SEJARAH PESANTREN NURUL HILAL TANJUNG ATAP
Ky. H. Marwah Mahdhor Tanjung Atap
Sejarah Madrasah Ibtidaiyah Siyasyah Alamiyah “Al-Ishakiya” Sakatiga, madrasah Ibtidaiyah Siyasyah Alamiyah “Nurul Hilal” Tanjung Atap dan Pondok Pesantren “Al-Ittifaqiah” Indralaya
Oleh Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I
a. Periode 1918-1922
Ky.H. Ishak Bahsin, Ulama besar lulusan al-Azhar Mesir, pada periode ini mulai melaksanakan
pengajaran ilmu-ilmu keislaman di rumah beliau di Sakatiga Kecamatan
Indralaya dengan menggunakan kitab-kitab kuning yang beliau pelajari di
al-Azhar, Kairo, Mesir. Sistem yang digunakan masih bersifat tradisional, non klasikal, non madrasah. Periode
ini merupakan embrio dari madrasah formal yang beliau dirikan pada
tahun 1922.Beliau mempunyai anak angkat bernama Ky.H.Marwah yang
mengikuti jejak beliau yang juga lulusan Al-Azhar Kairo Mesir, sepulang
dari Mesir Ky.H.Marwah ikut mengajar di perguruan yang didirikan
Ky.H.Ishak Bahsin
b. Periode 1922-1942
Setelah
4 tahun melaksanakan program pendidikan tradisional, maka pada tahun
1922 K.H. Ishak Bahsin mendirikan dan memimpin Madrasah Ibtidaiyah
Siyasiyah Alamiyah "Al-Ishakiyah" di Sakatiga, sebuah madrasah formal dengan masa
belajar 8 tahun. Selama 10 tahun madrasah ini melaksanakan program
pendidikannya di bawah rumah penduduk. Jumlah muridnya lebih kurang 100
orang, K.H. Ishak Bahsin sendiri bertindak sebagai pimpinan dan guru,
dibantu oleh beberapa orang guru bantu.
Pada
tahun 1932 dibangun gedung madrasah dengan ruang belajar berjumlah 5
lokal. K.H. Ishak Bahsin tetap memimpin madrasah ini dibantu oleh 7
orang guru berpengaruh di zaman itu, yaitu K.H. Bahsin Ishak, K.H.
Marwah yang kemudian menjadi menantu K.H Ishak Bahsin yang menikah
dengan Hj.Nafisah Binti KH Ishak bahsin adik kandung KH.Bahsin Ishak,
K.H. Bahri Pandak,
K.H. Ahmad Qori Nuri, K.H. Abdullah Kenalin, K. Muhammad Rosyad Abdul
Rozak dan K. Abdul Rohim Mandung. K.H. Ishak Bahsin wafat tahun 1936.
Kepemimpinan madrasah itu dilanjutkan oleh anak beliau K.H. Bahsin
Ishak. Pada tahun 1942, saat madrasah ini memiliki 300 santri, gedung madrasah dibakar orang tak dikenal.
c. Periode 1922-1966
Pada
Tahun 1922 Ky. H.Marwah Anak dari KH Mahdhor Tanjung Atap menantu Ky.
H.Ishak Bahsin minta restu mendirikan Pondok Pesantren di Desa Tanjung
Atap kecamatan Tanjung Batu dengan nama Pondok Pesantren Ibtidaiyah
Siyasiyah Alamiyah "Nurul Hilal" dan berkembang pesat mulai dari
zaman Belanda sampai ke Zaman Jepang Murid beliau berdatangan dari
lampung, jambi, bengkulu dan bangka Belitung berkembang sampai lebih
kurang 500 orang santri dan santriwan dan mencapai kejayaan pada masa
awal kemerdekaan Pada tahun 1966 di mana pada zaman Komunisme berkembang
Pesantren ini mengalami pasang surut sehingga KH.Marwah mengalamai
sakit dan anak anak mereka sebelum meninggal beliau ungsikan ke
palembang bersekolah terus beliau ungsikan ke jakarta dan dititipkan
pada ketua partai Syarikat Islam Indonesia Pusat di Jakarta waktu itu
maka kepemimpinan pondok pesantren diserahkan ke Ky/H marwah ke
Ky.H..Abdullah Bapak Kandung Mukhtar Abdullah Tanjung Atap Pada Tahun
1966 di Tanjung Atap guna meneruskan pesantren tersebut
d. Periode 1932-1966
Khusus Di Sakatiga Waktu itu Tahun 1949, atas prakarsa K.H. Ahmad Qori Nuri dengan mengajak K.H.
