Khutbah Idul Fitri: Mewaspadai Ancaman Misi Kemunafikan Pasca Ramadhan
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ
اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ
الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي
تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا
اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ،
وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah
yang telah memberikan kenikmatan-kenimatan kepada hamba-hamba-Nya dan
memberikan hari raya Idul Fitri untuk kaum muslimin setelah selesai
melaksanakan kewajiban ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh.
Yaitu hari raya yang ditandai dengan membayar zakat fitri untuk memberi
makan kaum miskin dan juga membersihkan orang yang puasa dari
kata-kata kotor dan keji.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ
مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا
قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ
الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Abdullah bin Abbas berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci
bagi orang yang berpuasa dari laghwu dan rafats dan
sebagai pemberi makan bagi orang-orang miskin. Siapa yang
nelaksanakannya sebelum shalat (Ied) maka itu adalah zakat yang
diterima, dan siapa yang melaksanakannya sesudah shalat (ied) maka itu
sedekah dari sedekah-sedekah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu
Majah).
Artinya, tidak dihitung sebagai zakat fitri yang sah, tetapi hanya sedekah.
Demikianlah tuntunan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga shalawat dan salam tetap
dicurahkan Allah atas beliau, keluarganya, sahabatnya, dan para
pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Dengan tuntunan itu, maka
insya Allah orang yang berpuasa Ramadhan dan mengeluarkan zakat itu
mendapatkan pahala, sedang kaum fakir miskin pun tersantuni sehingga
sebagaimana diharapkan, mereka ikut berbahagia di hari raya, dan di
masyarakat tidak tersisa orang yang meminta-minta di hari raya.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Selama bulan Ramadhan kita telah
diwajibkan puasa, dan kita kenal sebagai bulan ibadah. Sehingga di
masyarakat tampak relative islami, sedang sebagian kemaksiatan pun
sementara “diistirahatkan” oleh yang sebenarnya berkuasa mencegah
berlangsungnya di hari-hari lain. Dengan kenyataan itu maka bekas dari
dibelenggunya syetan-syetan selama Ramadhan itu memang ada, karena
memang tentang dibelenggunya syetan itu dijelaskan dalam hadits.
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ
أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ ، وَسُلْسِلَتْ
الشَّيَاطِين (رواه البخاري، رقم 3277 ومسلم، رقم 1079، وعند النسائي، رقم
2106) وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ.
“Jika telah masuk bulan Ramadan, maka
pintu-pintu surga dibuka, pintu jahanam ditutup, dan syetan-syetan
diikat.” (HR. Bukhari, no. 2277, Muslim, no. 1079. Dalam riwayat Nasa’i,
no. 2106, disebutkan, ‘Dan syetan pembangkang diikat.’)
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya yang terkenal, Fat-hul Bari syarah Shahih Al-Bukhari menjelaskan,
وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ بَعْدَ أَنْ رَجَّحَ
حَمْله عَلَى ظَاهِرِهِ : فَإِنْ قِيلَ كَيْفَ نَرَى الشُّرُورَ
وَالْمَعَاصِيَ وَاقِعَةً فِي رَمَضَان كَثِيرًا فَلَوْ صُفِّدَتْ
الشَّيَاطِينُ لَمْ يَقَعْ ذَلِكَ ؟ فَالْجَوَابُ أَنَّهَا إِنَّمَا
تَقِلُّ عَنْ الصَّائِمِينَ الصَّوْم الَّذِي حُوفِظَ عَلَى شُرُوطِهِ
وَرُوعِيَتْ آدَابُهُ ، أَوْ الْمُصَفَّد بَعْض الشَّيَاطِينِ وَهُمْ
