnya Hamka menganggap bahwa yang dalilnya lebih kuat adalah
dari pihak yang men- j-a-h-a-r-kan Bismillah.
Namun demikian, karena kebenaran ijtihad itu hanya bersifat
kemungkinan/relatif, Hamka tidak menghendaki sikap menang sendiri, serta
tindakan satu fihak menuduh fihak lainnya Bid'ah. (Bid'ah adalah mengada-adakan
sesuatu dalam agama yang tidak ada keterangannya dalam Al-Qur'an dan Sunnah).
Setelah kita membicarakan golongan
(1) wajibkah Imam membaca Bismillah itu dengan jahar (suara keras) pada
sembahyang yang jahar (Magrib, Isya dan Subuh), golongan
(2) membaca dengan sirr (tidak dikeraskan membacanya) melainkan Alhamdu
selanjutnya saja, maka mari kita bicarakan golongan
(3) yang tidak membaca Bismillah.
2. Masalah tidak membaca
Bismillah di dalam Salat
Tidak membaca Bismillah di Awal Surat Al-Fatihah dan di 112 Surat lainnya
dari Al-Qur'an berarti, bahwa Bismillah di awal surat tadi tidak diakui sebagai
bagian dari Al-Qur'an, melainkan hanya sebagai pembatas surat belaka.
a. Hubungan dengan nomor 4
Sebenarnya dengan mengakui kuatnya dalil yang men-jahar-kan Bismillah berarti kita telah mengakui Bismillah sebagai bagian dari Surat Al-Fatihah.
b. Bismillah sebagai
pemisah antar Surat
Dengan logika sederhana kita bisa bertanya : Kita mungkin bisa menerima
alasan bahwa Surat pertama (Al-Fatihah) dibatasi dengan Bismillah terhadap
Surat berikutnya (Al-Baqarah). Maka Bismillah pada awal surat pertama (Al-Fatihah)
ini sebagai pembatas/ pemisah dengan Surat mana ? Dan mengapa Surat ke 8 (At-Anfal) tidak dibatasi Bismillah dengan Surat
berikutnya (Surat At-Taubah atau Baraah) ?
(Mengapa Surat ke-9 tidak didahului
Bismillah, jawabannya ada di keajaiban angka 19 nanti)
c. Riwayat turunnya
Surat Al-Fatihah.
Penulis kutipkan riwayat turunnya dari Tafsir Hamka sebagai berikut:
Al-Fatihah termasuk Surat yang mula-mula turun. Meskipun Iqra' sebagai lima
ayat permulaan dari Surat Al-'Alaq yang terlebih dahulu turun, kemudian pangkal
Surat Ya Ayyuhal Muddatstsir, kemudian pangkal Surat Ya Ayyuhal Muzammil, namun
turunnya ayat-ayat itu terpotong-potong. Tidak satu Surat lengkap. Maka Al-Fatihah
sebagai Surat yang terdiri dari tujuh ayat, ialah Surat lengkap yang mula-mula
sekali turun di Mekkah.
Hadis 8, (Hadis Qauli). Menurut suatu riwayat dari Abi Syaibah,
Abu Na'im, Al-Baihaqi, Ats- Tsa'alabi dan Al-Wahidi dari Hadits Amer bin Syurahubail,
bahwa setelah Rasulullah s.a.w. mengeluhkan pengalamannya di dalam gua Hira
waktu menerima wahyu pertama kepada Khadijah, lalu beliau dibawa oleh Khadijah
kepada Waraqah (paman Khatijah, seorang Pendeta Nasrani) dst. Selanjutnya
Rasulullah s.a.w. berkata: "Maka datang lagi dia dan terdengar lagi suara
itu: "Ya Muhammad! Katakanlah: Bismillahir Rahmanir Rahim, Alhamdulillahi
Rabbil Alamin, hingga sampai kepada Waladh-Dhaalin". Demikian Hadits itu.
d. Turunnya Surat
Al-Kautsar.
Hadis 8, (Hadis Qauli). Tersebut dalam Kitab Hadits Muslim : "Dari Sahabat Anas bin Malik
beliau berkata: Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. di hadapan kami, tiba-tiba
beliau seperti mengantuk dan sesudah ilu terbangun tersenyum. Kami bertanya,
kenapakah tuan tersenyum? Nabi menjawab: "Telah diturunkan kepadaku sebuah
surat baru-baru ini". Beliau membaca surat al Kautsar, pakai
Bismillah" (Sarah Mualim Juzu' 4,
pagina 112).
e. Janji Allah S.w.t.
untuk memelihara Al-Qur'an
Bila Bismillah tidak diakui sebagai bagian dari Surat Al-Fatihah dan juga
bukan bagian dari 112 Surat berikutnya (kecuali Surat At-Taubah) tentulah ada
sebagian dari Al-Qur'an yang hilang yaitu 113 ayat-ayat Basmalah. Maka kita
teringat akan janji Allah s.w.t. untuk menjaga Al-Qur'an dari kemungkinan buruk
ini di dalam surat Al-Hijr 15:9:
"Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya".