Ismail Mahidin, H. Yahya Mahidin dan para anggota Partai Syarikat Islam
Indonesia Sakatiga, gedung madrasah yang sudah terbakar dibangun
kembali.
Pada
tanggal 31 Agustus 1950 dengan modal 70 orang murid dimulai kegiatan
belajar madrasah dengan nama baru Sekolah Menengah Islam (SMI) Sakatiga,
dipimpin oleh K.H. Ismail Mahidin. Pada saat ini guru-guru yang
mengajar adalah K.H. Ismail Mahidin, K.H. Ahmad Qori Nuri, K.H. Nawawi
Bahri, K.H. Ahmad Mansur, K. Ilyas Ishaq dan K.H. Subki Syakroni.
Sekolah
Menengah Islam ini memiliki tiga tingkatan pendidikan, tingkat
Ibtidaiyah (setara Tsanawiyah sekarang) dengan masa belajar 4 tahun dan
tingkat Tsanawiyah (setara Aliyah sekarang) dengan masa belajar 3 tahun.
Tahun 1954, saat santri berjumlah 250 orang, K.H. Ismail Mahidin
berpulang ke rahmatullah. Pimpinan SMI diamanatkan kepada K.H. Ahmad
Qori Nuri.
Dalam
upaya mengembangkan madrasah ini, K.H. Ahmad Qori Nuri menambah 3 lokal
ruang belajar sehingga seluruhnya menjadi 8 lokal, dan menambah tenaga
guru baik untuk mata pelajaran agama maupun umum, yaitu K.H. Zainudin, K.H
Kholil Hajib, K.H. Bayumi Yahya. K. Moh. Ali Hasyim (guru agama),
Tho’ifi Bahri, Sukarno, Faruq, Swasto, dan Masri Asmawi (guru umum).
Sampai tahun 1962 murid SMI berjumlah 400 orang.
e. Periode 1962-1967
Pada
awal periode ini, tahun 1962, nama SMI diubah menjadi Madrasah Menengah
Atas (MMA) Sakatiga, karena menyesuaikan dengan peraturan Departemen
Agama waktu itu. Tingkatan pendidikannya terdiri dari tingkat Tsanawiyah
(setara SMP) dengan masa belajar 4 tahun dan tingkat Aliah (setara SMA)
dengan masa belajar 3 tahun.
Pada
era ini, K.H. Ahmad Qori Nuri selaku pimpinan, melakukan modernisasi
kurikulum, terutama untuk mata pelajaran umum, sesuai perkembangan zaman
itu. Mata pelajaran umum untuk tingkat Tsanawiah disesuaikan dengan
tingkat SLTP, sedang untuk Aliah disesuaikan dengan SLTA.
Seiring
dengan bertambahnya jumlah murid, maka K.H. Ahmad Qori Nuri menambah 3
ruang belajar lagi sehingga menjadi 11 lokal dan menambah tenaga guru
hingga seluruhnya berjumlah 17 orang yang terdiri dari guru agama 13
orang dan guru umum 4 orang. Guru-guru agama ialah K.H. Ahmad Qori
Nuri, K.H. Zainuddin, K.H. Kholil Hajib, K.H. Bayumi Yahya, K. Moh. Ali
Hasyim, K.M. Amin Nuri, K.H.A. Hamid Nuri, K. Buhairi Nuri, K.
Fuad Hasyim, K.H. Marzuki, K.A. Wahab Hanan, K.Abd. Gani Mukhtar, K.H.
Abdullah Yahya. Guru-guru umum ialah Ida Makmur, Ahmad Lutfi, A. Aziz
Manan dan Asmuni.
Dalam
era ini, MMA mengalami kemajuan pesat sesuai zamannya. Jumlah santri
mencapai 527 orang, yang berdatangan tidak hanya dari Sumatera Selatan
tetapi juga dari propinsi-propinsi lain. Sakatiga demikian harum dan
terkenal berkat keberadaan dan prestasi MMA ini, sehingga karenanya
Sakatiga digelari sebagai Mekah Kecil.
f. Periode 1967-1976
Tahun
1967 muncul ide beberapa guru MMA Sakatiga untuk menjadikannya Madrasah
Negeri dan menyerahkannya kepada pemerintah. K.H. Ahmad Qori Nuri dan
murid-murid K.H. Ishak Bahsin di Indralaya seperti H. Ahmad Rifa’i bin
H. Hasyim, H. Nurhasyim Syahri, H. Hasanuddin Bahsin, (waktu itu sebagai
Kerio/Kepala Desa Indralaya) dan Hajiro Burhan memandang bahwa MMA
Sakatiga pada hakikatnya lanjutan usaha jihad K.H. Ishak Bahsin, yang
jika dinegerikan dan diserahkan kepada pemerintah akan kehilangan
nilai-nilai sejarahnya.
