Mengkritisi Sejarah Hijrahnya Nabi saw
Oleh: Sudarmadji
Setiap tanggal 1 Muharam di masjid, surat kabar, radio, tv di negeri-negeri muslim termasuk di Indonesia dipenuhi dengan pembacaan kembali sejarah hijrahnya Nabi Muhammad saw, yang dijadikan menjadi awal dari perhitungan tahun Islam. Namun sayangnya dalam uraian sejarah hijrahnya Nabi saw kita (penulis) lebih sering mendengar dari sisi mistisnya saja misal bagaimana orang kafir Qurais tertidur ketika nabi keluar dari rumah dengan menebarkan pasir, kemudian burung dan labah-labah segera membuat sarang di mulut gua tsur, kemudian ketika orang kafir melempar batu kedalam gua tsur, batu itu mengenai gigi nabi hingga patah, sehingga bunyinya nyaring seperti membentur batu. Setelah nabi keluar dari gua tsur dan melanjutkan perjalan ke Madinah ditengah jalan orang kafir (Suraqah bin Malik) memergokinya, kemudian dia mengejar nabi dan mencapai persis di belakang Nabi saw. tanpa sepengetahuan Nabi saw, begitu dia mengayungkan pedangnya ke pungung nabi tiba-tiba badannya lemas dan terjatuh, kemudian dia bangkit lagi, kejadianpun berulang dan seterusnya.
Masih banyak lagi kisah-kisah mistis yang meliputi hijrah Nabi saw dari Mekah ke Madinah. Akibatnya yang ditangkap oleh umat adalah selamat dan mulusnya perjalanan Nabi saw. semata-mata hanya karena kekuatan "mistis" dari atas sana tanpa ada andil Nabi saw dan teman seperjalanannya Abu Bakar.
Cara penyampain kisah-kisah seperti ini berlanjut pada peristiwa-peristiwa dalam pertempuran-pertempuran dengan orang-orang kafir Quraish. Bahkan tidak hanya berhenti sampai di situ, kisah-kisah sahabat nabi dan penerus Islam selanjutnya pun tidak kurang mistisnya. Di Indonesia kisah para wali juga sangat kental dengan peristiwa-peristiwa semacam, misal kisah Syeh Siti Jenar dengan Sunan Kalijaga, Sunan Kudus yang membangun sakaguru mesjid dari tatal (potongan kayu kecil) dengan kekuatan "ilmunya". Di jawa kehebatan Pangeran Diponegoro dalam menghindari kejaran Belanda juga lebih sering dikaitkan dengan keris pusaka beliau. Cerita-cerita tersebut masih sangat dipercaya dan menjadi panutan sebagian umat Islam di Indonesia hingga sekarang. Misal, sering kita dengar rumor bahwa Kiyai anu kalau shalat jumat di Mekah, walau tinggalnya di banten atau tempat lain di Indonesia.
Apa betul cerita-cerita tersebut? Apa betul Nabi saw dan Abu Bakar tidak punya planning dan hanya sekedar jalan berdasarkan wangsit (bisikan ajaib dari langit). Mari kita coba kritisi kisah hijrah perjalanan Nabi saw tersebut, dengan memperhatikan fakta-fakta yang akan diuraikan di bawah, namun sebelumnya akan penulis sajikan ringkasan perjalanan hijrah Nabi saw.
Ringkasan Perjalanan Hijrah Nabi Saw.
1. Tanggal 14 Safar 1 H (27 Agustus 622 M) tahun ke 14 kenabian. Nabi, Abu Bakar dan Ali bin Abi Talib, berkumpul di rumah Nabi. Setelah gelap Nabi bersama Abu Bakar, meninggalkan rumah melalui pintu belakang setelah sebelumnya memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk memakai jubahnya dan tidur di tempat tidur beliau. Mereka pergi ke selatan ke arah Yaman sejauh 8 Km (5 mile). Mereka bersembunyi di gua Tsur, selama 3 hari. Setiap malam Amir bin Fuzairah dan Abdullah bin Abu Bakar (anak Abu Bakar) menengok mereka dengan membawa makanan dan informasi tentang orang-orang kafir Quraish.