Ternyata para ahli telah menemukan janji Allah ini pada kunci angka 7 dan
19.
f. K u n c i - a n g k a
- 7
Tuhan berfirman dalam Al Quran begini:
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami
telah berikan kepadamu (Hai Muhamad) tujuh yang berulang-ulang dan Quran yang
Besar," (QS. Al Hijr [15] :87).
Yang dimaksud dengan tujuh yang berulang-ulang (Sab'an min'al matsaani) di
dalam tafsir Hamka ada di dalam Hadis berikut ini:
Hadis 10, (Hadis Qauli). Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah s.aw. bersabda: "Dia adalah ibu
Al-Qur'an, dan dia adalah Fatihatul Kitab dan dia adalah tujuh yang diulang-ulang".
Jelas dalam hadis ini bahwa Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Maka Surat
Al-Fatihah di dalam Mus-haf Al-Qur'an yang dicetak di Indonesia terbagi atas 7
ayat sesuai bunyi Hadis ini (lihat susunan Al-Fatihah pada awal makalah ini).
Akan tetapi Surat Al-Fatihah di dalam Mus-haf Al-Qur'an yang dicetak di Arab
Saudi dan Pakistan hanya tersusun atas 6 ayat :
1. Alhamdulillahi Rabbil 'Alamien.
2. Ar Rahmanir Rahim.
3. Maliki yaumiddin.
4. Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
5. Ihdinas shirathal mustaqim.
6. Shiratha ladzina an'amta 'alaihim ghairil magdhubi 'alaihim waladh
dhallin".
Sedangkan Surat Al-Fatihah di dalam Mus-haf Al-Qur'an yang dicetak di Turki
terdiri atas 7 ayat dengan susunan yang tak lazim :
1. Alhamdulillahi Rabbil 'Alamien.
2. Ar Rahmanir Rahim.
3. Maliki yaumiddin.
4. Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
5. Ihdinas shirathal mustaqim.
6. Shiratha ladzina an'amta 'alaihim.
7. Ghairil magdhubi 'alaihim waladh dhallin".
Terbukti nyata dengan tidak diakuinya Bismillah sebagai ayat pertama akan
terjadi salah hitungan/ susunan ayat.
f. K u n c i / r a h a s
i a - a n g k a - 19
Bahwa Bismillah adalah bagian dari Surat Al-Fatihah, demikian juga
Bismillah di 112 Surat-surat berikutnya dapat dibuktikan dengan kunci angka 19
seperti yang penulis kutip dari Tafsir Al-Qur'an karangan M. Quraish Shihab
sebagai berikut:
Rasyad Khalifah seorang warga Amerika keturunan Pakistan yang menganalisa
Al-Qur'an dengan komputer (w. 1990 M) menemukan bahwa sngka 19 mempunyai
rahasia yang berkaitan dengan Alquran, termasuk dengan basmalah itu sendiri. Di
dalam Alquran, kata ism, Allah, Ar-Rahman dan Ar-Rahim mempunyai jumlah yang
dapat dibagi habis oleh angka 19 itu. Ism 19 kali, Allah 2698 kali (2698 :19 =
142), Ar-Rahman 57 kali (57 :19 = 3) dan Ar-Rahim 114 kali (114 :19 = 6).
Bismillahir-rahmanir-rahim adalah pangkalan tempat Muslim bertolak, yang
mempunyai 19 huruf. Demikian pula dengan ucapan hauqalah: La haula wa la
quwwata illa billah ("Tiada daya [untuk memperoleh manfaat] dan upaya
[untuk menolak kesukaran] kecuali dengan [bantuan] Allah") pun mempunyai
19 huruf. Dengan demikian permulaan dan akhir usaha setiap Muslim berkisar pada
bantuan, kehendak dan kekuasaan Allah SWT.
Dalam surah Al-Muddatstsir ayat 30 dinyatakan bahwa penjaga neraka
berjumlah 19 malaikat.
Basmalah dan hauqalah yang masing-masing mempunyai 19 huruf itu dapat menjadi perisai bagi seseorang dan
ancaman para penjaga neraka itu, apabila ia benar-benar menghayati dan
mengamalkan isi kandungan dari masing-masing kalimat tersebut.
Penulis mengutip lagi Tafsir Hamka :
Semuanya tidak ada selisih bahwa "Bismillahir Rahmanir Rahim" itu
memang ada tertulis di dalam Surat ke 27 (An-Naml 27:30), yaitu ketika Maharani
Bulqis Raja perempuan dari negeri Saba menerangkan kepada orang-orang besar
kerajaannya, bahwa dia menerima sepucuk surat dari Nabi Sulaiman yang ditulis
"Dengan nama Allah Yang Maha Murah, Maha Penyayang".
Di dalam Tafsir Quraisy Shihab penulis tidak membaca Rasyad Khalifah
menghitung Bismillah pada awal tiap-tiap Surat selain Surat At-Taubah.