Untuk
memelihara nilai-nilai sejarah dan keberkahan K.H. Ishak Bahsin, maka
murid-murid beliau tersebut dengan dukungan penuh pengusaha-pengusaha
dan tokoh-tokoh masyarakat Indralaya H. Yahya Gani, H. Ahmad Romli bin
H. Hasyim, Syukri bin H. Hasyim, K. Azro’i Muhyiddin, Ilyas Ishak, H.
Ahmad Rozak, M. Rodi, Ahmad Luthfi bin H. Hasanuddin, M. Syahri dan
lain-lain, mereka sepakat memindahkan MMA Sakatiga ke Indralaya dan
meminta K.H. Ahmad Qori Nuri untuk memimpin madrasah. K.H. Ahmad Qori
Nuri menyepakati permintaan ini dan mengajak adik-adiknya K.H.Abdul
Hamid Nuri, K. Buhairi Nuri, K. Azhari Nuri dan K.H. Amin Nuri untuk mengajar.
Pada
10 juli 1967 resmi berdiri MMA al-Ittifaqiah di Indralaya, dan mendapat
surat izin / persetujuan Inspeksi Pendidikan Agama Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi Sumatera Selatan tanggal 28 juli 1967 No.
1796/AI/UM/F/1967. Sedang MMA Sakatiga berubah status menjadi MAAIN
(sekarang MAN Sakatiga) dan MTsAIN (sekarang MTsN Sakatiga).
MMA
Al-Ittifaqiah Indralaya ini memiliki dua tingkatan; Tsanawiyah (setara
SMP) masa belajar 4 tahun dan Aliyah (setara SMA) masa belajar 3 tahun.
Sejak awal berdiri telah memiliki 80 orang santri. Tempat belajar pada
waktu itu menumpang gedung Madrasah Ittifaqiah Islamiah (MII) Indralaya
yang terletak di dekat masjid KUBRO Indralaya. MII ini sudah berdiri 1
tahun sebelumnya. MII saat itu setingkat Ibtidaiah dengan masa belajar 4
tahun.
Adalah H. Ahmad Rifa’i bin H. Hasyim mewakafkan tanah seluas 80 x 50 m2 (4000 m2). Tanah wakaf ini adalah cikal bakal dari kampus A yang menjadi pusat kegiatan pondok pesantren al-Ittifaqiah pada saat ini.
Pada
awal 1968 dibangun gedung belajar semi permanen 3 lokal. Tetapi belum
lama dipakai, pada akhir tahun 1968 gedung ini roboh ditiup angin puting
beliung. Awal tahun 1969, di atas reruntuhan gedung lama dibangun pula
gedung belajar semi permanen berbentuk L dan mulai digunakan awal tahun
1970.
Tahun
1969 didirikan Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah dengan Akte
Notaris Aminus Palembang nomor 2 Januari 1969. Pengurus yayasan ini
terdiri dari : Penasehat (Hajiro Burhan dan Ahmad bin Abdul Rozak),
Ketua (H. Hasanuddin Bahsin), Wakil Ketua (K.H. Ahmad Qori Nuri),
Sekretaris (Ilyas Ishak), Bendahara (H. Ahmad Rifa’i bin H. Hasyim),
Anggota (Nur Hasyim bin Syahri, M. Rodi bin H. Abdul Halim, dan H.M.
Romli bin H. Hasyim). Yayasan ini memayungi MMA
Al-Ittifaqiah dan MII. Dengan demikian Yayasan Perguruan Islam
Al-Ittifaqiah mempunyai 3 tingkatan pendidikan, yaitu tingkat Aliah
(setara SLTA), tingkat Tsanawiah (setara SLTP) dan tingkat Ibtidaiah.
Karena masih mengacu pada al Azhar Mesir, maka saat itu tingkat Aliah
masa belajarnya 3 tahun, Tsanawiah 4 tahun dan Ibtidaiah 4 tahun.
g. Periode 1976-1998
K.H.