2. Pada hari ke 3, Amir bin Uraiqit yang akan menjadi penunjuk jalan datang ke gua Tsur dengan membawa 2 ekor unta. Pada malam tersebut Nabi, Abu Bakar dan Amir bin Fuzairah meneruskan perjalanan ke arah Quba. Mereka mengambil rute yang berbeda dengan rute normal, lihat gambar. Sementara itu kaum kafir Quraish mengadakan sayembara siapa yang bisa menangkap Muhammad akan mendapat hadiah 100 ekor unta. Dua di antara peserta sayembara Suraqah bin Malik dan Abu Buraidah, yang berhasil mengejar nabi namun setelah bertatap muka dan berbicara dengan Nabi justru menyerah dan masuk Islam.
3. Setelah 24 hari meninggalkan Mekah, mereka sampai di Quba' pada hari Senin 8 Rabiul Awal 1H (20 September 622 M). Penduduk Quba menyambut rombongan dengan suka cita. Nabi dan rombongnan tinggal di Quba selama 4 hari. Dan beliau sempat membuat pondasi untuk Mesjid Quba.
4. Pada hari Jumat 12 Rabiul Awal 1 H (24 September 622 M) rombongan Nabi saw, sampai di Madinah. Mereka disambut oleh kerabat Nabi dari suku Banu An-Najar. Mereka menjalankan shalat Jum’at di lembah Banu Salim. Setelah shalat Jum'at mereka melanjutkan perjalanan dan kemudian berhenti di suatu tempat yang sekarang menjadi Masjid Nabawi Madinah.
5. Di Madinah nabi dan keluarganya tinggal di rumah muhajirin Khalid bin Zaid bin Kulaib dari suku Banu An-Najjar yang sering dipanggil dengan nama Abu Ayyub. Beliau tinggal di rumah Abu Ayub sekitar 7 bulan.
Beberapa fakta sekitar hijrah Nabi:
- Sebelum Hijrah ke Madinah Nabi saw pernah memerintahkan umatnya untuk hijrah ke Abesinia untuk menghindarkan mereka dari siksaan kaum kafir Qurais. Abesinia dipilih karena dipimpin oleh raja Kristen yang baik, sehingga harapan beliau sang raja bisa memberikan perlindungan kepada umat Islam. Namun Hijrah ke Abesinia tidak menghasilkan suasana yang diharapkan, dan Nabi saw menyuruh mereka pulang kembali ke Mekah.
- Beberapa lama kemudian memerintahkan umatnya untuk hijrah ke Madinah, karena orang Madinah halus dan berbudi luhur, ditambah sebagian besar mereka adalah penganut kristen dan yahudi yang taat. Nabi juga punya kerabat di sana yakni dari suku Banu An Najr dari keluarga ibunya. Jadi harapan beliau penduduk Madinah akan berkenan menolong orang Islam dan mereka bisa teketuk hatinya untuk menganut Islam. Mereka disuruh pergi dengan diam-diam pada malam hari, dengan rombongan yang kecil, membawa bekal sekedar untuk bertahan hidup di perjalanan.
- Setelah sebagian besar sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekah giliran Nabi saw, merencanakan pergi ke Madinah. Beliau memanggil sahabatnya Abu Bakar dan keponakannya Ali bin Abu Thalib untuk mengatur strategi dalam meninggalkan Mekah. Pada suatu malam yang direncanakan mereka bertiga berkumpul di rumah Nabi, saw. Namun pada saat yang sama tersebut juga kaum kafir telah berkumpul di sekitar rumah nabi untuk membunuh beliau. Nabi saw menyuruh Ali memakai jubahnya dan tidur ditempat tidurnya. Dalam keadaan gelap gulita Nabi saw dan Abu Bakar keluar dari rumah lewat pintu belakang. Nabi dan Abu Bakar berjalan ke arah selatan ke arah Yaman, mendaki bukit padas dan terjal hingga akhirnya sampai ke gua Tsur. Mereka bersebmbunyi di sana sampai 3 hari.
- Setelah mendapat “lampu hijau” dari informan dan penunjuk jalan sudah datang mereka keluar dari gua dan melanjutkan perjalanan ke Quba dengan mengabil rute yang berbeda dengan rute normal (lihat gambar).
Cerita di atas bisa disimpulkan sebagai berikut:
- Bahwa Nabi saw, pada kali pertama menyuruh umatnya hijrah ke Abesinia dengan pertimbangan logika (raja kristen yang kan baik masa tidak mau melindungi sahabat-sahabatnya) dan ini gagal. Jadi Nabi menyuruh hijrah ke Abesinia itu bukan sekedar karena wangsit. Kalau wangsit mengapa mesti gagal.