الْمَرَدَةُ لَا كُلُّهُمْ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ ،
أَوْ الْمَقْصُودِ تَقْلِيل الشُّرُورِ فِيهِ وَهَذَا أَمْر مَحْسُوس
فَإِنَّ وُقُوع ذَلِكَ فِيهِ أَقَلّ مِنْ غَيْرِهِ ، إِذْ لَا يَلْزَمُ
مِنْ تَصْفِيد جَمِيعهمْ أَنْ لَا يَقَعُ شَرّ وَلَا مَعْصِيَة لِأَنَّ
لِذَلِكَ أَسْبَابًا غَيْر الشَّيَاطِينِ كَالنُّفُوسِ الْخَبِيثَةِ
وَالْعَادَات الْقَبِيحَة وَالشَّيَاطِينِ الْإِنْسِيَّة .فتح الباري لابن
حجر – (ج 6 / ص 136)
Al-Qurthubi berkata, setelah menguatkan
pembawaannya (terhadap hadits itu) pada makna zahirnya (yang nyata,
sebenarnya, tidak dita’wil; atau tidak dialihkan maknanya): “Jika
dikatakan, bagaimana kita masih dapat menyaksikan banyaknya keburukan
dan kemaksiatan di bulan Ramadhan, seandainya syetan diikat, seharusnya
hal itu tidak terjadi?” Maka jawabannya adalah, “Bahwa kemampuan syetan
menggoda menjadi berkurang dalam menggoda orang-orang yang berpuasa
apabila dia memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya. Atau pemahaman
lain bahwa yang diikat hanyalah syetan pembangkang, bukan semuanya
sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat. Atau yang dimaksud adalah
berkurangnya keburukan di bulan tersebut, dan ini adalah perkara yang
dapat dirasakan, karena terjadinya keburukan menjadi berkurang di bulan
ini. Disamping itu, kalaupun semua syetan diikat, hal itu bukan
berarti tidak akan terjadi keburukan dan kemaksiatan, karena semua itu
dapat terjadi karena sebab selain syetan, seperti hawa nafsu yang
buruk, serta kebiasaan jahat atau karena syetan (dari jenis) manusia.”
(Fat-hul Bari oleh Ibnu Hajar, juz 6 halaman 136).
Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh sebagaimana
dalam muqaddimah Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah nomor 61 khusus
Ramadhan menguatkan pendapat yang menurutnya lebih dekat pada kebenaran
insya Allah: bahwa diikatnya syetan-syetan itu adalah sebenarnya, dan
tidak mesti dari diikatnya seluruh syetan-syetan akan tidak terjadi
kejahatan dan maksiat; karena terjadinya kejahatan dan maksiat itu ada
pula sebab-sebab dari selain syetan, seperti hawa nafsu yang jahat dan
kebiasaan-kebiasaan yang buruk, dan syetan-syetan (dari jenis) manusia;
maka maksud dari itu adalah bagaimanapun sesungguhnya bulan (Ramadhan)
ini adalah kesempatan bagi orang yang diberi pertolongan oleh Allah
dan dibuka hatinya untuk menerima ketaatan kepada-Nya, dan menjauhi
dari maksiat-maksiat karena banyaknya sebab-sebab dan factor-faktor
yang mendorongnya (untuk taat kepada Allah dan menjauhi maksiat).
(lihat nahimunkar.com: Makna Hadits Shufidatis Syayathien).
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Aneka keberkahan dan bahkan syetan pun
dibelenggu itu perlu kita syukuri. Dan hal mensyukuri itu memang
dierintahkan oleh Allah ta’ala:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [البقرة/185]
Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya (shiyam sebulan Ramadhan) dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.(QS Al-Baqarah: 185).
Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan (dan hendaklah kamu mengagungkan Allah),
berkata Ibnu Abbas: yaitu takbir-takbir malam Idul Fitri. Diriwayatkan
dari Syafi’I dan dari Ibnu al-Musayyib dan ‘Urwah dan Abi Salmah bahwa
mereka dulu bertakbir pada malam Idul Fitri mereka mengeraskan dengan
takbir, dan pada malam nahar (Idul adh-ha) seperti itu pula (dengan
takbir) kecuali orang yang dalam keadaan berhaji maka dzikirnya adalah
talbiyah (labbaikallahumma labbaik). (Tafsir al-Baghawi juz 1 halaman
201).