Maka penulis
menambahkan: Bila semua surat di dalam Mushaf Al-Qur'an (termasuk At-Taubah)
diawali dengan Bismillah, dan tidak dianggap sebagai pembatas melainkan
termasuk bagian dari surat masing-masing, maka jumlah semua Basmalah adalah =
114 + 1 (yang berada di Surat An-Naml tadi) = 115 (yang tidak dapat dibagi
habis dengan angka 19). Agar jumlah ayat-ayat Basmalah di dalam Mushaf Al-Qur'an
tetap dapat dibagi habis dengan angka 19, maka salah satu Basmalah di awal
Surat tidak perlu ditulis, yaitu pada awal Surat At-Taubah, sehingga jumlah
ayat-ayat Basmalah di dalam Mushaf Al-Qur'an tetap 114 (yang dapat dibagi habis
dengan angka 19 !)
Inilah rahasia tidak ditulisnya Basmalah di awal Surat At-Taubah yang belum
terkuak selama berabad-abad !
Angka 19 juga istimewa karena termasuk angka prima (hanya dapat dibagi
habis oleh dirinya sendiri) yang terdiri dari angka terkecil (1) dan terbesar
(9) dari sistem desimal.
IV. KESIMPULAN
1. Berdasarkan
Hadis-hadis Sahih Qouli, serta digunakannya kunci angka 7 dan 19, telah
membuktikan bahwa Ayat Basmalah adalah merupakan ayat pertama dari Surat Al-
Fatihah serta Surat-surat lainnya di dalam Mushaf Al-Qur'an kecuali dalam Surat
At- Taubah/Baraah, sehingga harus dibaca di dalam atau di luar Salat.
2. Imam Salat harus
membaca Bismillah pada awal Surat Al-Fatihah dengan jahar (suara keras) pada
sembahyang yang jahar (Magrib, Isya dan Subuh) karena dalil-dalil yang
mendukungnya lebih kuat daripada dalil yang menyokong membaca Bismillah pada
awal Surat Al-Fatihah dalam salat dengan sirr.
3. Kita sangat
menghormati pendapat para Khulaffa'ur-Rasyidin (Abu Bakar, Umar dan Usman) yang
berpendapat bahwa membaca Bismillah pada awal Surat Al-Fatihah dalam salat
harus dibaca dengan Sirr (pelan).
4. Permasalahan yang timbul dengan disetujuinya pendapat ini adalah :
- Karena Bismillah
adalah termasuk bagian dari Surat Al-Fatihah
- Maka seorang Imam
Salat yang tidak membaca Bismillah pada awal Surat Al- Fatihah menjadikan
Bacaan Surat Al- Fatihahnya tidak sempurna.
- Timbul pertanyaan:
Sahkah Salat kita yang bermakmum pada Imam yang tidak membaca Bismillah ?
V. SARAN-SARAN
1. Masalah Salat
a. Kita harus selalu
memilih Imam Salat yang membaca Bismillah.
b. Di dalam masjid yang
kita kelola sendiri kita harus memilih Imam Salat yang membaca Bismillah di
dalam Salat secara jahar (keras) pada salat-salat jahar.
c. Sewaktu salat di
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi kita bisa menganggap bahwa Imam salat membaca
Bismillah secara sirr, kecuali kalau terbukti lain.
d. Bila pada nomor 3
terbukti Imam tidak membaca Bismillah, mungkinkah kita mengusulkan kepada
penguasa kedua Masjid tersebut Imam tambahan yang membaca Bismillah di belakang
Imam yang tidak membaca Bismillah ?
Sahkah salat dengan
susunan Imam demikian ?
e. Atau membentuk
Jamaa'ah sendiri setelah Salat Imam Masjid selesai.
2. Masalah Mushaf
Al-Qur'an
a. Mushaf Al-Qur'an yang
diakui oleh Pemerintah RI telah diberi nomor 1 pada Bismillah dalam Surat
Al-Fatihah sehingga surat ini terdiri dari 7 ayat.
b. Tetapi ayat-ayat
Bismillah pada surat-surat lainnya tidak diberi nomor, berarti tidak termasuk
ayat Al-Qur'an, melainkan hanya sebagai pembatas saja.
c. Padahal terbukti
dalam uraian tadi bahwa ayat-ayat Bismillah juga termasuk bagian dari
Al-Qur'an.
d. Kalau kita yakin
terhadap sahnya pendirian ini, apa kita tidak sebaiknya mengusulkan untuk
memberi nomor 1 pada semua Bismilah yang berada di awal Surat-surat selain
Al-Fatihah ?
Wallahu a'lam bissawab.
Jember, 29 Oktober 2003
Dr. H.M Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tlp. (0331)481127 Jember
Kepustakaan
1. Dr. Rasad Khalifah
Ph.D., Penemuan Ilmiah Tentang Kandungan
Al Quran, Penerjemah Achmad Rais, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1984.
2. Endang Saifuddin
Anshari, Wawasan Islam, Pustaka,
Bandung, 1983 halaman 62.
3. H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Jayamurni, Jakarta, 1962,
halaman. 88.
4. K.H. Drs. A. Masduqi
M., Konsep Dasar Pengertian Ahlus Sunnah
wal Jama'ah, "Al-Miftah", Surabaya, th. 1996. Halaman 101-102.
5. M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, Pustaka
Hidayah, Bandung, 1997.