Ahmad Qori Nuri sebagai pimpinan MMA Al-Ittifaqiah Indralaya dikenal
sebagai sosok ulama yang mempunyai integritas tinggi dan konsisten,
tetapi juga berpikiran modern dan berwawasan luas. Dalam diri beliau
berpadu antara konsistensi terhadap tradisi salaf dan pemikiran kholaf
sekaligus.
Ketika
pemerintah menawarkan MMA sebagai madrasah murni dengan kewajiban untuk
memakai kurikulum madrasah Departemen Agama secara penuh dengan
meninggalkan kitab-kitab kuning (al kutub al turotsiah) maka beliau
menolaknya. Beliau memilih tipe/model pendidikan Pondok Pesantren,
tetapi dengan sistem madrasah yang tetap mempertahankan tradisi salaf
dengan kitab kuning sebagai ciri khasnya.
Maka
pada tanggal 11 Maret 1976 MMA Al-Ittifaqiah berubah status menjadi
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah dan dilaporkan oleh yayasan kepada
Departemen Agama RI dengan surat nomor 504/YPI-3/76 tanggal 11 maret
1976. Pada tahun ini, tingkat Tsanawiah yang semula 4 tahun disesuaikan
menjdai 3 tahun. MII yang semula langsung dibawah yayasan dengan
struktur kepengurusan terpisah dari MMA, diubah menjadi bagian dari
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah. Dengan demikian jenjang pendidikan dalam
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah pada waktu itu adalah Madrasah Aliah 3
tahun, Madrasah Tsanawiah 3 tahun dan Madrasah Ibtidaiah masih 4
tahun.
Status
sebagai Pondok Pesantren memang telah terpenuhi yaitu adanya asrama
santri (di belakang gedung madrasah), musholla (masjid) dan Kyai, bahkan
program-program kepesantrenan memang sudah lama dilaksanakan. Tetapi
memang pada tahun ini santri yang mukim masih sekitar 10% sedang 90%
masih menyewa di rumah-rumah masyarakat atau asrama-asrama yang dibuat
oleh masyarakat.
Dengan
penuh kegigihan dan keikhlasan, K.H. Ahmad Qori Nuri terus berjuang
menyiapkan prasarana untuk menampung santri yang berdatangan dari
berbagai kabupaten di Sumatera Selatan dan luar propinsi Sumatera
Selatan.
Pada
hari Senin, 11 April 1996 K.H. Ahmad Qori Nuri wafat dalam usia 85
tahun. Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah berhasil mengasramakan seluruh
santri yang berasal dari luar kecamatan Indralaya yang mencapai angka
80% dari jumlah santri keseluruhan lebih kurang 700 orang. Lahan
pesantren pun meningkat dari semula 4000 m2 menjadi 33.330 m2. Gedung asrama, gedung belajar, dan kantor pun bertambah cukup signifikan.
Ba’da
wafat K.H. Ahmad Qori Nuri 11 April 1996 itu, kepemimpinan pondok ini
dijalankan oleh Wakil Mudir Drs. K.H. Mudrik Qori. Dari Agustus 1997
sampai dengan Mei 1998 K. Muslih Qori menjadi Mudir pondok ini.
Pada
tahun 1997 Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah yang pada waktu itu
dipimpin Drs. K.H.M. Moerjied Qorie melakukan perubahan nama menjadi
Yayasan Islam Al-Ittifaqiah (YALQI) dan menguatkan organisasinya dengan
menyempurnakan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Pedoman Umum Yayasan dan peraturan-peraturan lainnya.
h. Periode 1998-sekarang
Bulan
Juni 1998 yayasan mengangkat dan memberikan amanat kepada Drs. K.H.
Mudrik Qori, MA sebagai Mudir Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah. Sebagai
pemegang amanat, Drs. K.H. Mudrik Qori, MA secara serius melakukan
penguatan SDM, organisasi, manajemen, jaringan, pendanaan, sarana
prasarana dan program pendidikan dalam upaya semakin meningkatkan
kemajuan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah.
Alhamdulillah,
dengan dukungan penuh Wakil Mudir Ustadz Mubarok Hanura, SH, para
pengurus, karyawan, guru, wali santri, alumni, masyarakat, dan
pemerintah, beliau dapat menghantarkan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
sebagai Pesantren yang dipercaya, maju dan berprestasi.
Pada
era ini, setiap tahun banyak santri yang mendapat bea siswa luar negeri
(Mesir, Sudan, Yaman dan Syiria). Prestasi santri dan binaan pondok ini
pada MTQ/STQ baik di tingkat lokal kabupaten, regional Sumatera
Selatan, maupun nasional dan internasional semakin signifikan. Prestasi
seni dan olahraga santri juga menggaung secara nasional dalam Pekan
Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Nasional (POSPENAS). Bahkan
pada tahun 1999 Departemen Agama memberikan pengakuan kepada Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah sebagai Pondok Pesantren unggulan. Telah lahir
pula pada era ini belasan hafizh/hafizhah dan mufassir/mufassirah yang
mampu tampil bersaing dan berprestasi pada MTQ/STQ nasional. Santri
Al-Ittifaqiah juga mendapat undangan Program JENESYS ke Jepang tahun
2008 dan 2009.
Tahun
1999, PPI memperkuat organisasi dengan membentuk tiga lembaga, yaitu
Lembaga Seni, Olahraga dan Keterampilan (LESGATRAM), Lembaga Bahasa
(LEBAH) dan Lembaga Dakwah dan Pengabdian Masyarakat (LEDAPMAS).
Sehingga lembaga setara di pondok ini menjadi empat, melengkapi Lembaga
Tahfidzh, Tilawah dan Ilmu al Qur’an (LEMTATIQI) yang berdiri tahun
1990.
Pada
tahun 2000, PPI melengkapi jenjang pendidikan dalam sekolahnya (formal)
dengan mendirikan Taman Kanak-Kanak Islam dan Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiah al Qur’an (STITQI) yang langsung diresmikan oleh Menteri Agama
Republik Indonesia pada waktu itu, Drs. H. Tolhah Hasan. Pada tahun ini
juga didirikan pula Madrasah Ibtidaiah (6 Tahun) standar Departemen
Agama (Madrasah Ibtidaiah 4 tahun dirubah menjadi Madrasah Diniah
Salafiah standar Departemen Agama). Dengan demikian, sejak tahun ini PPI
memiliki seluruh jenjang pendidikan; TK, Madrasah Ibtidaiah, Madrasah
Diniah, Madrasah Tsanawiah, Madrasah Aliah, dan Sekolah Tinggi.
Pada
tahun 2004, PPI membuka pula Program Pendidikan Luar Sekolah berupa
TKQ/TPQ untuk masyarakat dan Pesantren Tinggi untuk mahasiswa. Pada 30
Juni 2005 mendirikan Lembaga Otonom yaitu Pusat Pengkajian Masyarakat
dan Budaya (PUSPAMAYA) yang bulan Agustus 2005 sudah mulai eksen
kegiatan dengan melaksanakan Training of Trainers (TOT) Pemberdayaan
Pesantren dan Madrasah Sumatera Selatan bekerja sama dengan PPIM UIN
Jakarta, PUSKADIABUMA Pasca Sarjana UIN Yogyakarta dan DANIDA Denmark.
Sampai saat ini PUSPAMAYA telah menyelenggarakan pelatihan pengembangan
Pesantren dan Madrasah se Sumatera Selatan yang sudah berlangsung 12
putaran, melibatkan 360 praktisi Pesantren dan Madrasah se Sumatera
Selatan, yang melibatkan para kiyai nyai pimpinan pesantren modern dan
tradisional, kepala madrasah, guru, santri aktivis dan tokoh masyarakat
yang cinta pesantren.
Untuk
mempertajam kegiatan pemberdayaan, Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah
membentuk Pusat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dengan singkatan PUSDEM
selain tiga lembaga ekonomi yang sudah ada (Kopontren Al-Ittifaqiah,
koperasi wanita Al-Ittifaqiah dan lembaga yang mandiri dan mengakar pada
masyarakat atau LM3).
Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah juga mendirikan lembaga yang bergerak pada
bidang hak asasi manusia dan pemantauan kebijakan yang diberi nama
AVICENNA INSTITUTE.
Dalam
kerangka pemberdayaan perempuan dua lembaga yang didirikan Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah yaitu PERWAPPI (Persatuan Wanita Pondok
Pesantren Al-Ittifaqiah) dan PUSDAP (Pusat Pemberdayaan Perempuan).
Sampai tahun 2011, PPI memiliki 2.233 orang santri, 205 Pengurus, Karyawan dan Guru, 610.000 m2 lahan kampus yang sedang ditempati, 525.000 m2 lahan pengembangan kampus, 1.660.000 m2 lahan usaha perkebunan dan sarana prasarana pendidikan lainnya. Referensi Drs. H. Mutawalli, M.Pd.I, Materi Pendidikan Agama Islam, Penerbit RajawalliOffset, 2012, Cetakan Pertama