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Setelah kita bertakbir dan bersyukur,
mari kita evaluasi diri kita dengan keadaan yang ada. Apakah setelah
syetan-syetan dilepas lagi dari ikatannya, lalu aneka kemaksiatan dan
bahkan perusakan terhadap Islam akan berlangsung kembali? Ini perlu
kita sadari, agar diri kita tidak terjebak dan terperosok kepada
hal-hal yang buruk setelah selama Ramadhan kita bersusah payah
mengendalikan diri semampu kita. Perlu kita sadari, di balik ini ada
aneka upaya dan lakon yang merugikan Ummat Islam, bahkan berupa
pembodohan dan penyesatan, namun kadang justru seolah dikesankan
sebagai penyemarakan Islam atau untuk mendukung Islam atau seolah dekat
dengan Islam.
Ada juga yang jelas-jelas sangat
bertentangan dengan Islam, bahkan berupa kemusyrikan, namun karena
dibungkus dengan apa yang disebut adat atau semacamnya, hingga
dilaksanakan ramai-ramai dan pakai dana yang diserap dari Ummat Islam.
Seperti acara-acara ritual kemusyrikan berupa larung sesaji dan
sebagainya di mana-mana justru digalakkan atas nama menghidupkan
peninggalan nenek moyang atau melestarikan budaya daerah dan
sebagainya, maka dengan dalih itupun kemusyrikan yang sangat merusak
Islam itu diselenggarakan tiap saat dan dibiayai dengan duit yang
diserap dari Ummat. Astaghfirullahal ‘adhiem…!
Yang seperti itu sebenarnya adalah penjerumusan, penyesatan yang sangat dahsyat. Ancamannya pun neraka.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Kondisi awam agama (bodoh) yang merata,
baik masyarakat biasa maupun intelek, bahkan tokoh agama (karena tokoh
agama belum tentu faham agama secara baik dan benar) itu semua menjadi
kancah yang empuk untuk menjadikan agama (Islam) sebagai bahan mainan,
atau kancah untuk mencari dunia dengan cara “menjualnya”. Sehingga
ketokohan dalam agama Islam menjadi dagangan mahal –secara perhitungan
orang yang menjualnya (padahal itu sangat rendah bahkan hina)— ketika
dijual kepada jalur yang seharusnya tunduk kepada Islam namun
menentangnya atau mengetiakinya (manaruhnya di ketiak). Sehingga
ketundukan orang yang sudah menjual agamanya itu tidak lagi kepada
aturan agamnya namun kepada pembelinya. Entah yang dianggap sebagai
pembeli itu jalur kekuasaan, bisnis, organisasi atau partai, agama lain,
kemaksiatan yang dianggap menjanjikan uangnya, atau
kenikmatan-kenikmatan dunia lainnya.
Akibatnya, jabatan ataupun ketokohan,
ataupun ilmu, ataupun wadah berkiprah yang dipakai untuk meraih
kenikmatan-kenikmatan dunia dijadikan kendaraan untuk menekuk dan
menelikung Islam dan Ummat Islam dengan aneka cara dan polesan. Dan
itulah yang di dalam Al-Quran disindir dengan ungkapan menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ
لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ
أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ
وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا
أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ
حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ [الأنعام : 70]
"Dan tinggalkan lah orang-orang yang
menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka
telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan
Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka,
karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak
pula pemberi syafa’at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan
segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya.
Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka
(disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih
disebabkan kekafiran mereka dahulu" (QS Al-An’am: 70)
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Di kala orang-orang seperti itu
berkeliaran di bumi ini dan bahkan memegang tampuk-tampuk kendali
kehidupan di dunia ini, maka awan kabut yang menghalangi kebaikan (yang
kebaikan itu seharusnya diperintahkan dan dilaksanakan) pun
halangannya makin menebal. Sebaliknya bahan bakar ataupun aneka sarana
dan celah yang akan membuat manusia ini terlena mengikuti hawa nafsunya
pun dibuka lebar-lebar, dibiayai, diprogramkan, dan dijadikan lahan
bisnis. Tidak lagi memperhitungkan batal haram, maksiat dan tingkah
bejat. Benar-benar mereka telah ditipu oleh kesenangan dunia.