- Nabi memutuskan Hijrah Madinah karena orang Madinah halus dan berbudi luhur dan taat menjalankan agamanya berbeda dengan orang Mekah tidak beragama, sombong dan kasar, jadi harapan beliau orang Madinah bisa berkenan menolong oran Islam dan bisa menerima Islam. Ditambah lagi beliau punya kerabat dari ibunya. Jadi plihan Madinah adalah pertimbangan logika, kalau sekedar wangsit mestinya tidak harus ke tempat orang yang berbudi luhur dan taat kepada ajaran agamanya dan ada kerabat.
- Ketika meninggalkan rumah beliau tidak asal pergi, menyuruh Ali tidur ditempat tidurnya dan memaki jubahnya untuk mengelabui kaum kafir, pergi setelah gelap, lewat pintu belakang. Kalau berdasarkan pertimbangan semata-mata ada "perlindungan mistis", tidak perlu bikin rencana sedetil itu. Jadi ini membuktikan nabi menggunakan akal dan perencenaan yang baik.
- Dia pergi ke arah selatan sejauh 8 km, padahal Madinah itu berada di sebelah utara Mekah. Dia juga dan memilih jalur berbatu, terjal dan jarang dilewati manusia. Ini jelas suatu trik yang sangat cerdas. Jadi walau orang Qurais sudah sampai ke gua tsur mereka juga ragu masa iya sih Muhammad melewati jalan ini yang susah luar biasa dan arahnya tidak ke Madinah.
- Memilih jalan berbatu, jelas ini pertimbangan akal supaya tapak kakinya tidak kelihatan, coba kalau milih lewat jalan tanah atau pasir kemungkinan besar bekas tapak kaki mereka akan kelihatan.
- Tinggal di gua Tsur sampai 3 hari, kalau hanya berdasarkan percaya "perlindungan mistis" tentu tidak harus menunggu sampai 3 hari. Tidak perlu informan. Tidak perlu penunjuk jalan.
- Rute yang dilalui rombongan Nabi adalah bukan rute yang Mekah-Madinah yang biasa dipakai para kafilah. Ini adalah salah satu usaha Nabi saw supaya tidak mudah dilacak oleh orang kafir Qurais.
Jadi menurut pendapat penulis kebiasaan kita mengajarkan Islam baik itu sejarah atupun yang lainya tidak hanya ditonjolkan dari sisi mistisnya. Ini sangat tidak mendidik dan menciptakan cara berpikir yang salah dalam menghadapai masalah-masalah kehidupan dan fenomena alam. Allah mengatur jagad raya ini dengan sunatullahnya (hukum-hukum Allah, orang non islam menyebutnya sebagai hukum alam) bukan dengan kekuatan magis (supra natural) nya. Jarang sekali Allah menunjukkan kekuatan mukjizatnya, apalagi setelah Muhammad saw, sebagai nabi terakhir. Maka mukjizat beliau adalah alquran tempat belajar, tempat untuk berpikir, tempat untuk research tidak seperti nabi-nabi sebelumnya. Sebagai contoh yang sangat popular untuk menjelaskan sunatullah adalah jika ada dua gedung tinggi bersebelahan, masjid dan tempat mesum, yang tempat mesum memakai penangkal petir dan masjid tidak jika ada petir menyambar, insha Allah tempat mesumlah yang akan selamat.
Cara berpikir yang salah dalam menyikapi masalah kehidupan menyebabkan munculnya kasus-kasus memprihatinkan ditanah air. Contoh kasus-kasus yang memprihatinkan yang penulis maksud adalah:
- Belasan gadis belia (9-14 th) di Banjar Negara di gauli dukun cabul dengan iming-iming dapat ilmu sakti. Kasus itu sampai tahunan (1999-2004) tidak terungkap karena sang dukun berkata bahwa kalau mereka menceritakan kepada orang lain (orang tua) ilmu yang telah diajarkan akan hilang.
- Kasus Sumanto, di Purbalingga, makan daging manusia dalam rangka menambah kesaktian.
- Kasus di Slawi (Tegal), belasan orang (Islam) meninggal karena diracun oleh sang dukun maut, mereka percaya bahwa sang dukun mampu mengubah sekarung kulit jagung menjadi uang milyaran rupiah. Mereka dengan sukarela memberi downpayment hingga puluhan juta rupiah dan minum ramuan yang ternyata adalah racun karena mereka percaya itu sebagai bagian ritual untuk mengubah kulit jagung tersebut.
- Kasus penipuan calon mahasiswa (islam) Unsoed (Universitas Soedirman), yang tertipu Rp.50 juta karena sang penipu menjanjikan bisa memasukan dia ke fakultas kedokteran Unsoed. Sang penipu yang juga mahasiswa (islam) Unsoed merasa yakin bisa memasukan korban karena berdasarkan pengalaman pribadi dia selalu memperoleh apa yang diinginkan termasuk lolos seleksi masuk ke Unsoed dengan pergi ke dukun langganannya.
Kasus-kasus yang penulis ungkapkan di atas adalah yang baru-baru saja terjadi, kasus serupa yang yang terjadi sebelumnya sangat banyak. Selain kasus-kasus kriminal masih banyak lagi kasus-kasus biasa yang penulis yakin tidak asing lagi bagi telinga kita, misal untuk naik pangkat, dagangan laris, lulus ujian, enteng jodoh dsb pergi ke tempat-tempat keramat seperti gunung kawi, gunung srandil, kuburan para wali dan sebagaianya. Bawa jimat atau rajah untuk kewibwaan dan atau keselamatan. Yang penulis ceritakan ini mereka-mereka itu muslim, kalau penganut agama lain yang mempunyai kepercayaan seperti itu tidak masalah. Dan lebih memprihatinkannya lagi acara-acara seperti itu dilegalisasi dengan alasan mempertahankan budaya. Misal pada acara suran (Perayaan 1 Muharam) di keraton Yogyakarta ratusan orang berebut air bekas mencuci pusaka keraton karena mereka percaya bahwa air itu punya kekuatan magis yang bisa melindungi mereka dari bencana, penyakit ataupun awet muda. Kalau untuk melestarikan budaya, bisa saja acara seperti tetap saja bisa digelar, namun yang berebut air itu aktor-aktor yang hanya memperagakan perebutan air, jadi mereka berebut air itu hanya sebagai sandiwara bukan betul-betul ingin dapat air yang dianggap bertuah.
Sikap-sikap tidak rasional juga sering ditunjukan masyarakat dalam menyikapi berbagai bencana alam termasuk bencana Tsunami Aceh. Banyak yang percaya bahwa selamatnya belasan Masjid di Aceh dalah karena faktor "X" karena masjid adalah rumah Allah maka Allah melindunginya. Berdasarkan laporan resmi dari Menko Kesra Alwi Shihab sebanyak 2.742 sarana ibadah rusak berat atau hancur, terdiri dari 2.704 masjid 8 gereja dan 20 vihara. Jadi kalau hanya belasan yang selamat dan 2.704 masjid lainnya hancur argumen tersebut menurut penulis kurang valid. Sebagian besar masjid-masjid yang selamat adalah masjid-masjid yang realtif terkenal dan menjadi kebanggaan di daerah tersebut, otomatis kita bisa berkata bahwa masjid-masjid tersebut lebih megah dan konstruksinya lebih kuat dibanding rumah-rumah penduduk disekitarnya jadi wajar kalau tidak hancur.
Di Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kita untuk berpikir, menggunakan akal dalam menerjemahkan kejadian-kejadian alam dan menyikapi masalah-masalah kehidupan. Pembuktian sederhana pernyataan di atas adalah dengan melakukan pencarian “search” pada terjemahan Quran versi Departement Agama RI, maka akan diperoleh 50 ayat mengandung kata pikir atau memikirkan dan ada 106 ayat mengandung kata akal. Dan banyak pula ayat yang menyebutkan bahwa orang yang berilmu (menggunakan pikirannya) mempunyai derajat yang lebih baik di mata Allah. Jadi akan sangat tidak fair (adil) jika Allah menyuruh kita berpikir dan menggunakan akalnya kemudian Allah (terlalu banyak) memberikan contoh-contoh yang di luar akal pikiran, kalau orang jawa bilang JarKoNi, bisa ngajar tidak bisa nglakoni (menjalankan).
Kasihnya Allah (sebagai ar-rahman) di dunia ini tidak pandang bulu, beriman atau tidak seseorang sepanjang dia bekerja keras sesuai sunatullah dia akan berhasil. Akan tetapi jangan lupa target kita sebagai muslim tidak hanya sukes di dunia tapi juga sukses di akherat, jadi selain kerja keras kita juga harus beriman, sehingga kerja keras kita menjadi amal yang punya nilai di akherat.
….Akhirnya penulis mengajak dengan semangat hijrah marilah kita berhjirah dalam berbagai hal (termasuk pemikiran) dari yang kurang baik pada tahun kemarin menjadi lebih baik pada tahun ini.
Wallahu a’lam bisawab.