Di sinilah inti pembodohan dan penyesatannya, menurut buku Lingkar Pembodohan dan Penyesatan Ummat Islam
tulisan Hartono Ahmad Jaiz. Karena seharusnya manusia ini diarahkan
kepada kebaikan yakni segala yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala agar
dilaksanakan sekemampuannya dengan istiqamah, sedang yang dilarang oleh
Allah Ta’ala wajib dihindari; namun justru sebaliknya. Jalan yang
menuju kepada kebaikan itu ditelantarkan, atau bahkan dihalangi agar
belok jalan, dengan cara dimeriahkan lah aneka upacara dan ritual
ataupun keramaian yang sama sekali tidak sejalan dengan kebaikan
(Islam). Dalam kondisi yang seperti ini pada dasarnya apa yang
digalakkan itu adalah misi kemunafikan, yang telah ditegaskan dalam
Al-Qur’an kerjanya adalah memerintahkan keburukan dan mencegah
kebaikan.
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ
بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (67) وَعَدَ اللَّهُ
الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ
مُقِيمٌ [التوبة/67، 68]
"Orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya (berlaku kikir ). Mereka telah lupa kepada
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
adalah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam,
mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah
mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal" (QS At-taubah: 67, 68).
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Ada dua faktor yang mengakibatkan sebagian orang tergiur oleh ajakan-ajakan mereka hingga terlena.
1. Dunia ini dikuasai oleh orang kafir,
sehingga sarana-sarana dan bahkan aneka aturan di dunia inipun
merupakan perangkat untuk mensukseskan aneka program kekafiran. Di
situlah ada celah-celah yang menjanjikan, berupa “keuntungan” dan
“kesenangan” dunia, yang hakekatnya adalah tipuan dunia.
2. Dunia ini inti yang diperebutkan
manusia untuk diraih adalah harta dunia. Ketika lingkaran dunia ini
dalam genggaman pihak nomor satu tersebut, maka siapa yang ingin ikut
berebut dunia dengan lancar dan sukses maka harus mengikuti permainan
yang diselenggarakannya. Akibatnya, tidak sedikit orang yang menempuh
jalur untuk menyenangkan pihak penyelenggara, agar mendapatkan aneka
kemudahan dan sebagainya. Disitulah benarnya sabda Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
« إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ
فِتْنَةَ أُمَّتِى الْمَالُ ». (أحمد ، والترمذى – حسن صحيح غريب – وابن
سعد ، والحاكم ، والطبرانى عن كعب بن عياض)
"Sesungguhnya bagi setiap ummat itu ada ujiannya, dan sesungguhnya fitnah (ujian) ummatku adalah harta" (HR Ahmad, At-Tirmidzi –hasan shahih gharib—Ibnu Sa’ad, Al-Hakim, dan At-Thabrani dari Ka’ab bin ‘Iyadh).
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Harta telah menjadi ujian. Ketika
lingkaran harta itu di dunia ini tidak dikuasai orang kafir saja godaan
dunia itu telah mampu melalaikan sebagian orang, baik dalam mencarinya
maupun menggunakannya. Apalagi ketika harta dunia ini di dalam
genggaman penguasa dunia yang kenyataannya berpihak pada kekafiran.
Maka ujian tambah berat, karena dalam hal mencari dan menggunakannya
–agar lancar— ditempuhlah dengan mencari ridho’ kepada pihak kekafiran.
Akibatnya, aneka keburukan yang seharusnya diberantas, namun karena
justru itu yang diridhoi oleh pihak kekafiran maka keburukan semacam
kemaksiatan dan sebagainya itu malahan jadi bahan bisnis. Entah berapa
saja bisnis yang berkisar dalam kubangan hitam kemaksiatan.
Di saat seperti itu, maka semoga
peringatan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ini akan
menjadi pelajaran sangat berharga bagi orang yang di dalam hatinya
masih ada secercah nur yang belum padam.
عَنْ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي حَكِيمٍ قَالَ
حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ جَارِيَةَ اللَّخْمِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو
أُمَيَّةَ الشَّعْبَانِيُّ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيَّ
فَقُلْتُ يَا أَبَا ثَعْلَبَةَ كَيْفَ تَقُولُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ
{ عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ }
قَالَ أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ
عَنْهَا خَبِيرًا سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا
عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى
مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ
فَعَلَيْكَ يَعْنِي بِنَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ
وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى
الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا
يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ
وَزَادَنِي غَيْرُهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْهُمْ قَالَ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ
Dari Utbah bin Abu Hakim ia berkata;
telah menceritakan kepadaku Amru bin Jariyah Al Lakhmi berkata, telah
menceritakan kepadaku Abu Umayyah Asy Sya’bani ia berkata, “Aku pernah
bertanya kepada Abu Tsa’labah Al Khusyani, aku katakan kepadanya,
“Wahai Abu Tsa’labah, apa pendapatmu tentang ayat ini: ‘(.. jagalah
dirimu..) -Al Maidah: 105-?” Ia menjawab, “Demi Allah, engkau telah
menanyakan hal itu kepada orang yang tepat. Aku pernah menanyakan hal
itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu
menjawab: “Bahkan perintahkanlah kepada perkara yang ma’ruf dan
cegahlah dari perkara yang munkar, sehingga ketika engkau melihat sifat
kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan (dari urusan
agama), dan setiap orang bangga dengan pendapatnya sendiri, maka
hendaklah engkau jaga dirimu sendiri, dan jauhilah orang-orang awam
(bodoh). Sebab di belakang kalian ada hari-hari (yang kalian wajib)
bersabar, sabar pada saat itu seperti seseorang yang memegang bara api,
dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima
puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya, ia menambahkan
untukku, “seperti amalan selainnya.” Abu Tsa’labah bertanya, “Wahai
Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka!” beliau
menjawab: “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.” (HR
Abu Daud – 3778, At-Tirmidzi, ia berkata hasan gharib, dan Ibnu Majah)
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Dengan adanya kondisi yang sebenarnya membahayakan bagi Ummat Islam itu, maka sampai ada buku yang ditulis dengan judul Pembodohan dan penyesatan Ummat Islam.
Gunanya, untuk memberi peringatan agar Ummat Islam ini menyadari
adanya keadaan seperti disebutkan dalam hadits itu, dengan memberikan
gambaran kenyataan yang ada di sana-sini.
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Mengapa di saat kita harus bersyukur
kepada Allah Ta’ala di hari raya ini justru di sini dikemukakan sesuatu
yang menyentak? Ini tidak lain karena memang sebenarnya kaum Muslimin
pada umumnya ini perlu ditolong dari kedhaliman. Sedang kedhaliman itu
pun dilakukan oleh sebagian orang Islam itu sendiri bahkan kadang atas
nama Islam. Pelaku-pelau itu juga perlu ditolong yakni dicegah agar
tidak berbuat dhalim lagi, tidak membodohi dan menyesatkan Ummat Islam
lagi. Upaya memperingatkan ini di antaranya untuk mengikuti anjuran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا
نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ
فَوْقَ يَدَيْهِ أخرجه البخاري، والترمذي.
Dari Anas radliallahu ‘anhu berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Tolonglah saudaramu
yang berbuat zhalim (aniaya) dan yang dizhalimi”. Mereka bertanya:
“Wahai Rasulullah, jelas kami faham menolong orang yang dizhalimi tapi
bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zhalim?” Beliau
bersabda: “Pegang tangannya (agar tidak berbuat zhalim) “. (HR
Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)
Pembodohan dan penyesatan adalah
kezaliman. Sedang Ummat yang jadi sasaran pembodohan dan penyesatan
adalah yang didhalimi. Khutbah ini dimaksudkan, dengan penuh harap,
siapa-siapa yang berbuat dhalim itu agar berhenti dan tidak lagi
melakukannya. Sedang Ummat yang didhalimi yakni dibodohkan dan
disesatkan hendaknya menyadari bahwa mereka dalam keadaan seperti itu,
hingga menyelamatkan diri sebaik-baiknya.
Semoga Allah mengabulkan harapan
hamba-Nya yang lemah ini, dan memberikan keberkahan di dunia dan
akherat bagi kita semua yang mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan taat dan konsekuen. Amien ya Rabbal ‘alamien.
Sehingga hari raya Idul Fitri ini benar-benar menjadi keberkahan yang
dilanjutkan dengan terhindarnya ummat Islam ini dari aneka kedhaliman
dan penjerumusan yang membahayakan.
Hanya kepada Allah lah kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami minta pertolongan.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ (7) آمين
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا
أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا
مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا
أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
{ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ
عَمَّا يَصِفُونَ } { وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ } { وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }